Vol 2 Chapter 1 "Distrik Barat Nomor 9"

77 8 0
                                    

Aluna Vein
Vol 2 Chapter 1 “Distrik Barat Nomor 9”

[Di suatu tempat yang mirip seperti markas rahasia]

"Hanya kau yang selamat?"
Tanya pria botak yang sedang duduk di kursi yang nyaman dengan dikawal dua anak buahnya.

"Ya Boss, hanya aku yang selamat. Para anggota yang lain telah tewas dimakan sekelompok buaya rawa."

"Dan hewan itu?"

"Dia berhasil selamat karena terjun ke jurang bersama wanita dan seorang laki-laki. Kalau tidak salah namanya Zen."

"Zen? Ceritakan padaku ciri-ciri fisiknya. Aku pastikan orang itu akan menerima balasannya karena telah berani mengganggu urusan kita."

****

Suara keramaian orang tak henti-hentinya terdengar, cuacah cerah di tambah terik matahari yang menyengat membuat sekujur tubuh langsung berkeringat. Di sinilah kami, terjebak dengan ide gila Avi yang sempat aku anggap berilian.

"Mari mari sini tuan dan ibu. Sayuran segar dengan diskon 40% murah meriah murah meriah."

Avi berteriak dengan semangat memanggil orang-orang yang berlalu lalang di dekat kios sederhana yang Rolf Dan Aku dirikan.

"Berapa harga lobak ini dek?"

"Hanya 3 keping dukat perunggu bu, satu kilo."

"Murah sekali. 'Hey mbo Darma, Sayuran di sini murah-murah.' "

Lalu dalam sekejap, kerumunan orang berdatangan menyerbu kios sayur milk kami ini.

"Saya beli tomat dan lobaknya 3 kilo."

"Bawang putih 1 kilonya berapaan dek?"

"Ada wortel dan bayamnya gak dek?"

"Tenang, tenang. satu-satu bapak-bapak ibu-ibu."

Sepertinya metode yang Avi buat sukses besar mendatangkan untung dengan cepat. Tentu saja, dengan karung-karung berat berisi banyak aneka macam sayuran-sayuran itu ia hargai dengan harga murah.

Pada umumnya pedagang menghargai sayuran dengan 2 keping perak per-kilonya. karena rempah-rempah adalah komoditas pertama penggerak ekonomi di sini.
Bisa dibilang mereka adalah salah satu 'barang yang berharga selain berlian dan senjata.' Karena itu juga para pedagang lain yang pelanggannya terambil mulai membicarakan kios milik kami.

"T-tuan Zen... Bisa tuan bantu aku dan nona Natia mengurus para pembeli ini?"

"Baiklah aku akan-"

"Minggir..." Rolf tiba-tiba berjalan melangkahiku.
"Urusan ini biar orang tua yang tangani. Anak muda cukup lihat dan perhatikan saja."

Ia menarik nafas dalam-dalam. Lalu kemudian berteriak...

"WOY, BERBARIS YANG RAPIH ! KALAU TIDAK HARGANYA AKAN KUNAIKAN MENJADI HARGA NORMAL LAGI SEPERTI BIASA."

Mendengar teriakan itu para kerumunan pembeli langsung berbaris rapih sampai membentuk barisan sepanjang 200 meter.

"Nah, sisanya kuserahkan padamu nak."

"...." Avi sempat bengong sesaat.

"Ah, terima kasih kakek... Baiklah pak, mau beli apa?"

Rolf kembali bersantai di tumpukan jerami sambil menggigit sesuatu seperti tusuk gigi.
"Begini kan jadi enak. Hey anak muda, bangunkan aku bila kerumunan ini sudah selesai yah."
Ia menutupi wajahnya dengan topi petani miliknya dan langsung tertidur.

Harus kuakui meskipun sikapnya masih tetap menyebalkan seperti biasa. Akan tetapi, lambat laun aku merasa bahwa sikapnya sekarang mulai sedikit lebih baik padaku. Walaupun aku telah menghilangkan pedang tua miliknya itu.

Aluna VeinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang