Dear Biru 34

4.8K 572 52
                                    

WARNING!
Well, hello. First thing first, this part written by unprofessional writer in the train while she's very stressful about life and stuff. So it's not gonna be good. and she just don't care and post it lol. So. Yeah. She said sorry btw lol wkwk enjoy the weirdness.

***

Dear Biru : don't you dare to leave me.

***

Navy membuka mulutnya serentak dan tanpa berbicara apapun, Grey di hadapannya sudah tau kalau anak itu minta di suapi. Jadilah sesendok nasi goreng yang hampir masuk kedalam mulutnya langsung urung ia lahap, diarahkan sendok itu ke mulut Navy yang langsung di lahapnya dengan senang hati.

Navy, adiknya paling manja, adik satu-satunya, orang yang paling Grey rindukan dan kalau bisa, Grey ingin memberikan dunia untuk Navy. Segalanya untuk anak itu. Kalau saja bisa, mungkin Grey sudah menukar tubuhnya dengan tubuh Navy. Agar ia saja yang merasakan sakit. Agar Navy bisa hidup normal selayaknya anak-anak lain.

"Bikinan Atlas ya ini? Pantes enak." Ujar Grey yang langsung di jawab dengan wajah di tekuk milik Navy.

"Gue kali yang bikin."

"Udah deh gak usah pake boong. Lo nyalain kompor aja gemeteran." Ledek Grey masib tidak percaya kalau Navy yang membuatnya.

"Sumpah dah, gue yang buat." Navy tidak berbohong. Memang pagi tadi ia minta di ajari oleh Atlas cara membuat nasi goreng, karena jujur saja, nasi goreng buatan Atlas adalah nadi goreng terenak yang pernah Navy makan. Ya walaupun saat membuatnya lebih banyak Atlas yang bertindak. Tapi setidaknya Navy juga berusaha.

"Kesambet apaan tiba-tiba lo jadi suka masak gini? Ngebet kawin ya lo? Mentang-mentang udah punya pacar sekarang."

"Ngaco," Navy mengambil alih sendok di tangan Grey dan memasukan sesuap nasi lagi kemulutnya, "Ini aja baru pertama kali gue masak." Ujar Navy meski sambil mengunyah dan suaranya samar terdengar namun Grey masih bisa menangkap maksud ucapannya.

Lelaki di hadapannya yang sedang memakai baju oranye itupun menjulurkan tangannya dan mengelus puncak kepala Navy, "udah gede ya ade gue sekarang."

Navy menyengir lebar sambil hingga deretan giginya terlihat, sama sekali tidak risih di usap seperti itu dengan Grey, karena jujur saja, ia rindu. "Udah dong. Makanya cepet pulang."

Senyuman yang tadinya terukir di bibir Grey pun akhirnya luntur. Di turunkan tangannya dari puncak kepala Navy, membuat anak itu merutuk dalam hati, lagi-lagi ia salah bicara.

"Maaf ya, gak pernah ada buat lo."

"Dih jadi lebay, gak suka ah gue." Seru Navy berusaha dengan candaannya agar percakapan itu tidak menjadi kaku atau paling tidak, tak menjurus menjadi percakapan mellow. Karena jujur saja Navy lelah dengan hidupnya yang menyedihkan, ia hanya ingin berbahagia sekarang, melepas rindu dengan Grey. Bukan membahas hal-hal yang membuatnya luntur.

"Mau peluk lo dong. Boleh gak?" Ujar Grey sambil melirik kekanan dan kirinya, karena memang bukan hanya mereka yang berada di sana, namun beberapa tahanan lain yang sedang di jenguk oleh keluarganya berada di ruangan yang sama.

"Kenapa pake ijin segala," Navy bangkit dari tempat duduknya kemudian berjalan sedikit sampai berada di samping Grey, kemudian memeluk lelaki itu, "biasanya asal meluk aja."

"Kangen banget gue sama lo Nav." seru Grey dengan suaranya yang tiba-tiba sumbang. Sungguh, Navy tidak ingin ada air mata hari ini. Navy bisa merasakan gerakan tangan Grey di punggungnya, benar-benar nyaman, namun seolah menyihir air mata Navy untuk tumpah.

Dear BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang