10

11.7K 281 8
                                    

"yunaaa tolong bukain pintu dulu dong ibu lagi masak nih" teriak ibu dari dapur.

Aku sedang dikamar menyelesaikan tugas kantor yang kubawa ke rumah.

"permisi" sapa seseorang dari balik pintu.

Aku membuka pintu dengan tergesa-gesa, saat mendengar ketukan pintunya semakin keras.

"oh kamu" kataku malas saat melihat arlan berdiri didepan pintu.

"aku gak disuruh masuk?" tanyanya dingin.

Aku merentangkan sebelah tanganku untuk menyuruhnya masuk.
Saat didalam, matanya berkeliling melihat ruangan di rumahku. Mungkin dia tidak pernah datang ke rumah sekecil ini sebelumnya, makanya heran.

"ini gak ada apa-apa nya sama rumah kamu. Jadi gak usah diliatin" sindir ku sinis.

Tanpa disuruh arlan langsung duduk diruang tamu

"kamu sendirian?"

Aku menggeleng. Kemudian ibu datang menghampiri "eh nak arlan kirain siapa"
arlan langsung bersalaman dengan ibuku.

Kini ibu nimbrung duduk disamping ku "ada apa malam-malam kesini?"

Arlan tidak langsung menjawab, dia menggaruk tengkuknya yang aku yakini pasti tidak gatal, hanya alasan menghilangkan grogi

"sebenarnya saya kesini mau membahas soal perjodohan bu"

Aku menatap tajam arlan. Kini aku tertarik. Penasaran. Seberapa beraninya dia menolak perjodohan ini didepan orangtua ku.

"assalamualaikum" bapak pulang tepat waktu.

Kami menjawab berbarengan. Seperti aku dan ibu, reaksi bapak juga kaget saat melihat arlan datang.

"begini pak ibu. Soal perjodohan yang papa saya rencanakan dengan bapak..." ucapan arlan menggantung.

"saya bersedia menerima perjodohan ini"

Aku mendongak kaget mendengar ucapan arlan. Aku menatap nya dalam-dalam. Mencari letak kebohongan dimatanya. Dimana arlan yang beberapa hari lalu bersikeras menolak perjodohan ini? Apa dia sudah kembali menjadi arlan yang kupuja sebagai nasabah charming?

Ibu tersenyum lega. Bahkan bapak langsung memeluk arlan yang duduk disampingnya.

Sedangkan aku. Apa perlu kuberitahu wajahku yang sudah pucat pasi ini. Tubuhku yang menegang seketika. Dan mulutku yang terkunci rapat.

Arlan pamit pulang setelah cukup lama berada dirumah ku. Setelah dia memberitahu kabar baik soal perjodohan kami, bapak dan ibu langsung menyuruhnya makan malam dirumah. Nasi dan lauk pauk yang ibu buat langsung disodorkan padanya tanpa mengindahkan ku yang hanya kebagian sedikit.

Bapak memintaku mengantarkan nya kedepan gang. Karena mobil tidak bisa masuk kedalam gang ku. Arlan harus memarkirkannya dijalanan.

Aku berjalan dibelakang arlan. Sengaja tidak mensejajarkan langkahnya.

"kamu biasanya berangkat kerja jam brapa?" tanya arlan memecah keheningan.

"tujuh" jawabku singkat.

Arlan hanya mengangguk.

"masuk sana" suruhnya dengan gerakan mengusir saat tiba didepan mobil.

Aku mengangguk dan berbalik.

"yuna tunggu" panggilnya

"ya?"

"besok pagi aku jemput" gumamnya sambil bergegas masuk kedalam mobil.

                             🍁🍁🍁

Pagi ini aku sengaja mempercepat sarapan ku, supaya bisa lebih awal berangkat kerja.
Semalam arlan mengatakan akan mengantarku ke kantor. Mungkin dia lagi kesambet. Tapi yang pasti aku tidak mau diantar olehnya. Kalau aku berangkat lebih pagi, dia pasti tidak akan bertemu denganku.

"oh astaga" teriakku saat membuka pintu rumah. Arlan tepat berada diluar.

"udah siap?" tanya nya sambil menatapku dari atas sampai bawah.

"ada yang salah?" tanyaku sinis.

Aku berangkat kerja memang seperti ini. Memakai kaos dan jaket. Celana jeans nyetrit. Rambut dikuwel-kuwel. Tidak dandan. Dan hanya memakai sendal jepit.
Apa dia berpikir aku sudah rapih seperti saat dia bertemu dengan ku di bank? Oh tentu tidak. Semua barang-barangku ada dikantor. Itu artinya aku hanya akan berdandan disana.

"ada apa yuna?" teriak ibu dari dalam rumah

"gak ada apa-apa bu" kataku berbohong.

Jelas ini ada apa-apa. batinku kesal

"selamat pagi bu, pak" sapa arlan dengan senyum mengembang.

Aku berdecak. Sampai dia menengok kearahku. Aku langsung mengarahkan pandangan ketempat lain.

"nak arlan kok datang pagi-pagi begini" tanya ibu heran.

"saya mau minta izin ibu buat antar yuna ke kantor" katanya dengan nada rendah.

Ibu tersenyum penuh arti "gak usah minta izin. Kan yuna nantinya akan jadi tanggung jawab kamu"

Aku manyun. Tapi arlan tampak tenang dengan ucapan ibu. Dia malah senyam-senyum gak jelas.

"aku pamit bu assalamualaikum"

aku menyalami ibu sambil menghentakkan kaki kesal dan meninggalkan arlan yang masih berdiri disana.

"kenapa bawa mobil sih? Udah tau tiap pagi jalanan macet. Bisa telat deh" gerutuku saat melihat arloji dipergelangan tangan.

Arlan menoleh kearahku dengan tatapan mengintimidasi "tutup mulut atau aku turunin disini"

Gila. Ini manusia macam apa coba? Apa dalam hidupnya tidak boleh menampung kritikan? Aku mengatakan hal yang benar. Tapi dia malah mengancamku.
Harusnya dia hafal jalanan sini terkenal dengan kemacetannya. Aku saja naik angkot yang abangnya kalau bawa ugal-ugalan, setengah jam perjalanannya. Gimana ini?

"makasih" kataku ketika menyadari mobil arlan sudah terparkir didepan kantorku.

Aku langsung saja keluar tanpa menunggu respons dari arlan.

"yuna" teriak arlan dari balik kaca mobil yang dibuka sedikit.

Apa lagi? Batinku kesal

"nanti sore aku jemput"

Tuh kan. Aneh kan. Dia bisa berubah pikiran dan bersikap manis dari semalam itu gak masuk akal. Kalau saja dia tidak menunjukkan sifat aslinya yang menyebalkan waktu di cafe dulu, mungkin aku akan langsung berlari ke arlan, berteriak sekencang-kencang nya dan mengatakan kalau aku mau diantar-jemput dia, tiap hari juga gak masalah.
Tapi sekarang, sudah lain ceritanya.

"yuna, gue kayak lihat arlan tadi naik mobil" dira menghampiriku dengan wajah yang tampak terkejut di pantry.

Aku enggan menjawab. Dan meneruskan berdandan. Dira menatapku tajam seperti hendak mencari jawaban di wajah ku.

"wah lo hutang cerita sama gue" kata dira menggeleng-geleng.

                          🍁🍁🍁

"lo serius?" tanya dira sampai melotot-melotot.

Aku memintanya untuk mengecilkan volume karena sekarang ini masih jam layanan. Meskipun tidak ada nasabah.

Aku mengerutkan dahi "menurut gue itu salah"

"salahnya dimana? Itu artinya dia mencoba membuka hati buat lo" bisik dira sambil sesekali melihat komputer.

Aku mengetuk-ngetuk meja dengan pulpen. Kesal karena dira tidak mengerti. Seandainya
dia diposisi ku dia pasti tahu kalau ini semua tidak benar. Ada yang salah dengan sikap baik arlan. Dan aku tidak bisa menerimanya.

"heh heh kerja jangan pada ngerumpi" bentak bu ning sambil menjewer telinga ku dan dira.

"iyaa bu" rintih kami berbarengan.











Makin greget gak nih???????

My Ahjussi (Complete) TAHAP REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang