8. Confession

2.6K 511 74
                                    

VOTE -- FOLLOW -- COMMENT
.
VOTE -- FOLLOW -- COMMENT
.
VOTE -- FOLLOW -- COMMENT

.
.
.

🌕🌕🌕

Hari sudah menjelang malam. Seungwan duduk di samping sang alpha yang terbaring lemah. Ia menggigit bibirnya menunjukkan kekhawatiran yang bercampur kebingungan dengan apa yang harus ia lakukan.

Nafas sang alpha berhembus tak beraturan, semakin lama semakin lemah. Ia pun mulai mengigil kedinginan. Meringkukkan tubuhnya menahan rasa sakit yang ia derita.

Sedari tadi perhatian Seungwan tersita pada batu orbs yang mengalung di leher sang Alpha. Mengingat pada malam itu sang alpha pingsan saat mengenakan kalung orbs, membuat Seungwan langsung melepasnya. Ia pun menaruh kelung itu di meja kayu yang tak jauh dari mereka.

Perhatian Seungwan beralih pada otot perut sang alpha yang terluka akibat cakaran para pemberontak. Seungwan pun memberanikan diri menyentuh lembut bekas cakaran yang masih mengeluarkan darah segar.

Jari-jari tangannya berpindah ke tempat bekas cakaran sebelumnya yang sudah bewarna coklat muda hampir selaras dengan warna kulitnya. Ia pun mengernyit bingung akan hal itu. Dalam waktu beberapa hari, bekas nya sudah menghilang.

Apa ini termasuk ability nya? - pikir Seungwan.

Seungwan kembali menatap wajah sang alpha yang sudah mengeluarkan banyak keringat dingin. Ia pun mengelap nya dengan tangan kosongnya.

Seungwan menolehkan kepalanya ke segalah arah berharap menemukan sesuatu yang dibutuhkannya. Namun sepertinya tak ada yang berguna.

Sang alpha mulai bergumam tak jelas yang nengharuskan Seungwan mendekatkan telinganya ke mulut sang alpha. Saking lemahnya kondisi alpha, Seungwan tetap tak tahu apa yang di maksud oleh sang alpha.

Seungwan kembali melihat perut berotot sang alpha yang sudah berlinang darah dan alpha pun terus menahan bagian cakaran itu dengan tangannya.

Seungwan mengambil potongan tikar bambu yang tajam dan menyobek baju bagian bawahnya dengan paksa. Potongan baju nya itu, ia gunakan untuk menutup luka sang alpha.

Sang alpha merintih kesakitan saat Seungwan mencoba menekan pelan luka itu untuk menghambat darahnya agar tak terus keluar. Dress yang awalnya bewarna hijau, sekarang bercampur dengan warna merah darah.

Seungwan terus mengintip keluar jendela dan berharap bantuan segera datang. Ia tak tahu lagi apa yang  harus ia lakukan untuk menahan sang alpha agar tetap sadar. Kejadian malam itu pun langsung terbayang di pikirannya.

Tidak! Jangan lakukan itu lagi! Pasti ada cara lain - pikir Seungwan.

Seungwan pun menggenggam tangan alpha kuat. Menggosok-gosokkan tangan mereka untuk memberikan sedikit kehangatan.

Seungwan kembali teringat saat-saat sang alpha menyelamatkan nyawanya dan harus mengorbankan nyawanya.

"Bodoh!" serunya lirih dan menatap sang alpha teduh. "Kenapa kau lakukan itu, huh."

Keringat dingin tak henti-hentinya keluar dari tubuh sang Alpha. Semakin lama, tubuhnya semakin bergetar kuat merasakan dingin yang menusuk kulit nya.

Seberapa kuat pun pertahanan Seungwan, tetap saja hatinya tak kuasa melihat sang alpha tersiksa seperti itu. Ia pun menatap rembulan yang mengintip di balik jendela seraya meminta ijin apa yang ingin ia lakukan.

Dengan keteguhan hatinya, Seungwan pun memberanikan diri untuk mendekati wajah sang alpha. Satu kecupan lembut mendarat sempurna di dahi sang Alpha. Ia pun memejamkan matanya kuat layaknya menyalurkan seluruh perasaannya hingga tetesan air matanya jatuh ke kulit pucat sang alpha.

[✔] MOONLIGHT || WENGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang