Dear Biru : jangan berujar dalam hati kalau kamu rindu. Aku tidak bisa dengar.
***
Sebenarnya Navy belum diperbolehkan pulang. Wajahnya masih seputih dinding dan pijakannya masih belum stabil, seolah kapan saja anak itu bisa ambruk. Bukannya Navy ingin memaksakan diri untuk keluar dari rumah sakit, namun banyak hal yang perlu ia urus untuk keperluan kelulusan dan sekolahnya. Seperti cap tigajari untuk ijasah dan sebagainya.
Lagi-lagi Grey mencoba meresleting jaket yang dikenakan Navy, meski anak itu berkali-kali membukanya kembali. Navy tidak suka jika jaketnya bener-benar tertutup, lagi pula badannya hangat, akan lebih panas jika jaket itu tertutup. Ditambah mereka ada di Jakarta, tempat terpanas yang Navy tau. Anak itu tak mungkin kedinginan di tengah hari seperti ini.
"Tangannya diem sih." Protes Navy sekali lagi membuka resleting yang sudah dinaikan oleh Grey.
"Entar kena angin terbang lu."
"Gak lucu bego Bang." Seru Navy yang sesaat kemudian membuka pintu mobil dan berjalan keluar, membuat Grey gemas sendiri. Ia ngeri kalau Navy tidak dipegangi maka anak itu akan jatuh seketika. Jadi Grey buru-buru turun. Mengunci mobilnya kemudian merangkul Navy. Membantu anak itu berjalan.
"Emang gak bisa besok-besok aja apa ngurusnya?" Protes Grey sekali lagi. Mungkin itu pertanyaan kesepuluh yang lelaki itu layangkan padanya.
"Udah nyampe juga bang, masih aja sih protes."
"Lu tuh udah kaya mayat idup tau gak sih." Grey sedikit mengangkat tubuh Navy saat menuju lantai yang berjarak lebih tinggi dari yang mereka pijaki sebelumnya. Membuat Navy mendesah. "Tapikan gue gak lumpuh bang."
"Bodo ah. Dari pada jatoh, mukalu nabrak lantai, nanti jadi ganteng kaya squidward." Ujar Grey teringat pada salah satu episode di spongebob dimana Squidward menjadi tampan setelah wajahnya terbentur pintu beberapa kali.
"Guyon mulu ah. Gak lucu lagi. Gak suka aku tuh."
"Lagi sih. Emang gak bisa besok apa ngurusnya? Musti banget sekarang?"
Navy memutar bolamatanya malas sebelum berkata, "Terusin aja bang. Penasaran gue, lu mau nanya begitu ampe berapa kali."
"Ya lagian. Emangnya gak bi—" Navy langsung menutup bibir Abangnya dengan tangannya, membuat Grey berhenti berbicara, "Diem coba bang." Serunya singkat membuat Grey tersenyum senang.
Mereka pun sampai di depan perpustakaan yang didepan pintunya berjajar banyak sepatu di sana. Entah mengapa namun kegiatan pengurusan ijasah dan sebagainya dilakukan di perpustakaan. Mungkin sekalian menagih uang perpustakaan yang menumpuk dan tak kunjung di bayar oleh anak-anak.
"Mau masuk apa tunggu sini?" Tanya Navy setelah Grey melepas rangkulnnya.
"Bisa sendiri gak?"
Navy menganggukan kepalanya singkat, "Ada Nara juga di dalem."
"Yaudah gue tunggu sini." Grey hendak berbalik untuk menempati bangku panjang di samping pintu perpus namun Navy tiba-tiba memegang tangannya.
"Kenapa? Mau ditemenin?"
Navy menggelengkan kepalanya, kemudian tangan kanannya terjulur dengan telapak tangan berada di atas seperti seorang pengemis. "Minta duit. Belom bayar uang perpus."
"Berapa?" Grey langsung merogoh saku celananya dan mengeluarkan dompet hitamnya dari saku belakang. Begitu ia membuka dompet itu, Grey baru teringat kalau ketiga kartu Atmnya masih berada di Tito. Namun memang Grey masih punya satu Atm pribadi miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Biru
RandomBook 2 after "OXYGEN". This lovely cover by @aamplass Selamat datang di dunia Biru. Dunia yang lebih kelam dari kelabu.