Sepasang sepatu convers berwarna hitam itu melangkah santai menyusuri lorong kelas. Di belakangnya mengikuti seorang lelaki yang juga berjalan namun terlalu sibuk dengan isi tasnya dan mencari-cari keberadaan dompetnya. Sudah panik namun ternyata dompet cokelat itu hanya terselip diantara buku-bukunya. Lelaki itupun kembali menarik resleting tasnya dan berjalan agak cepat agar bisa mengimbangi lelaki di depannya.
Setelah hampir seminggu absen. Akhirnya mereka berdua datang ke sekolah. Untung saja kali ini alasan mereka cukup jelas, sehingga baik Atlas ataupun Navy tidak di beri surat peringatan karena tak kunjung masuk sekolah.
Kaki Atlas belum sembuh seutuhnya namun jahitannya sudah di buka dan jalannya sudah lebih baik dari pada minggu kemarin. Begitu juga Navy yang sudah terlihat lebih segar. Meski wajah pucatnya memang akan selamanya terlihat pucat. Setidaknya, tak sepucat minggu kemarin yang terlihat seperti vampire butuh darah.
"Nav!" Panggilan dari arah belakangnya itu membuat Navy menghentikan langkahnya dan menoleh. Begitu juga dengan Atlas.
Kini mereka bisa melihat Nana yang berlari menghampiri mereka. Ada desiran tidak enak yang berjalan di dada Navy saat melihat gadis itu. Kabar kalau Nana sudah memiliki label 'pacar' dengan Oki sudah tersebar kepenjuru sekolah. Termasuk juga ke kuping Navy. Bahkan gadis itu tak memberitahunya. Navy tau dari orang lain. Dan rasanya lebih sakit.
Namun Navy harus terlihat baik-baik saja.
"Gue ke kelas duluan ya." Atlas menepuk bahu Navy kemudian berjalan meninggalkan lelaki itu sendiri. Membuat desiran aneh itu terasa semakin menyiksa.
"Nav." bahkan gadis itu tak lagi memanggilnya Biru. Ah, padahal sudah lama Nana tak menganggilnya 'biru' lagi, kenapa harus Navy merasa kecewa.
"Oy Na." Navy tersenyum. Jenis senyum tidak ikhlas yang entah bagaimana Navy terlalu mahir untuk membuatnya terlihat menjadi senyuman tulus.
"Gimana? Udah mendingan."
Navy menggerakan tangannya di udara dari atas sampai bawah tubunya, "Liat aja sendiri. Udah ganteng lagi kan gue?" Candanya membuat Nana tersenyum. Dan entah mengapa senyuman itu terasa menyakitkan.
"Nav.." ada jeda sepersekian menit sebelum Nana kembali berujar, "Gue mau ngomong boleh?"
"Ini dari tadi ngomong."
"Serius." Tangan Navy langsung terangkat mengusap tengkuknya sambil menundukan kepalanya. Ini terasa begitu tak nyaman. Rasanya Navy ingin lari secepatnya dari sana dan tidak ingin bertemu dengam gadis itu lagi. Namun, rasanya terlalu kekanakan. Terlebih karena semua ini adalah keputusan Navy sejak awal. Yang lelaki itu tidak tau, kenapa semuanya terasa seberat ini.
"Gue jadian sama Oksi." Ujarnya yang entah mengapa kata-kata itu seperti bermetamorfosis menjadi belati dan menusuknya terlalu dalam. Ada sesak tanpa sebab yang bisa lelaki itu rasakan. Dan di banding menangis, lelaki itu malah tersenyum. "Iya, tau kok. selamat ya."
"Maaf." Navy bisa melihat mata gadis itu yang tiba-tiba berkaca-kaca. Dan yang satu itu, Navy tidak bisa mengartikannya. Bahagiakah? Atau justru sebaliknya?
"Maaf buat?"
"Karena baru ngasih tau sekarang." Navy tersenyum. Kecewa dengan dirinya sendiri yang sempat mengira kalau Nana meminta maaf karena telah melukai hatinya dengan menerima Oksi menjadi kekasihnya. Namun tidak. Atau bahkan gadis itu tak menyadari kalau ada hati yang mati di sana?
"Oh, Santai." Navy menepuk lengan Nana pelan, masih dengan senyuman di bibirnya.
"Are you.... oke?" Tanya Nana terbata-bata membuat senyuman Navy sempat hilang beberapa detik. Apa terlalu ketara?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Biru
RandomBook 2 after "OXYGEN". This lovely cover by @aamplass Selamat datang di dunia Biru. Dunia yang lebih kelam dari kelabu.