L. Nakayama Rizu 2

4.6K 760 14
                                    

Aku kembali ke tempat di mana Haechan mengistirahatkan dirinya, di bangku taman Sungai Han. Makanan ringan yang sebelumnya kubeli kuberikan pada laki-laki itu dan aku membuka soda yang masih di tanganku. Aku meneguknya.

"Kenapa?" tanyaku.

Haechan masih terfokus pada pemandangan di depannya, di mana hanya ada air. Kemudian dia bersandar pada kursi, membuka makanan ringan dariku dan memakannya. "Kamu tau nggak?"

"Tau apa?"

"Papa aku udah gak ada."

Aku diam. Aku sama sekali nggak tau fakta tentang itu. Teman-temannya maupun Haechan sendiri tidak pernah mengungkit soal itu. Aku ingin bertanya juga pasti kurang sopan.

"Papa udah gak ada," katanya lagi. "Dulu aku, mama, sama papa suka piknik di sini, Han. Besok-besok kita yang piknik di sini ya. Ajak temen-temen juga," lanjutnya sambil menggenggam tanganku.

Haechan lagi kangen papanya ya?

"Aku gak sedih," ucapnya. "Cuma kangen. Tapi bukan itu yang mau aku kasih tau ke kamu." Dia menatapku dengan senyuman manisnya. yHAAA siapa sih yang nggak ikutan senyum kalo dia senyum?

Dia memperlihatkan ponselnya yang menampilkan foto dirinya dengan orang Jepang. Mirip perempuan yang waktu itu ada di UKS. Bukan mirip! Tapi memang dia orang yang sama! "Inget cewek ini gak?" tanya Haechan.

Aku menangguk. Haechan tertawa kecil. "Maaf kalo sebelumnya aku keliatan bareng sama dia. Masa aku mau dijodhin sama dia, Han! Hahaha."

........

hAAAHH??!! YANG BENER AJA DONG, HAECHAN???!! Dia ngomong gitu seakan-akan perjodohan adalah hal yang bisa ditertawakan. Aku di sini shock berat kali!

Dia melihatku yang masih menampilkan wajah menegang. Tawanya sudah menghilang dan dia berkata, "Aku udah nolak dan masih berusaha untuk tetep nolak. Tapi mama keliatan maksa banget padahal Rizu sendiri udah punya Jaehyun."

Oooohhh. Jadi perempuan Jepang yang digosipin sama Kak Jaehyun itu Rizu?

"Tapi kayaknya Rizu udah mulai nerima. Soalnya ya... kamu bisa liat sendirikan kemarin dia kayak gimana?"

Aku mengangguk mengerti. Manikku memilih menatap lurus ke depan, di mana ada sungai yang begitu tenang. Bukan hanya dadaku yang terasa sesak, otakku pun merasakan hal yang sama. Kenapa seakan-akan semua masalah kembali terungkit dan membuatku harus memikirkan semuanya?

Aku berdeham. "Terus gimana?" tanyaku.

"Ya udah. Jalananin aja dulu."

Jawabannya sama seperti apa yang kupikirkan. Aku bersandar pada kursi dan masih setia menatap air yang bergerak pelan. "Nggak diterima aja, Chan?"

"Hah?! Ya nggaklah!" jawabnya lantang. "Aku gak mau sama Rizu."

Aku memiringkan kepalaku sehingga aku bersandar pada bahu Haechan. "Tapikan... cinta itu datang karena terbiasa. Iya gak?"

Haechan tidak menjawab. Ia melarikan jemarinya ke atas kepalaku dan mengelus surai milikku. "Kalo boleh egois, aku gak mau kamu pergi," ucapku.

"Aku nggak pergi," katanya yang masih mengelus rambutku. "Aku masih usaha untuk batalin perjodohannya."

"Hadeeeh. Mama ngapain sih? Iseng banget deh janji jodohin anaknya gini," gerutunya yang membuatku tertawa.

Aku mengangkat kepalaku dan berkata, "Mungkin dia takut anaknya nggak laku."

"Tapi nyatanya aku laku sama kamu kan?" tanyanya sambil tersenyum. "Besok main ke rumah yuk. Aku kenalin ke mama."

Di cerita yang sering kubaca, biasanya berakhir buruk jika mengenai perjodohan karena yang bersangkutan menerima ancaman. Apa Haechan dan Rizu akan diancam? Atau mungkin aku yang akan diancam?

Memang kalau dipikir lagi, tidak ada alasan kenapa ibunya Haechan menjodohkan anak laki-lakinya karena Haechan sendiri tidak tahu alasannya. Aku mengambil ponselku yang sedari tadi terus bergetar. Pesan dari Haechan terus saja masuk.

Jangan dipikirin
Aku coba bilang mama ya
Kamu gak usah sedih

Aku membacanya lewat kolom notifikasi dan belum berniat untuk membalasnya. Yang aku mau juga tidak memikirkannya. Tapi ini sesuatu yang baru, pengalaman yang baru. Aku kira perjodohan hanya ada di film atau di cerita. Nyatanya yang sebenarnya sudah ketinggalan zaman bisa terulang kembali di masa sekarang.

"Haechan ngapain sih ngajak aku ke rumahnya?"

Sebenarnya jawabannya sudah ada di otakku. Hanya saja aku takut.

Lee Haechan menelepon...

"Astaga, orang ini kenapa sih?" Aku menggerutu kesal dan menyembunyikan ponselku di laci meja belajar. Aku berlari ke ranjang dan memaksa diriku untuk terlelap. Berharap masalahku akan pergi, walau hanya sesaat.

enigma [ haechan ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang