09. Ke Jakarta

547 114 7
                                    

"Intinya, aku berterima kasih sama kamu, Jimi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Intinya, aku berterima kasih sama kamu, Jimi."
ㅡGea

Sub Judul
ㅡKe Jakartaㅡ

Bagi Geanova Amanda, Jakarta bukan sekedar tempat dirinya dilahirkan dan dibesarkan. Bagi Gea Jakarta lebih dari sekadar itu. Konspirasi alam dengan dirinya seolah menjadi tradisi hidup yang tidak dapat Gea pungkiri. Ya, senyaman apapun kota Bandung, Jakarta tetaplah menjadi tempat yang pertama kali ia tuju untuk berpulang.

"Kamu jadi ke Jakarta?"

Fernand Jimichail, sosok cowok yang selama ini selalu mendampingi Gea kemanapun, kini tampak serius dengan ucapannya.

"Jadi."

Sang lawan bicara hanya membalas dengan seadanya.

"Kamu yakin? Sebentar lagi kita UTS, loh." Balas Jim.

"Aku yakin, Papa meninggal di Jakarta. Masa iya aku nggak datang."

Jim hanya terdiam. Tidak dapat dipungkiri bahwa cowok itu tidak rela bila kekasihnya pergi barang sejenak. Terlebih, keadaan Geanova tampak tidak baik. Wajahnya pucat dengan lingkar hitam dimatanya.

"Kamu baik-baik aja kan, Gea?" tanya Jim meyakinkan.

Gea mengangguk.

Jim terlihat mendekat kearah Gea. Cowok itu menempelkan telapak tangannya didahi sang gadis.

"Kamu panas, Ge...," lirih Jim.

"Standar kok, ini nggak ngaruh. Aku ke Jakarta 'kan naik kereta," jawab Gea berusaha terlihat baik-baik saja.

"Aku temenin, Ya?"

Gea mengerlingkan matanya. Cewek itu tampak menggeleng pelan melihat tingkah laku Jim saat ini. Hei, bukankah barusaja Jim berkata bahwasannya mereka akan menghadapi Ujian Tengah Semester?

"Sebentar lagi UTS, Jim. Kamu bilang kamu nggak mau ninggalin mata kuliah. Jadi, daripada ikut aku, kamu mending belajar mempersiapkan UTS."

"Aku tarik ucapanku."

Gea menghela napas.

"Plis. Aku khawatir sama kamu. Daripada naik moda umum. Mending kamu naik mobilku aja. Aku anterin kamu sampai Jakarta," ucap Jim tampak serius.

"Jim..., udahlah nggak usah," lirih Gea. Airmatanya semakin turun. Kondisi hatinya sedang kalut. Ia sangat takut mengingat wajah ayahnya. Terakhir kali ia melihat senyum ayahnya adalah ketika pria itu mengantar Gea ke Bandung pada awal semester empat.

"Kamu yang sabar." Jim kembali berucap, sangsi. Geanova hanya mengangguk pasrah.

"Oke, aku siap-siap. Kamu tunggu disini, jangan kemana-mana!" titah Jim.

"Ih, kan aku bilang nggak perlu, Jim. Aku bisa sendiri," ujar Gea seraya menahan Jim untuk pergi.

"Nggak usah segan sama aku, Ge. Sekarang, kamu adalah salah satu orang terpenting dalam hidupku. Kalau kamu perlu sesuatu, bilang aja. Anggap aja aku orangtua kamu di Bandung." Jim terlihat tulus. Cowok itu mengusap rambut cokelat milik Gea.

JIMICHAIL | SeulminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang