"Masuk."
Jennie meringis begitu saja. Ketika tubuhnya terjatuh ke atas tempat tidur di kamarnya. Belum sempat ia mencerna semuanya, ia bisa melihat Ayahnya kini mengambil paksa slidebag yang ia bawa sebelumnya.
"Kau tak akan kemanapun. Bahkan untuk menelpon siapapun."
Dan setelah mengatakan itu, Tn. Kim beranjak dari kamar sang putri. Menguncinya dengan cepat dan membuat Jennie disana yang melihat semuanya tak dapat lagi menahan airmatanya.
Gadis itu berbaring disana. Memeluk boneka miliknya dan mendekap erat boneka itu. Berusaha untuk tidak meraungkan tangisnya saat ini.
Kenapa dia tak bisa untuk merasakan kebahagiaan bersama dengan pria yang ia cintai? Kenapa pula orangtuanya tak menyetujui hubungan mereka dan menyuruhnya untuk berpisah? Mereka bahkan belum mengenal pria yang ia cintai dengan begitu baik.
"Jahat..."
Kata-kata itu terus Jennie lirihkan. Tentu saja untuk kedua orangtuanya yang seolah tak mengerti bagaimana perasaannya saat ini.
Lalu pandangannya terhenti pada dua koper yang terletak tak jauh darinya saat ini. Dan airmatanya kembali jatuh hanya karena mengingat jika kepergiannya sudah ada di depan matanya. Itu berarti, memang sudah tak ada harapan lagi baginya untuk bersama dengan orang yang ia cintai.
Lalu, untuk apa dia hidup jika dia tak bisa bersama dengan seseorang yang ia cintai?
.
.
Pria itu seolah tak pernah lelah saat ini. Peluh bahkan sudah hampir membasahi dirinya. Namun dirinya masih saja menari. Melakukan hal yang paling ia sukai di dunia ini. Oh, mungkin menari akan tergeser dari posisi pertama hal yang paling ia sukai untuk saat ini.
Terhitung hampir satu setengah jam. Bahkan untuk jeda sejenak rasanya ia tak mau. Ia hanya ingin lari saat ini. Lari dari masalah yang begitu membuatnya frustasi.
"Aww..."
Tubuhnya terjatuh begitu saja. Dengan helaan napas yang begitu berat karena dirinya yang tak memberikan istirahat sejak tadi bagi tubuhnya. Berakibat dengan salah satu pergelangan kakinya yang kini mulai kram karena kegiatan menarinya.
"Kau memang baik. Selalu memerhatikan orang-orang di sekitarmu. Tapi setidaknya, pikirkan dirimu sendiri juga. Lihat. Kau sekarang terluka, kan? Dasar bodoh."
Senyuman itu terbentuk. Namun itu bukanlah senyuman yang selalu ia keluarkan. Melainkan sebuah senyuman miris yang ia berikan untuk dirinya.
Hoseok menghela napasnya kali ini. Tubuhnya sangat lelah saat ini. Sama halnya dengan hatinya saat ini yang ikut lelah. Tubuhnya sudah berbaring pada lantai kayu itu. Dengan kedua mata yang tertutup. Setidaknya untuk mengistirahatkan dirinya saat ini.
"Kau mau berjanji padaku satu hal?"
"Hmm, apa itu?"
Jennie menghentikan memakan ice creamnya. Meletakkan pada meja dihadapan mereka sebelum akhirnya menaikkan kedua kakinya pada sofa yang ia duduki. Sedangkan perhatiannya kini menatap pada Hoseok yang memeluk tubuh gadis itu.
"Berjanji padaku, bahwa kau akan melakukan apapun untukku. Kau berkata bahwa kau akan membuatku bahagia sebagai ganti karena aku menunggumu selama ini, bukan? Maka kau harus melakukan itu semua. Apapun itu agar kau bisa bersamaku."
Hoseok hanya tersenyum sebagai jawabannya. Kini semakin membawa tubuh Jennie mendekat padanya.
"Jangan tersenyum. Aku butuh janji dan jawabanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
fool for love ❌ jinrose
Fanfiction[18+] ✔ Bodoh karena cinta? Bahkan untuk seorang pria yang sempurna seperti Kim Seokjin pun bisa merasakan bodoh karena cinta. ----- ©iamdhilaaa, 2018