Dear Biru : Memang terkadang banyak hal yang tidak kita mengerti, namun tetap harus kita terima. Seperti mengapa manusia menjadi penghuni bumi, meski surga terasa lebih baik. Seperti mereka-mereka yang merasa dunia tak pernah menerima kehadirannya. Seperti mereka-mereka yang ingin menetap, namun ternyata hanya ditakdirkan untuk singgah. Seperti mereka-mereka yang hidup, namun terasa seperti mati.
***
Sebenarnya kepala Atlas masih sedikit pusing saat lelaki itu membuka matanya, entah efek dari obatnya yang membuat Atlas terus mengantuk sejak kemarin, atau memang efek dari kekacauan tubuhnya kemarin. Namun begitu pandangannya jelas dan melihat Navy yang berbaring di sampingnya dengan senyuman lebar, membuat Atlas benar-benar terkejut dan membuka matanya seketika.
"Anjir, lu ngapain?" Serunya sambil memundurkan tubuhnya menjauh dari lelaki disampingnya.
Navy mengantupkan bibirnya dengan raut wajah yang tiba-tiba seperti orang sedang berpikir, "Kalo diliat-liat, lo ganteng juga ya At."
Mendengarnya, Atlas pun langsung mengusap tengkuknya yang merasa geli dengan ucapan Navy. "Apaan sih, sakit lu ya?"
"Serius loh At."
"Udah-udah, jijik gue." Melihat raut wajah Atlas yang lucu, Navy pun akhirnya tak dapat menahan tawanya lagi. Lelaki itu langsung bangun dari tempat tidur Atlas sambil tertawa.
Sebenarnya tadi ia ingin membangunkan Atlas, namun Navy ragu-ragu, karena memang ia tak tau bagaimana keadaan Atlas hari ini. Jadilah Navy malah berbaring disamping lelaki itu, namun tiba-tiba pemilik kamar itu terbangun. Membuat ide jail Navy pun muncul kepermukaan.
"Udah buruan bangun. Mau sekolah gak?" Seru Navy sebelum akhirnya keluar dari dalam kamar Atlas.
Yang diperintah untuk bangunpun akhirnya bangkit dan mengikuti Navy dari belakang, "Emang lo udah gak apa-apa?" Tanya Atlas, membuat Navy memutar bola matanya malas, meski Atlas tak bisa melihatnya karena Navy memunggunginya.
"Kan yang lagi sakit itu lo." Jawab Navy. Lelaki itu langsung duduk diruang makan. Mengambil beberapa roti dan mengolesinya dengan selai. Sarapan cepat yang hampir setiap hari menjadi menu mereka berdua yang kadang malas untuk memasak.
"Lo pingsan kemaren Nav."
"Ya terus?" Navy menoleh kearah Atlas yang sudah menyeret kursi disamping Navy dan mendudukinya.
"Ya lo sakit." Atlas menoleh kearah roti yang disodorkan oleh Navy dan mengambilnya, meski fokusnya bukan untuk sarapan.
"Gue pingsan udah kaya rutinitas tau gak sih. Santai aja. Gue gak apa-apa. Udah gak keitung jari berapa kali gue pingsan, tapi gue belom mati kan?" Navy mengulum bibirnya begitu menyadari kalau ia salah berbicara. Namun ia tidak ingin terlihat merasa bersalah, akhirnya yang dilakukannya hanya melahap roti yang ia buat.
"Nav! Jangan sembarangan kalo ngomong!" Bentak Atlas yang memang sangat sensitif kalau Navy sudah membahas tentang hidup dan mati.
"Sorry." Jawab Navy dengan suara pelan seolah anak itu masih memiliki gengsinya untuk lebih terbuka dengan Atlas. Bukankah ia yang ingin hubungannya dengan Atlas menjadi lebih baik? Mengapa Navy sendiri tidak bisa meredam gengsinya?
"Gue gak mau di tinggal lagi. Lo ngerti kan?" Atlas langsung meletakan roti yang tadi diberikan Navy ke atas piring dihadapan Navy kemudian pergi begitu saja meninggalkan Navy yang tersentak mendengar ucapan dari lelaki itu.
Disatu sisi Navy senang karena Atlas mulai terbuka dan berani mengungkapkan perasaannya seperti tadi. Namun disisi lain, Navy merasa bebannya semakin berat. Apa bisa ia tetap berada di sisi Atlas? Apa bisa Navy tetap berada dibumi ini? Apa bisa ia sembuh?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Biru
RandomBook 2 after "OXYGEN". This lovely cover by @aamplass Selamat datang di dunia Biru. Dunia yang lebih kelam dari kelabu.