Y.

4.1K 645 39
                                    

Waktu itu, rasanya semua orang berteriak pada Haechan. Semua kalimat yang diucapkan teman-temannya berdengung dengan keras di telinganya. Haechan bingung. Haechan lemah. Haechan tidak tau harus berbuat apa. Pada akhirnya, otaknya memilih untuk beristirahat.

Kabar baiknya, laki-laki itu sudah mulai mengingat semuanya. Mungkin hampir semuanya. Lee Haechan sudah ingat kalau dirinya punya seorang kekasih. Ia juga ingat kalau orang tuanya memaksa untuk menjodohkannya. Sayangnya, orang tua Haechan tetap keras kepala.

Suatu malam, Haechan memungut kembali memori yang belum lama terjadi, juga memori yang tidak boleh dilupakan. Ia berpikir bahwa setelah ini, setelah kecelakaan ini, hidupnya akan terus bersama Hana. Walaupun belum tentu juga, tapi setidaknya, laki-laki itu akan terus berusaha. Nyatanya, ibunya tetap memaksa Haechan untuk hidup bersama Rizu di kemudian hari.

"Selamat pagi, dunia !" Suara Haechan mengisi ruangan kelas yang sepi. Hari ini, ia memiliki senyum manis di wajahnya. "Hai!" sapanya.

"Are you okay?" tanya Mark yang sudah tiba lebih dulu.

Haechan mengangguk dengan senyuman yang masih tercetak. "Hana potong rambut," kata Haechan. "Cantik ... banget," lanjutnya.

Mark terkekeh mendengarnya. "Dia emang selalu cantik."

Lawan bicara Mark mengangguk setuju. "Ngomong-ngomong, gimana hubungan lo sama Hana?" tanya Haechan. Ia melihat Mark menautkan alismya, memberikan ekspresi kebingungan. Haechan menghela napas dan berkata, "Ya— lo tau kan kalo mama tetep bakal nyuruh gue sama Rizu? Lagi pula, pasti sesuatu terjadi pas gue belum ingat apa-apa."

"Kita deket. Ketika lo lagi sakit, kita makin deket. Tapi dia selalu bilang kalo dia kangen lo. Maksudnya, gak ada sehari aja dia gak ngomongin lo," jelas Mark. "Lo udah bilang dia?" tanya Mark.

Haechan diam sebentar. Ia mengetuk jari-jarinya ke meja. "Hari ini mau bilang," jawabnya. "Sekalian gue putusin."

"What the foOd?! Lo gila?!"

"Mark, kita udah mau lulus. Rizu udah putus sama Jaehyun. Mama selalu nanyain kapan gue putus."

"Segampang itu???!"

Pukulan mendarat di lengan Mark. "Nggaklah ! Gue deg-degan kali. Gue gak mau putus."

Mark mengelus lengannya yang terasa agak perih. "Katanya mau terus usaha. Terus kok sekarang nyerah?"

Lee Haechan menghela napasnya. "Bahkan ketika gue sempet sakit aja mama tetep maksa perjodohannya. Terus gue harus gimana lagi?"

Hana membasuh wajahnya dengan air dingin. Ia melihat pantulan dirinya di cermin. Wajahnya terlihat lelah. Di bawah matanya terlihat gelap. Kemudian ia tersenyum. Akhirnya, semua air mata yang jatuh sudah terbayarkan. Haechan sudah sembuh.

"Hana!!" Perempuan itu menoleh begitu seseorang menyapanya. Ia tersenyum dan berhenti.

"Hai," balasnya lembut. Hana tidak percaya kalau laki-laki di depannya sudah mengingat kembali apa yang dilupakannya. "Aku ... kangen," kata Hana.

Haechan tersenyum manis. Ia merangkul Hana dan mengajaknya pergi meninggalkan sekolah. "Gimana ulangannya?" tanya Haechan.

Hana mengingat bagaimana sulitnya soal ulangan yang diberikan ibu guru tadi. Ia bukannya tidak belajar, hanya saja apa yang diujiankan begitu jauh dari soal latihan. "Susah," jawab Hana. "Kayaknya bakal remedial deh."

"Hush! Gak boleh pesimis ah," kata Haechan. "Jangan pulang dulu ya? Aku mau ngobrol sama kamu."

Hari ini, Haechan ingin menuntaskan semuanya. Dari pernyataan bahwa perjodohan tidak bisa lagi diganggu gugat, sampai fakta bahwa laki-laki itu akan menyelesaikan hubungannya dengan Hana. Tolong jangan ditunda lagi. Haechan tidak ingin semuanya semakin rumit. Ketika waktunya lebih panjang, perasaan Haechan akan semakin bertambah besar. Akan lebih sulit untuk menyatakan semuanya.

Mereka duduk di sebuah kafe. Ingan kafe ini? Di tempat ini, Haechan menerima panggilan dari Rizu. Mereka duduk di tempat yang sama, juga dengan minuman yang sama. Keduanya duduk berhadapan. Keheningan menyelimuti mereka berdua.

"Mau ngomong apa?" tanya Hana. "Kelihatan ... penting?"

Haechan berdeham. Ia mengaitkan jari-jarinya pada milik Hana. Netranya menatap dalam manik milik Hana. Jantung Haechan derdetak lebih cepat. Ia gugup.

"Aku sedih," ucap Haechan. "Aku sedih ... karena aku gagal."

Hana mengeratkan genggaman tangan Haechan, seakan ia tahu ke mana arah pembicaraan ini. "Gagal kenapa?"

"Perjodohannya nggak bisa dibatalin," balas Haechan. "Mama udah wanti-wanti aku. Rizu udah putus dari lama," Haechan menarik napasnya dan membuangan perlahan. "Tinggal aku yang belum putus," lanjutnya.

enigma [ haechan ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang