Hari ini menjadi hari normal lainnya. Haechan sudah lama keluar dari rumah sakit. Ia sudah sekolah lagi. Sekarang Haechan bagaikan barang yang mudah pecah. Mark sebisa mungkin selalu berada di sisi Haechan—takut ada orang yang memaksa memunculkan ingatan terpendam Haechan. Sama dengan Hana. Perempuan itu juga selalu berusaha menjaga Haechan. Masalah Rizu, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu Haechan sembuh.
Hampir 1 bulan sejak laki-laki itu mengalami amnesia. Haechan masih menjadi orang yang ceria. Namun sejauh ini, ingatannya dengan Hana masih jauh tertimbun oleh kekosongan.
Haechan pernah bilang kalau ia merasa baik-baik saja—ia tidak masalah dengan ingatannya yang hilang. Haha, dia aneh ya. Walau begitu, Nyonya Lee tetap memberikan terapi pada anaknya. Mark, Hana, dan temannya yang lain juga mencoba membantu memunculkan kembali ingatan milik Haechan yang hilang.
"Mark," panggil Haechan. "Ini apa?" Haechan bertanya sambil menunjukan sebuah origami bintang yang ia temukan di dalam loker miliknya.
"Origami?"
Haechan tertawa dan memukul Mark pelan. "Gue juga tau kalo itu," katanya. "Tapi di loker gue ada banyak. Di dalam kotak gitu. Terus di rumah gue juga ada. Gue mau nanya tapi lupa terus."
Mark mengangkat bahunya. "Nggak tau. Kenangan sama orang yang disayang kali?"
"Kalo gue buka gimana?"
Mark menyipitkan alisnya. "Ya buka aja. Emangnya bakal keluar hantu? Kan nggak."
Haechan terkekeh dan memasukan kotak berisi origami bintang ke dalam tasnya. "Hana sama Runa di kantin kan? Ayo ke sana."
Di sisi lain, Hana merasa lemas setiap harinya. Perilaku Haechan sangat manis, tapi bukan hanya untuk dirinya. Tidak ada lagi Haechan yang posesif. Tidak ada lagi Haechan yang risih ketika Rizu datang. Laki-laki itu memang bersikap manis kepada Hana, namun selalu terbatas karena ada alasan 'nanti Mark cemburu'.
"Aku mau pulang sama Haechan," kata Hana pada Rizu. "Mark, aku hari ini pulang sama Haechan, nggak apa-apa kan?"
Perlakuan Mark tidak kalah manis. Ia adalah orang pertama—setelah orang tuanya dan Runa—yang Hana jadikan tempat bersandar, sebuah wadah untuk menampung air matanya karena tidak jarang perempuan itu menangis karena merindukan Haechan. Laki-laki keturunan Kanada ini rajin mengangar-jemput Hana karena takut pikiran Hana kosong dan akhirnya menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan. Akhir-akhir ini, hari-hari milik Hana dipenuhi dengan Mark.
"Aku mau pulang sama Haechan," ucap Hana lagi ketika melihat Mark tidak bergeming. Haechan datang 2 gelas minuman dan duduk di sebelah Mark.
"Haechan, hari ini aku pulang sama kamu ya?" tanya Hana pada Mark.
Haechan diam sebentar, kemudian menoleh kepada Mark yang sedang bermain dengan ponselnya. "Dia gimana?" tanya Haechan sembari menunjuk Mark.
"Aduh, Haechan. Udah dibilangin, Mark sama Hana itu nggak ada hubungan apa-apa," kata Runa. "Jadi gak usah mikir kalo Mark bakal marah atau apalah itu."
Hana mengangguk pelan dan melirik pada Mark yang masih saja diam. "Mau kan?" tanya Hana lagi.
"Iya," jawab Haechan.
"Tapi aku mau pulang sekarang."
Haechan melihat sekeliling dan kemudian netranya berhenti pada Hana. "O-oh ya udah. Ayo pulang sekarang," katanya sambil memakai tas ranselnya. "Mark, Runa, kita duluan ya."
Hana berdiri dari duduknya. Ia menepuk pundak Runa dan berkata, "Pergi dulu, Run. Dah, Mark!"
Berjalan melewati lorong yang hampir sepi, yang terdengar hanyalah suara gesekan sepatu dengan lantai. Terkadang suara nyaring juga terdengar dari pintu kelas yang tertutup dan menggema di lorong. Hana tau ini sangatlah canggung—tidak seperi biasanya. Sedangkan Haechan berpikir bahwa Hana bukanlah siapa-siapa melainkan perempuan yang disukai Mark.
Tepat saat mereka tiba di depan sekolah, hujan turun. Banyak dari mereka yang kembali masuk ke sekolah karena menghindari air yang datang dari langit. Berbeda dengan Haechan. Laki-laki itu malah berlari menerobos hujan, padahal Hana sedang mengeluarkan payungnya dari tas.
"Haechan!" teriak perempuan itu. Ia ikut berlari menerjang hujan dengan payung yang melindungi dirinya. "Haechan!!!" Hana kembali berteriak memanggil.
Haechan berhenti dan Hana berhasil melindunginya dengan payung. "Ngapain sih?" tanya Hana. "Aku bawa payung!"
Haechan terkekeh. "Gue pengen main air aja," jawabnya.
"Tapi ini hujan deres!"
Kekehannya terhenti. Hana menormalkan ekspresinya karena Haechan baru saja merotasi matanya. "Ya udah kan udah dipayungin. Jadi pulang gak?" Laki-laki itu menatap lurus ke depan. "Kalo gak jadi gue balik sendiri."
Amnesia maupun tidak, Lee Haechan tetap seorang yang sulit ditebak.
Bahkan perlakuannya sekarang juga tidak Hana tebak. Haechan mengambil paksa payung milik Hana dan akhirnya Haechanlah yang memegang payung itu. Ia juga merangkul Hana agar lebih dekat, membuat seragam Hana basah. "Ayo pulang," katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
enigma [ haechan ]
FanfictionEnigma /i-ˈnig-mə/ (n) a person that is mysteritous or difficult to understand. baek hana, perempuan yang dengan sulitnya mengerti kepribadian seorang lee haechan. katanya, dia jatuh cinta pada haechan.