Dear Biru 19

5.6K 645 57
                                    

Dear Biru : Kenapa masih bisa tersenyum kalau kamu sebenarnya sedang sakit? Sakit itu manusiawi kan? Jangan pernah lupa untuk jadi manusia ya Biru. Menangis saja kalau memang sakit.

***

Navy membasuh wajahnya setelah ia selesai memuntahkan cairan kental kemerahan dari dalam perutnya. Muntah darah lagi, pikir Navy. Akhir-akhir ini memang perutnya sering sakit dan juga beberapa kali anak itu muntah darah. Namun tak ada yang tau soal itu. Navy menutupinya dengan apik. Di samping semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing dan tidak memberi perhatian lebih pada anak itu. Yang menurut Navy adalah hal yang bagus.

Baru saja Navy membuka pintu kamar mandi, ia langsung terkejut dengan sosok yang berdiri di depan pintu sambil memandanginya lekat, bahkan Navy sampai memundurkan tubuhnya tiba-tiba karena terkejut.

"Kenapa lo?" Tanyanya curiga.

Navy menggelengkan kepalanya, "Gak apa-apa."

"Masa?"

"Gak usah sok peduli." Navy langsung melenggang melewati tubuh Atlas dan duduk di sofa depan televisi. Ia masih tinggal di rumah Atlas, entah sampai kapan. Sejujurnya ia ingin cepat kembali kerumahnya karena tidak ingin merepotkan lama-lama. Namun Tito melarangnya.

"Gak usah ge'er ya," tanpa menoleh, Navy bisa menebak apa yang sedang Atlas kerjakan karena ada suara dentingan dari gelas yang beradu dengan sendok. Sepertinya anak itu sedang membuat minuman, mungkin susu? Atau cokelat panas? "Gue cuma males aja kalo lo tiba-tiba collapse. Kita cuma berdua sekarang."

Navy menyalakan televisi dengan malas sambil berujar, "Ya diemin aja kalo gue collapse."

"Nanti kalo lo mati, gue jadi saksi mata. Males banget." Entah apa yang Atlas buat, namun suara mengaduk itu masih saja terdengar.

"Ya kabur aja. Tinggal bilang lo gak ada di rumah pas gue collapse."

Suara dentingan itu berhenti. Atlas langsung menoleh kearah Navy, namun anak itu masih tenang saja sambil menonton televisi. "Lu tuh bener-bener pengen mati ya?"

Ada jeda beberapa detik sebelum Navy kembali bersuara, "itu lo tau."

Navy bisa mendengar tawa Atlas yang terdengar mengejek sebelum suara dentingan itu kembali terdengar. Lama-lama Navy risih juga. Apa sih yang lelaki itu buat hingga ia mengaduknya selama itu? Namun Navy masih tidak ingin menoleh kearah dapur di belakangnya.

"Kasian ya Grey punya ade kaya lo. Berkorban buat hal yang sia-sia."

Brak!

Suara hentakan meja itu membuat Atlas tersentak. Saat ia menoleh kebelakang, ia bisa melihat Navy yang sudah berjalan kearahnya, lelaki itu bahkan mendorong Atlas hingga tubuhnya terbentur meja makan dibelakangnya. "Bisa gak, bacot lo itu di jaga? Jangan karena lo adenya Tito, lo bisa ngomong seenaknya."

Atlas terlihat tidaj takut sama sekali. Lelaki itu malah mengulas senyuman mengejek. "Ada yang salah sama omongan gue?"

Navy tidak menjawab ucapan Atlas. Ia hanya diam menatap tidak suka tepat dimanik mata cokelat mikih Atlas. "Gak salah kan? gak usah sok jagoan depan gue." Atlas mendorong tubuh Navy hingga tercipta jarak diantara keduanya.

"Kalo lo mau mati, mending dari sekarang aja. Biar Bang Grey atau bahkan kakak gue sendiri, gak perlu repot ngurusin lo." Atlas mengepalkan tangannya seolah bersiap untuk perang dengan Navy, namun tidak seperti dugaannya, Navy justru hanya diam. Dadanya naik turun seolah menahan amarah. Tanpa sadar kalau anak itu benar-benar terluka atas ucapannya.

Dear BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang