Dear Biru 1

19.8K 1.1K 63
                                    

Dear Biru : Kalau boleh kupinta satu. Kamu tidak boleh rapuh.

***

          Lagu Dodie terdengar di telinganya melalui headset yang ia kenakan, sementara tangannya masih sibuk menggerakan pulpen. Meski sejak 2 hari yang lalu ia bertengkar dengan Kaila, kekasihnya, namun Navy tak pernah mengingkari janjinya untuk membuatkan Kaila surat setiap hari. Apapun itu isinya.  Dibanding mengirim pesan melalui ponsel, pasangan unik itu lebih suka berkirim surat. Sesuatu yang bisa masing-masing dari mereka simpan. Investasi kenangan kalau kata Kaila.

          "Lama banget." Suara samar yang sebenarnya terdengar pelan karena lagu yang menggema di telinganya cukup besar itu akhirnya membuat Navy mendongak, melepas headsetnya dan memandangi Tito, sahabat kakaknya itu.

"Kan gue bilang lo sarapan aja dulu di kantin." Jawab Navy.

Anak itu masih menjadi tahanan rumah sakit setelah perutnya tiba-tiba sakit dan anak itu muntah darah. Saat itu kakaknya tidak ada di rumah, hanya ada Tito yang memang diberi amanat untuk menjaga Navy yang sudah tidak enak badan sejak kemarin. Setelah ia benar-benar tak sadarkan diri, Tito yang panik pun langsung membawa anak itu kerumah sakit. Dan di sinilah dia.

"Ngeri diomelin Grey kalo ninggalin lu sendiri." Tito memang tadinya sudah berjalan keluar. Ia juga sempat menghisap rokoknya di tangga darurat sehingga tak ada yang melihatnya. Tipikal Tito, tidak apa-apa jika tidak makan, asal bisa merokok saja seolah sudah kenyang. Setidaknya mulutnya tidak asam lagi. Begitu sepuntung rokok itu habis, lelaki itupun kembali ke kamar rawat Navy.

Navy langsung melipat kertas di hadapannya setelah dilihatnya Tito menarik kursi besi di samping tempat tidur Navy, lelaki itu langsung tertawa mengejek, "yaelah, segitunya banget takut gue baca. Gue juga gak pengen tau, selow." Ujarnya yang kemudian mendaratkan bokongnya di kursi.

"Urusan pribadi tau."

"Iyaiya gue gak liat, nih gue miring." Lelaki itu langsung memiringkan tubuhnya, mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya dan memainkannya.

Melihat itu, Navy langsung menarik meja yang biasa ia gunakan untuk makan agar lebih dekat kedadanya. Tangan kirinya berusaha masih menjaga agar tidak ada yang melihat tulisannya dan tangan kanannya buru-buru menulis lanjutan pesan yang ingin ia tulis. Walau sebenarnya bukan hal penting yang ia tulis, namun Navy merasa aneh kalau orang lain membacanya.

Setelah selesai, lelaki itu pun melipat kertas tersebut sampai berbentuk persegi panjang kecil, memasuknya kedalam amplop putih dan membuka perekat di ujung penutupnya. Tidak lupa ia menulis 'Untuk Kaila Alcarano'. Sesungguhnya Alcarano adalah nama belakang Navy.

"Nih." Ia menyodorkan amplop putih itu kepada Tito yang langsung diterima oleh laki-laki itu. Kalau biasanya Navy yang akan mengantarnya sendiri kepada Kaila, lain halnya untuk hari ini, ia tidak bisa kemana-mana dan terpaksa meminta Tito untuk mengirimkannya.

Tito melirik jam yang menempel di atas televisi itu, "Jam sembilan aja ya. Nunggu kakak lo dateng juga. sarapan dulu lo."

Tito memasukan amplop putih itu kedalam kantong hoodienya kemudian bangkit dari tempat duduknya, mengambilkan sarapan Navy yang sejak tadi berada di nakas. Anak itu memang lebih memilih menyelesaikan suratnya dulu baru memakan sarapannya.

Tito meletakan nampan yang masih terbungkus rapih dengan plastik bahkan ia membukakannya untuk Navy. Memang Navy sudah seperti adiknya sendiri, mungkin karena Tito memiliki seorang adik dan ia juga yatim piatu sama seperti Navy, maka Tito mengerti bagaimana perasaan Navy. Lagi pula Tito sangat dekat dengan Grey—kakak Navy—jadi hal-hal seperti menjaga Navy saat Grey banyak urusan pun sudah biasa ia lakukan.

Dear BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang