15. be Caught!

1.9K 431 12
                                    

VOTE -- FOLLOW -- COMMENT
.
VOTE -- FOLLOW -- COMMENT
.
VOTE -- FOLLOW -- COMMENT
.
.
.

🌕🌕🌕

Di sebuah ruangan gelap yang sunyi itu, seorang pria bersenandung ria mengikuti kata hatinya. Di sekitarnya penuh dengan gelas kaca berisi air warna-warni yang mengebulkan asap pekat. Setelah selesai dengan ramuan yang ia buat, pria itu tersenyum kemenangan dan mendekati seseorang yang terbaring di meja percobaanya.

Moora, ia terbaring di sana dengan kondisi yang sangat memilukan. Kedua tangannya terlentang dan terikat kuat di atas meja. Bajunya pun penuh dengan bercak merah darah. Rambutnya bergelantungan  dan wajahnya penuh dengan linangan air kental bewarna merah tua.

Tes.. Tes.. Tes..

Tetesan darah jatuh tepat di kening Moora seakan mengetuk pintu kesadarannya. Semakin lama membuat jiwa Moora kembali ke Raganya. Dengan perlahan-lahan, ia membuka matanya, membiarkan dirinya kembali ke dunia nyata.

Tangan dan kaki Moora mengejang kaget saat pertama kali melihat apa yang ada di hadapannya. Sebuah kepala rusa yang terbalik bergelantung meneteskan darah segar melalui tanduknya ke wajahnya.

"Kau sudah sadar?" tanya Habaek di atas Kepala Moora.

Habaek menyingkirkan kepala rusa agar dapat melihat ketegangan Moora dengan jelas. Senyumnya semakin melebar. Wajahnya berseri-seri melihat betapa nenyedihkannya wanita dihadapannya.

"Apa yang kau lakukan?!" tanya Moora mendelik tajam.

"Seharusnya kau berterima kasih kepadaku," balas Habaek santai.

"Dimana ini? Kenapa aku disini!"

"Ini ruang percobaanku. Aku menyelamatkan mu disini."

Moora memutar kembali ingatannya di saat terakhir ia masih tersadar. Saat berhasil menteleportasi alpha dan Taetae. Sisa tenaganya sudah terkuras habis dan rasa nyeri menyiksa perutnya. Darah kental tak berhenti mengalir keluar dari perutnya. Kepalanya pengang, pengelihatannya memudar. Bayangan segerombolan musuhnya pun datang menerkamnya.

Di saat itu ia sudah menyerah akan kehidupannya. Tidak ada yang bisa menyelamatkannya bahkan dirinya sendiri. Tidak ada cara untuk menghidupkan orang mati. Tapi ternyata, di atas meja ini ia masih hidup dan bernafas normal. Pasti ada harga yang harus dibayar.

"Apa mau mu?!" tekan Moora.

"Kau sungguh pintar. Tidak ada yang gratis di dunia ini! Menyelamatkan nyawamu termasuk harga yang mahal."

"Aku tidak butuh ceramah mu! Apa yang kau mau!" seru Moora tajam.

"Apa kau akan mengabulkannya?"

"Tentu saja tidak," jawab Moora tegas.

Habaek tersenyum miring melihat keberanian Moora. Tapi ia tidak terkejut dengan penolakan Moora, karena itu dia bersenang-senang menyiksa Moora. Menurutnya, jeritan kesakitan, tangisan keputusasaan adalah hiburan yang terbaik di dunia ini.

"Gadis kecil, aku hanya butuh sedikit informasi darimu," pintanya dengan menusuk tombak tumpul di lengan Moora.

Moora nengatup rapat bibirnya. Ia tidak sudi membiarkan Habaek puas akan permainannya. Bahkan ia berusaha untuk tidak meneteskan air matanya satu mili pun. Lebih baik ia mengahiri hidupnya dari pada masuk ke dalam kegelapan.

"Aku tahu apa yang ingin kau tahu. Sayangnya informasi itu lebih mahal dari pada nyawaku," balas Moora dengan menyungging senyum angkuhnya ditengah sakit yang ia tahan.

[✔] MOONLIGHT || WENGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang