M.

4.3K 730 15
                                    

Jadi ke rumah kamu?

Jadi
Tapi belum tau nih jam berapa
Aku lagi bantu-bantu mama

Nanti kabarin aja ya

Oke deh

Matahari sudah berada di atas kepala tapi Baek Hana masih bersantai di kamarnya. Ia menunggu kapan kekasihnya akan memberi kabar dan akhirnya mengajaknya ke rumah. Namun yang ditunggu justru tidak datang. Pada akhirnya, Hanalah yang harus memulainya lebih dulu.

"Kayaknya gak bakal jadi deh," gumam Hana. Ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar dan mencari sosok kedua orang tuanya yang ternyata sedang bersantai di ruang keluarga.

Hana mengambil tempat diantara kedua orang tuanya. "Eh si kakak kenapa nih?" tanya ayah.

Hana tersenyum dan menggeleng. Ia bersandar pada sandaran sofa. "Bosen," kata Hana. "Mau pergi dong, yah," pintanya.

"Kamu aja sana yang pergi," ujar ibu setelah beliau meneguk tehnya. "Sekalian belanja snack buat kamu sama Ethan."

"Eitttsssss, yang bener, bu?"

"Iya," jawab ibu. "Ambil dompet ibu di kamar. Ambil uangnya berapa aja. Tapi tau diri ya, sayang."

Setelah menempuh perjalanan 15 menit, Hana turun di halte bus. Ia harus berjalan sedikit dan sampailah ke supermarket terdekat dari rumahnya.

Ia berjalan pelan, bermaksud ingin menikmati suasanya siang hari yang cerah. Bagaimana angin menerpa helaian rambut milik Hana, bagaimana matahari menyinari kota yang bersih, bagaimana indahnya langit biru tanpa awan—Hana ingin menikmati setiap detik hidupnya.

Pintu supermarket terbuka secara otomatis begitu Hana muncul di depannya. Ia mengurungkan niatnya membuka daftar belanjaan ketika ia menyadari bahwa dirinya memiliki banyak waktu. Langkahnya ia tujukan pada bagian elektronik, peralatan rumah, pakaian, dan yang terakhir makanan.

"Kripik," gumamnya sembari menelusuri rak yang tersusun banyak sekali makanan.

"Seriously, Han? Kacang?" Ia bingung sendiri kenapa di sana tertulis kacang padahal dirinya dan Ethan alergi terhadap kacang. Namun kata Hana, ia menyukai kacang. Hanya saja tubuhnya tidak mau menerima makanan itu.

Ada lebih dari 30 menit Hana berbelanja. Semuanya hampir lengkap. Hana pergi ke bagian ramen. Ia dan adiknya adalah pencinta ramen. Memangnya siapa yang tidak suka ramen?

Namun kakinya melemas begitu sampai di lorong ramen. Di sana ada orang yang sangat Hana kenali. Perempuan itu sangat yakin dengan apa yang dilihatnya.

Haechan memang sedang membelakangi Hana, tapi Rizu tidak. Hana yakin betul peremuan yang bersama Haechan adalah Rizu. Haechan dan Rizu sedang sibuk memilih ramen. Haechan kelihatan bingung dan menanyakan saran pada Rizu. Kadang laki-laki itu tertawa. Hana tidak tahu apa alasannya.

Rizu menoleh, membuat netranya bertemu dengan netra sendu milik Hana. Rizu tersenyum. Tidak ada senyuman kebencian. Yang ada hanya senyuman manis biasa. Namun lengan milik Rizu langsung melingkar paada lengan Haechan, seakan memberitahu bahwa Haechan adalah kepemilikannya.

Kenapa gak dilepas, sih? batin Hana. Mama kamu Rizu ya? Kenapa bohong?

Perempuan malang itu meninggalkan semua belanjaannya di sana dan berlari keluar supermarket sambil menahan air matanya keluar. Kakinya berhenti begitu ia sampai di luar dan mulai berjalan setelah ia menghela napas. Kepalanya terasa berat. Hana ingin menangis dan berteriak detik ini juga.

Hana merasa murung, begitu juga langit. Angin masih berhembus, masih meniup surai milih Hana. Namun matahari mulai tertutup oleh awan kelabu yang menguasai langit biru. Rasanya seperti Tuhan tahu bagaimana perasaan Hana saat ini.

Perempuan itu berjalan menunduk. Ternyata untuk saat ini, ujung sepatunya terlihat lebih menarik daripada pemandangan kota. Ia mengangkat kepalanya begitu mendengar suara gemuruh kecil yang disusul dengan rintikan hujan yang langsung mengeroyok semua benda di kota. Hana kembali menundukan kepalanya. Namun kali ini ia menutup wajahnya dan menangis.

"Haechan jahat."

Hana tetap diam di sana. Tidak peduli orang-orang menatanya bingung, tidak peduli pakaiannya yang mulai basah. Kali ini ia hanya ingin menangis dan menangis. Hana berterima kasih kepada suara huajn yang nyaring karena berkatnya suara tangis milik Hana tidak terdengar.

"Lo gila ya?!"

Hana melepaskan tangannya begitu rintikan hujan tidak lagi terasa di tubuhnya. Ia mengusap matanya dan mendongak ke atas, bermaksud melihat siapa yang tiba-tiba datang dengan payung merah.

Siang ini bisa langit sangat cerah sampai orang-orang memutuskan untuk pergi ke pantai dan ketika baru saja berjemur, hujan turun dengan bangganya. Cuaca memang sulit sekali ditebak. Begitu juga Haechan dan Mark.

enigma [ haechan ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang