Aku tersadar ditempat tidur. Aku beberapa kali mengerjapkan mata. Setelah kesadaranku kembali, aku mulai histeris lagi mengingat bapak. Seseorang di sampingku terbangun. Arlan disini bersamaku sejak tadi.
"yuna kamu baik-baik aja?" tanya arlan khawatir.
Aku semakin histeris dan menangis kencang. Arlan memelukku. Aku mengurai pelukannya dengan erat. Dia membelai rambutku mencoba menenangkan.
"aku mau ketemu bapak" kataku lirih.
"iya kita temui bapak kamu tapi setelah kamu merasa tenang. Aku udah telepon papa dan saat ini papa sudah datang ke rumah sakit melihat bapak kamu"
Arlan menghapus air mata ku dengan punggung tangannya "kamu mau langsung kesana?" tanya arlan sambil membelai rambutku.
Aku mengangguk pelan.
"tapi kamu harus janji gak boleh histeris kayak gini didepan ibu kamu" kata arlan "ibu kamu jauh lebih terpukul melihat bapak kamu sakit. Jadi kamu gak boleh buat ibu kamu khawatir dengan bersikap seperti tadi" sambungnya.
Aku mengangguk lagi. Yang dikatakan arlan benar. Aku harus lebih tegar dibanding ibu. Ibu jauh lebih terpukul melihat bapak sakit. Ibu jauh lebih menderita melihat belahan jiwanya tak berdaya.
"kalo gitu ayok" arlan mengulurkan tangannya.
Aku menyambut uluran tangannya dengan senyum simpul
Sepanjang perjalanan ke rumah sakit arlan menggenggam tanganku. Aku membiarkannya.
"kamu tidur aja nanti kalo udah sampe aku bangunin"
Aku menghiraukan ucapan arlan dan tetap menatap kosong ke depan. Bagaimana mungkin aku bisa tidur. Kalo aku belum bertemu bapak dan melihat keadaannya.
"tolong lebih cepat lagi mas" pintaku pelan.
Arlan menuruti ucapan ku dan mengemudi dengan cepat.
Akhirnya aku bisa sampai ke rumah sakit. Aku berlari cepat menaiki lift diikuti arlan yang setengah berlari di belakangku.
Kulihat ibu, om andy dan tante anin sedang berdiri didepan ruang ICU seperti sedang membicarakan sesuatu yang serius. Aku menghampiri mereka. Kemudian mengurai pelukan ke ibu. Ibu mengusap punggung ku. Mencoba memberi ketenangan padaku. Kemudian Ibu mengajakku untuk melihat keadaan bapak dari kaca ruang ICU. tangisku kembali pecah ketika melihat bapak terbaring di ranjang ruang ICU. Aku merasa bersalah pada bapak. Aku tidak pernah tahu dia merasakan kesakitan. Dia tidak pernah mengeluh dan selalu mengatakan baik-baik saja. Aku merasa gagal menjadi anaknya yang tidak pernah menjaga bapak dengan baik."kamu gak perlu khawatir yuna. Bapak mu akan baik-baik saja" kata tante anin mencoba menenangkan ku
Begitupun juga om andy yang mengatakan kalau keadaan bapak akan membaik setelah melakukan operasi stent jantung ( pemasangan ring jantung) nanti.
"maafin yuna ya pak. Yuna gak sadar kalo bapak sakit. Yuna udah pernah liat bapak kayak gini dulu tapi yuna malah gak bisa jaga bapak. Maafin yuna pak" aku menangis disamping ranjang bapak. Aku memegang tangan bapak yang hangat dan mengecupnya. Bapak terbaring dengan begitu tenang dengan banyak alat-alat medis terpasang ditubuhnya.
"yuna sebaiknya kamu istirahat dulu" kata ibu saat memasuki ruangan.
Aku menggeleng pelan "ibu aja yang istirahat. Biar aku yang jaga bapak disini" kata ku pelan.
Ibu mengambil kursi di sampingku dan menggenggam tangan bapak.
"kamu tahu bapak sudah lama mengidap penyakit jantung. Tapi dia tidak pernah mengeluh. Dia menjalani hari-harinya dengan penuh semangat. Sesekali ibu pernah mendapati bapak sedang meringis kesakitan. Tapi ketika ibu tanya jawabannya selalu baik-baik saja" akhirnya airmata yang sedari tadi ditahan ibu jatuh juga.
Ibu bercerita tentang bagaimana bapak melewati semuanya dengan begitu tenang. Bahkan dengan ibu yang notabene nya adalah istrinya sekalipun tidak pernah bapak mengeluh. Bapak memang tipikal suami dan ayah yang sedikit susah mengutarakan perasaan. Bapak tidak pernah marah pada kami. Tidak pernah sekalipun membentak kami. Tidak pernah membuat kami terluka.
Mungkin ini juga yang membuat bapak menyimpan semua kesakitannya sendiri karena bapak tidak ingin membuat kami bersedih.🍁🍁🍁
"yu..na" aku terlonjak bangun saat mendengar bapak memanggil.
"bapak udah sadar" teriakku saat melihat bapak sudah terjaga. Aku berlari keluar untuk memanggil perawat untuk melihat keadaan bapak.
"bapak kamu akan dipindahkan keruang biasa. Setelah itu kita akan menjadwalkan operasinya" kata om andy saat keluar dari ruang ICU.
aku dan ibu mengangguk. Kami tidak mengerti prosedurnya dan menyerahkan semua ke om andy.
"kamu jangan khawatir yuna. Semua akan baik-baik saja" kata om andy sambil menepuk-nepuk bahu ku.
Dia tidak sendirian. Ada arlan yang menemani om andy dibelakang sedari tadi. Aku sekilas menatapnya. Tapi kemudian memalingkan wajah ketika arlan menatapku balik.
"bapak akan baik-baik saja bu" kata arlan juga. Tapi tatapannya tertuju padaku seakan-akan dia mengucapkan itu padaku bukan pada ibu.
"oh ya ibu sudah sarapan? Ibu mau apa nanti saya belikan" tanya arlan pada ibu.
"ibu sudah makan tadi pas sekalian sholat subuh. Kamu belikan makanan untuk yuna saja. Dia sejak semalam menunggu bapaknya sampai belum makan"
"kalau gitu arlan ajak yuna makan di kantin gih" kata om andy menambahkan.
Aku menolak dengan mengatakan kalau aku belum lapar. Tapi ibu bersikukuh untuk menyuruhku sarapan bersama arlan.
"meskipun kamu gak lapar tapi kamu harus tetap makan. Kamu gak kasian sama kamu harus mengurus kamu juga nanti kalo kamu ikut-ikutan sakit" kata arlan ketus saat melihatku hanya mengaduk-aduk makanan di depanku.
Aku tak mengindahkan ucapannya. Pikiranku tetap tertuju pada bapak yang meskipun sudah sadar tapi kekhawatiran ini belum sirna sebelum operasinya dilakukan.
"yuna" panggil arlan sambil menyentuh tanganku.
Aku refleks melepaskan tangannya.
Dia nampak terkejut.
"aku harus kembali ke kamar bapak" kataku sambil berdiri.
"aku antar ya" kata arlan yang ikut berdiri di depanku.
"dokter arlan. Dokter nita memanggil di ruangannya" salah satu perawat menghampiri arlan.
"kenapa gak telepon saya" kata arlan dengan nada tinggi.
Perawat itu terkejut dan menundukkan kepala "kata dokter nita dia sudah menghubungi dokter tapi tidak diangkat"
Arlan langsung mengeluarkan ponsel dari saku jas nya.
"sebentar lagi saya kesana" ujar arlan yang dijawab anggukan oleh perawat itu.
Arlan melihatku canggung saat aku menatapnya.
"kamu bisa pergi sendiri kan ?" dia bertanya seakan-akan aku buta jalan.
"aku pergi dulu" kata ku sambil berlalu meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ahjussi (Complete) TAHAP REVISI
Romance" aku tidak mau ada perjodohan ini " katanya sambil mengesap hot coffee. Dia pikir aku mau adanya perjodohan ini? Dia kira aku yang memaksa untuk dijodohkan dengannya? Kenapa kesannya aku yang ngebet dengan perjodohan ini. Aku berdiri. Menyilangkan...