H. Apa Benar?

5.4K 932 71
                                    

"Hana."

Aku mematung. Kenapa ada suaranya? Apa aku sedang bermimpi?

"Hana." Suaranya terdengar lagi. Namun kali ini seseorang menarik tanganku dan aku tersadar.

"Mata lo sembab," kata Haechan. "Kenapa?"

Aku mengerjapkan mataku, kemudian menggeleng.

"Abis nangis kan?" tanya Haechan. "Runa tadi ke kantin. Terus dia cerita katanya lo kayak marah gitu."

Aku diam. Mataku terruju pada tangan yang menggenggam tanganku. Aku melepaskannya dan berkata, "Nggak kok. Gak apa-apa."

Haechan bersender pada dinding koridor. "Dia temen gue," kata Haechan. "Nggak usah cemburu."

Gimana nggak cemburu sih? Kamu kayak gitu kalo nggak ada aku. Kamu selalu bilang untuk jangan posesif tapi kamu sendiri udah langgar aturan pertama. Kamu tuh sadar nggak sih sama apa yang kamu lakuin?!

"Jangan terlalu posesif ya," ucap Haechan sembari menepuk tangannya di kepalaku. Selanjutnya dia menciun keningku, membuatku membeku di sana. "Gue balik ke kelas."

Lee Haechan gila. Aku nggak ngekang kamu. Aku nggak labrak kamu karena deket sama cewek. Aku cuma minta kamu untuk jaga perasaan aku. Atau mungkin kamu nggak ngerti sama apa yang kita tulis waktu itu? Yang kamu ngerti cuma cara ngebaperin cewek sih! Besok-besok mending nggak usah main sama Jaemin lagi!

"Kamu," kataku gantung. Suaraku cukup keras sehingga membuat Haechan berbalik. "Kamu yakin?" tanyaku.

Haechan kembali menghampiriku. "Yakin kenapa?" Dia balik bertanya.

"Kamu yakin dengan alasan kamu kalo kamu bakal bahagia kalo pacaran sama aku?" Mataku terasa panas. Sepertinya bendungan yang sedari tadi kucoba untuk tidak keluar akan keluar sebentar lagi.

Kenapa diam, sih, Haechan?

"Haechan," panggilku lembut. "Apa kamu yakin sama semua aturan yang kemarin kita tulis?"

"Apa bener kalo kamu sayang sama aku?"

Haechan lambat. Kenapa nggak jawab, sih?! Kamu bikin aku ragu!

Aku menarik napas dan mengeluarkannya. "Ya udah," kataku sembari mengusap air mata yang sudah jatuh dan tersenyum. "Katanya mau ke kelas? Sana masuk. Nanti dicariin guru." Aku mendorong Haechan, dengan maksud menyuruhnya ke kelas dengan cara yang manis.

"Kita gak putus kan?"

Aku menghentikan usahaku untuk mendorong Haechan. Kepalaku menggeleng. "Nggak kok," kataku. "Atau kamu mau kita putus?"

Haechan menggeleng pelan. Kurva terbentuk di wajahku. Aku mengambil tangan Haechan dan menaruhnya di puncak kepalaku. "Kalo gitu, Baek Hana masih milik Lee Haechan."

Kulihat Haechan tersenyum. Dia mengusak rambutku pelan. "Aku minta maaf," katanya. "Aku ke kelas dulu ya!"

Harusnya kamu putusin dia, Han. Kamu gak bisa percaya gitu aja sama Haechan. Kamu harusnya tau kalo dia bakal ngulangin kesalahan lagi.

Aku membaringkan tubuhku di kasur. Nggak, Han, pikirku lagi. Kalo kamu putusin dia, kamu bakal nyesel. Keputusan yang diambil ketika lagi marah itu nggak bakal berujung baik.

Ting!

Tanganku mencari keberadaan ponselku di nakas tanpa mengubah posisi tubuhku. Aku mengambilnya dan melihat notifikasi di sana.

"Haechan??!!"

Dengan cepat aku membuka pesan darinya. Jantungku seakan sedang berpesta. Tanganku tidak bisa berhenti bergetar. Bahkan senyuman memaksa untuk terbentuk.

Udah tidur?

Belum
Kenapa?

Aku di depan rumah.

"Di depan rumah???!??!" Aku keluar kamar untuk mengintip balkon depan. Lee Haechan benar-benar di sana!

Mau ngapain?

Ngajak kamu nge-date

Tapi ini udah malem

Aku udah bilang ibu kamu

"Udah bilang ibu?!" Aku pergi ke kamar ibu. Di sana ibu sedang membaca buku.

"Ibu," panggilku. Beliau menoleh. "Haechan bilang apa sama ibu?"

Sebelum menjawab, senyum ibu tercetak di wajahnya. "Dia minta izin untuk ngajak kamu pergi. Dari tadi ibu nungguin kamu siap tapi kamunya diem di kamar aja. Kirain ibu nggak jadi."

"Dia di depan rumah, bu!"

"Ya udah sana siap-siap!!"

enigma [ haechan ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang