C. Permen Kapas dan Kopi Pahit

9.5K 1.3K 187
                                    

Suara ketukan sepatu Haechan terdengar nyaring di koridor kelas. Ini bukan waktu belajar. Kegiatan belajar sudah selesai satu jam yang lalu. Tapi laki-laki periang ini masih berada di sekolah.

Matanya ia lirikan pada satu ruangan dengan beberapa murid di dalamnya. Di sana ada Hana. Ia mengetuk pelan jendela kelas. Hana yang berada persis di sebelah jendela menoleh dan melihat Haechan yang sedang melambaikan tangannya. Yang Hana lakukan adalah membalas lambaiannya sembari tersenyum.

"Aku tunggu di sini."

Itu yang Hana tangkap dari pergerakan mulut Haechan. Perempuan itu mengangguk dan kembali fokus pada buku tebal di depannya. Sedangkan Haechan membalikan tubuhnya dan duduk di bangku samping kelas.

Rumah Hana tidak jauh dari sekolah. Tinggal berjalan beberapa menit dan belok ke gang kecil maka rumah sederhananya sudah terlihat. Pantas saja Haechan sempat menghilang dari pandangan Hana. Nyatanya, laki-laki itu pulang untuk menyimpan motornya dan kembali ke sekolah menggunakan kendaraan umum.

"Motor kamu di mana?" tanya Hana pada Haechan ketika keduanya melewati parkiran kendaraan khusus murid.

"Di rumah," jawabnya. "Aku tadi pulang dulu buat nyimpen motor. Terus balik lagi buat jemput kamu."

Hana tertawa kecil. "Aku gak keberatan kalo harus pulang sendiri kok."

"Jangan gitu ah," timpal Haechan. Jari jemarinya berlari mengaitkannya pada jari milik Hana. "Aku pacar kamu. Kamu jadi tanggung jawab aku juga."

Merona Hana dibuatnya. Selanjutnya Hana melepaskan tautan jarinya dan menutup wajahnya. "Tadi siang kamu cuek banget. Kenapa sekarang jadi gini sih?" tanyanya dengan suara yang terhalangi tangan.

Laki-laki itu terkekeh. "Maaf ya," katanya. "Mood aku suka terombang-ambing gitu. Anggap aja yang tadi siang sebagai perkenalan biar kita lebih kenal deket."

Hana melepaskan tangan yang menutupi wajahnya dan mengangguk. Tangan Haechan kembali menarik jari kecil Hana ke genggamannya. "Kamu bingung ya kenapa tiba-tiba aku nembak kamu?" tanya Haechan.

Hana mengangguk.

"Aku juga bingung," jawab Haechan yang dilanjutkan dengan suara tawanya. "Aku cuma ngerasa kalo aku nembak kamu, aku bakal ngerasa bahagia. And I do feel happy now."

Hana tersenyum dalam diam. Ia tidak tahu kalau seorang Haechan bisa semanis Na Jaemin, laki-laki dari jurusan sebelah. Yang ia tahu, Haechan adalah seorang yang berisik, seorang icebreaker, dan seorang yang selalu terlihat bahagia.

"Berarti, waktu Runa bilang ke kelas aku kalau kamu suka sama aku, itu bener?"

Hana bergumam. "Iyaa gitu deh," jawabnya sembari menampakan deretan gigi rapinya. "Makasih udah bales perasaan aku," lanjutnya.

Haechan menangguk. Setelahnya kedua insan tersebut berhenti di depan rumah yang bercat cokelat dan krem. Di halamannya ditumbuhi bunga matahari dan mawar yang memiliki warna yang harmonis.

"Mau mampir?" tawar Hana. "Sekalian ngasih tau mama kalau anak gadisnya lagi seneng." Hana tersenyum lebar.

Haechan tertawa. "Kapan-kapan aja ya? Aku harus pulang."

Hana menatap punggung Haechan yang semakin lama semakin kecil dan akhirnya menghilang. Dengan isengnya, perempuan itu mengejar Haechan yang sudah berbelok ke arah kanan—arah halte bus berada.

Ia berhenti, menatap punggung Haechan yang berbalut rompi hitam. Laki-laki itu tidak sendiri. Di sebelahnya ada perempuan berambut panjang yang sibuk bermanja pada kekasihnya—kekasih Baek Hana.

Jadi seperti ini rasanya diterbangkan ke langit dan kemudian dihempaskan kembali ke tanah?

enigma [ haechan ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang