3

11.7K 235 2
                                    

"jadi lo udah berani whatsapp si arlan?" teriak dira saat aku ceritakan mengenai keberanian ku meng chat arlan beberapa hari lalu.

Aku mengangguk kencang.

"bagus na, berarti lo ada kemajuan. Lanjutkan"

Aku sedikit tertawa melihat dira yang begitu excited dengan ceritaku.

Mungkin karena akhirnya kami membahas topik percintaan dengan nya selama kami kenal dua tahun di kantor.
Biasanya dia yang selalu membahas masalah hubungan nya dengan, toni pacarnya yang membuat ku bosan mendengarnya.

"tapi gue takut ra" kata ku sambil menyeruput ice coffee pesananku.

Dira menghentikan makannya sejenak "takut kenapa sih?" dan melanjutkan makan lagi.

Aku memain-memainkan sedotan didalam gelas untuk mengusir kegelisahanku.

"lo tau kan gue itu kayak yang belum mau terbuka sama cowok sekarang. Tapi pas gue pertama kali lihat arlan gue merasa harus ngedapetin dia. Dan gue emang seneng dia balas chat gue. Tapi gue ngerasa dia tuh kayak yang gak antusias gitu balasnya. Singkat, padat, jelas. Itu bikin gue jadi gak bisa nanya apa-apa lagi ke dia"

Dira akhirnya fokus padaku "lo denger baik-baik ya na. Lo jangan terlalu banyak khawatir, lo jangan takut duluan. Ini tuh belom ada apa-apanya na. Dan gue gak mau ya denger lo bilang tapi tapi mulu. Lo tuh udah berapa tahun sih kerja di front liner? Masih aja susah ngadepin orang. Heran gue" kata dira sambil mengaduk-aduk carbonara nya menggunakan garpu.

Aku menggeleng pelan"yang kita bahas sekarang itu bukan sekedar nasabah ra. Ini tuh sudah menyangkut perasaan. Jangan disamain lah sama cara gue ngadepin nasabah-nasabah yang rese atau nyebelin"

Dira tertawa kencang "bener juga sih kata lu"

"eh tapi ra gue penasaran sih sebenernya. Dia itu kan udah ahjussi ya. Dan beda umur gue sama dia itu sepuluh tahun. Dia itu masih bujang atau udah nikah atau duda ya?" sepintas aku langsung mengkhawatirkan status arlan.

Dira tercengang sampai-sampai salah memasukkan garpu nya ke gelas minumannya.

"lo gak nyari tahu dulu tentang dia? lo cek ktp nya gak ? Lo gak buka din (data informasi nasabah) nya emang ?" tanyanya penasaran.

Aku menggeleng pelan dan dengan santai menjawab "enggak"

"bagus. Mending gak usah jadi cso lu " dengus dira sambil membanting garpu ke meja.



                              🍁🍁🍁





" assalamualaikum" teriakku saat membuka pintu rumah. Tidak ada orang diruang tamu, aku mencari di sekeliling ruangan.

Terlihat ibu sedang mencuci piring di dapur sehingga tidak mendengar salamku.

"bapak kemana bu?" tanya ku menyalami ibu sambil celangak- celinguk mencari bapak.

"bapak pergi ke rumah temannya tadi sore. Katanya ada urusan " jawab ibu sambil membuka celemek nya.

Ibu menyiapkan makan malam di meja.
Aku buru-buru menaruh tas dan membantu ibu menyusun lauk-pauk.

"kamu dari mana jam segini baru pulang?"

"aku abis dari mall bu sama dira, ngopi. Abisnya mumet kerjaan banyak banget trus rame lagi tadi nasabahnya membludak" aku terbiasa curhat dengan ibu mengenai kerjaan di kantor.
Apalagi kalau ada nasabah-nasabah yang nyebelin, rese yang membuat aku pernah menangis.

Tapi tidak semua nasabahku seperti itu, ada lebih banyak lagi nasabah-nasabah ku yang baik hati.
Yang tidak segan-segan memberikan aku beberapa hadiah berupa makanan ataupun barang. Hihi

"nasabah kamu baik-baik ya na" kata ibu ketika aku memberikan tas yang dikasih nasabah untuknya. Itu pertama kalinya ada nasabah memberikan ku hadiah saat awal-awal aku bekerja di bank.

"jangan capek-capek kerja nya. Nanti kalo kamu tepar lagi gimana?" ada kekhawatiran diraut wajah ibu.

Aku memeluk ibu dengan erat, memastikan agar beliau tidak khawatir dengan keadaanku "iyaa bu aku pasti jaga kesehatan"

Aku bergegas ke kamar setelah selesai membantu ibu.

"kamu nanti keluar ya na makan malam kalo bapak udah pulang" teriak ibu mengingatkan.

"IYAAA BU" jawabku kencang ketika sudah berada dikamar.

Tidak lama berselang bapak pulang, aku pun sudah selesai membersihkan diri dan beranjak keluar untuk makan bersama mereka.

"yuna ada yang mau bapak omongin" ucap bapak disela-sela makan malam.

Raut wajah bapak nampak serius, begitupun ibu yang terlihat memandangiku dalam.

Ada apa ini? Biasanya saat makan bapak paling tidak pernah bersuara, aku saja sering dimarahi kalau makan sambil cerita.

"iyaa kenapa pak?"

Bapak menaruh sendok setelah selesai menyantap makanannya dan memulai percakapan "tadi bapak bertemu teman lama bapak. Sekarang dia sudah menjadi orang sukses. Dia seorang dokter. Sekarang udah lumayan sukses. Dia punya rumah sakit di daerah tomang..."

"trus hubungannya sama yuna apa pak?" tanya ku menyela.

Bapak berdeham sambil menatap ibu dan kembali fokus padaku "teman bapak itu punya anak yang belum menikah. Dia bukan anak bungsu. Cuma dia satu-satu nya yang belum menikah diantara saudara-saudara nya yang lain. Trus dia juga seorang dokter"

Tunggu-tunggu.
Aku kurang paham.
Ini maksudnya bapak cerita silsilah keluarga teman nya itu buat nyuruh aku kerja di rumah sakit temannya atau aku mau dikenalin sama anaknya ?

"trus bapak cerita kalo kamu udah besar sekarang. Udah bisa cari uang sendiri padahal dulu om andy itu kenal kamu pas masih kecil" kenang bapak sambil tertawa.

Ibu yang duduk disamping bapak hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum.

"pas bapak kasih lihat foto kamu ke om andy dia langsung suka sama kamu dan mau ketemu sama kamu"

Aku tercengang.
Rasanya sulit untukku menelan ludah.

"kalo kamu mau nanti bapak kasih kabar ke om andy buat tentuin pertemuan kita" kata ibu mencoba menjelaskan.

Aku terdiam. Mencerna satu persatu ucapan bapak maupun ibu.

"ya om andy cuma mau ketemu aku aja kan? Bukan ada niatan buat jodohin aku sama anaknya?" pertanyaan ku membuat bapak dan ibu salah tingkah.

"iya nak, kalau memang didalam pertemuan itu ada terselip perjodohan yang dibuat om andy untuk kamu, kami gak memaksakan. Itu semua sepenuhnya keputusan kamu" jawab bapak penuh hati-hati.

Sudah aku duga ada niatan tersembunyi dibalik ini. Tapi aku hanya bisa diam dan terpaku mendengar ucapan bapak.

Kali ini ibu yang berusaha menenangkan ku, beliau mengusap punggung tangan ku dengan lembut "kamu boleh berpikir, na. Setelah sudah menemukan jawaban kamu bisa beritahu bapak kapan pertemuannya"

Aku mengangguk pelan, tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

Aku hanya tidak mengerti mengapa teman bapak ku ini ingin sekali bertemu denganku. Aku saja tidak ingat pernah bertemu dengan beliau dulu. Lalu mengapa sekarang aku harus repot-repot membuat pertemuan ini?

My Ahjussi (Complete) TAHAP REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang