Dear Biru : Percaya atau tidak, berhenti berlari tidak membuat semuanya lantas berhenti. Aku tau kamu lelah, istirahat saja, petang tau kamu butuh itu. Namun yang pagi tau, kamu harus bangkit lagi. Yang siang tau kamu harus terus berlari lagi. Dan semoga malam tidak tau, kalau kamu menangis lagi sebelum terlelap.
***
Nana tidak tau mengapa kemarin ia sama sekali tidak mengingat Navy. Dan mungkin karena kelas mereka sekarang terpisah Nana jadi semakin tidak ingat. Memang hidup Nana saat ini lebih rumit semenjak ia mengucapkan janji pada sahabat kecilnya itu. Ada hal yang perlu Nana lakukan dan sepertinya butuh effort yang besar.
Dan barulah hari ini Nana menyadari kalau Navy tidak ada di rumahnya. Tidak ada pula di sekolah. Ponselnya tidak aktif, namun saat jam istirahat akhirnya Nana mendapatkan kabar dari Atlas kalau Navy masuk rumah sakit.
Nana menghela napas terlalu dalam saat membaca pesan singkat dari Atlas tersebut, di tambah lagi saat ia mencoba menghubungi Atlas namun malah di reject oleh laki-laki itu. Nana khawatir. Sangat khawatir sampai ia lupa akan janjinya sendiri. Sampai ia tidak menyadari kalau laki-laki yang harusnya ia curi perhatiannya tidak masuk sekolah juga. Yang ada di pikiran Nana hanya Navy.
Tepat setelah bel pulang berbunyi gadis itu langsung cepat pergi ke rumah sakit dari alamat yang di berikan oleh Atlas, dan untungnya nomer ponsel Navy saat ini sudah aktif. Akhirnya tanpa menunggu lama lagi, meski sudah berada di depan bangsal tempat Navy di rawat, gadis itu langsung menekan gambar telpon di ponselnya dan menghubungi Navy.
"Lagi di mana Na?"
Nana ingin menjawab pertanyaan itu, namun terpaksa harus tertahan karena 2 orang suster keluar dari pintu cokelat di belakangnya sambil mendorong seorang pasien di atas kursi roda. Nana pun mengulaskan senyuman permintaan maafnya, kemudian berpindah posisi. Persis di depan papan bertuliskan 'CATLEA'
"Di rumah sakit nih. Kamar lo ruang berapa sih?" Lelaki di seberang telepon itu tidak langsung menjawab, seolah ia terkejut dengan ucapan Nana. Jangan salahkan lelaki itu, memang Nana tak memberi tau dirinya terlebih dahulu.
"Lo dimananya emang? Gue samperin aja, di sini rame." Jawab lelaki itu. Sejujurnya Nana juga malas jika harus berada di dalam sana.
"Di depan Catleanya. Di lorong."
"Oke tunggu." Seusai mengatakannya, lelaki itu langsung mematikan sambungan telponnya.
Nana pun memasukan ponselnya kedalam saku, memeluk pelastik putih berisi makanan ringan kesukaan lelaki itu sambil bersandar pada dinding. Tak berapa lama kemudian pintu cokelat di dekatnya terbuka. Nana mengira itu adalah orang yang di tunggunya, hingga ia menegakan tubuhnya.
Namun tubuh Nana membeku di tempat begitu manik matanya bertemu dengan manik mata cokelat yang bahkan baru ia sadari warnanya. Berbeda dengan Nana, lelaki itu terlihat biasa saja, seolah ia tak melihat Nana sama sekali dan berlalu begitu saja di bantu dengan suster di belakangnya.
Hal itupun menjawab kenapa hari ini Nana harus duduk sendiri lagi. Dan memberikan Nana alasan lebih untuk membuka ponselnya dan menambahkan pertemanan yang sempat tertunda di aplikasi linenya itu. Dan tanpa berpikir panjang, gadis itu mengirimkan pesan singkat pada lelaki itu.
Nana : lo sakit apa?
"Na!" Gadis itu langsung mengangkat kepalanya begitu mendengar namanya di sebut. Senyuman Nana langsung terulas begitu melihat lelaki itu juga tersenyum sambil bersandar pada pintu kayu tersebut.
Namun senyuman Nana pudar ketika manik matanya mengarah pada lengan Navy yang menggantung di dada dan di bebat perban putih. "Tangan lo beneran patah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Biru
RandomBook 2 after "OXYGEN". This lovely cover by @aamplass Selamat datang di dunia Biru. Dunia yang lebih kelam dari kelabu.