P. Ramai

4.4K 792 67
                                    

Haechan tidak tau. Mungkin tidak akan tau atau bisa jadi belum tau. Aku sendiri tidak bercerita apa-apa tentang kejadian di supermarket waktu itu.

Aku anggap yang lalu hanyalah angin selewat atau sebuah sejarah yang memang ada untuk dilupakan. Kira-kira apa yang akan Haechan bilang kalau aku bercerita tentang hari itu? Menyuruhku untuk tidak bersikap posesif? Marah dengan seribu alasan? Atau malah memelukku, mencium keningku (lagi), dan meminta maaf dengan manis?

Matahari bersinar dengan terang. Langit memberikan warna birunya yang paling indah. Kusimpulkan bahwa hari ini adalah hari yang cerah. Seperti biasa, Haechan mengantarku sampai depan kelas. Kami sempat bertemu Mark dan dia menyapa kami. Aku membalasnya dengan senyuman canggung karena jujur saja, akupun tidak begitu dekat dengannya. Sedangkan Haechan... Aku melihatnya mentap sinis pada Mark. Seperti ada tatapan dendam walaupun laki-laki itu tetap membalas sapaan Mark.

Haechan kenapa?

"Ke kantin?" tanya Runa padaku.

Aku menggeleng dan memasang earphone ke telingaku. "Gak mood ah," balasku sambil mencari lagu yang cocok. "Kesel sama ulangan tadi."

Runa tertawa. "Ya elah, Han," katanya. "Kayak baru pertama kali remedial sejarah aja? Jangan lemes dong. Ayo semangat!!"

"Nggak nggak," kataku. "Kamu aja yang ke kantin."

"Oke siap. Nanti gue beliin jajan deh."

Aku mengacungkan jempolku dan menaruh kepalaku di atas tas yang kutaruh di atas meja. Aku mau tidur. Mau pulang. Mau istirahat. Aku capek sekolah. Aku mau liburan. Mau ke pantai. Mau piknik sama Haechan. Aku gak mau sekolah.

Ya tapi mau gimana lagi? Udah tanda tangan kontrak sama sekolah selama tiga tahun. Nggak bisa keluar gitu aja. Kalo gak sekolah nanti aku mau jadi apa? Lulusan SMA aja bukan. Huh.

Mataku terpejam. Ternyata nyaman berada diposisi seperti ini. Mendengarkan musik dengan tempo lambat, suasana kelas yang tidak terlalu ramai karena kebanyakan berada di kantin, ditambah lagi pikiran yang memberatkan otaku. Rasanya 15 menit istirahat tidak akan cukup untuk membuat otakku segar kembali.

Di luar berisik banget. Kayak ada yang berantem. Ada suara orang-orang lari juga. Beberapa detik setelahnya aku dibuat kaget karena Runa yang tiba-tiba memanggilku. Suaranya memang melengking jadi aku tetap bisa mendengar suaranya walau menggunakan earphone sekalipun.

"HANA!!"

Aku melepas earphoneku dan menapnya dengan alis yang mengerut. "Kenapa?" tanyaku.

"Haechan!"

"Kenapa?"

"Haechan sama Mark..."

"Yang jelas dong, Runa."

"Haechan sama Mark berantem."

Aku berdiri dari dudukku. "Berantem?!"

Langkah kakiku dipercepat, mengikuti ombak yang berlari ke suatu tempat. Setelah sampai, Runa memang benar. Ada Haechan yang sedang menarik kerah seragam Mark.

"Haechan! Mark!" Aku berusaha melewati orang-orang yang melingkari kedua orang tersebut. Sampai akhirnya aku kembali memanggil nama mereka begitu sampai di paling depan.

Haechan gak dengar. Dia pasti marah banget sama Mark. Masalah apa sih? Yang semua orang tau, Haechan sama Mark gak pernah berantem sehebat ini.

Tangan Haechan terkepal. Dia sudah mengambil ancang-ancang untuk meninju wajah Mark. Tapi aku menahannya.

Aku mendekati Haechan dan menariknya ke belakang secara paksa. "Haechan kenapa sih?" tanyaku. Pertanyaanku tidak dihiraukan. Dia masih menatap Mark dengan tatapan marahnya.

"Gue cuma nganter cewek lo," kata Mark. "Itu doang. Tanya aja mumpung ceweok lo di sini."

"Nganter tapi nanti keterusan!" balas Haechan. "Gue tau lo suka sama Hana!"

hAAAHHH???!

Aku kaget. Semua yang menonton perkelahian ini juga kaget. Bahkan Mark sendiri terlihat kaget.

"C-Chan, kan gue udah bilang kalo itu dulu. Sekarang udah nggak," ucap Mark.

"Alah!" Haechan kembali menghampiri Mark, bersiap untuk memberi pukulan besar kepada sahabatnya. Aku kewalahan. "Siapa yang tau kalo lo tiba-tiba suka lagi sama Hana?!"

"Haechan udah dong," kataku yang membuatnya menatapku. Kepalan tangannya melemas. Dia kembali mundur.

"Aku gak suka, Han," kata Haechan. "Aku takut kamu pergi."

Yang ada juga kamu yang bakal pergi.

Satu persatu orang-orang menghilang. Yang melihat 'acara' ini dapat dihitung jari. Ada Runa di sana. Melihat kami dengan tatapan bingung, sedih, dan juga marah.

"Aku gak suka kamu dianter Mark," katanya. "Jangan pernah jalan sama cowok selain aku."

Woah... Apa?

Aku menatapnya bingung. "Ja-jangan jalan sama cowok lain?" tanyaku memastikan.

"Iya," jawabnya. "Kenapa? Keberatan?"

"Kamu sekarang posesif? Aku aja gak pernah komplain kalo kamu jalan sama Rizu."

Haechan tersenyum meremehkan. "Kapan aku jalan sama Rizu? Jangan sok tau deh."

"Hari sabtu kemarin," kataku. "Di supermarket. Kalian belanja." Raut wajah Haechan mulai cemas. Jantungku berdetak sangat cepat. "Aku liat kalian, Haechan."

enigma [ haechan ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang