04. Sisi Lain

2.1K 341 22
                                    



Aiden baru saja sampai di kediaman Iqbaal. Malam ini ia berencana ingin menginap dirumah Iqbaal. Langsung saja Aiden masuk kedalam rumah Iqbaal. Rumah Iqbaal selalu sepi, Ayah Iqbaal jarang pulang kerumah dan Ibunda Iqbaal telah lama tiada. Membuat Aiden kadangkala merasa kasihan terhadap sahabatnya itu, yang tinggal seorang diri bersama para pelayan dirumah yang bak istana ini.

Aiden memutar knop pintu lalu mendorongnya pelan.

Kedua bola mata Aiden sontak membulat kaget, Aiden melepas tas nya sembarang arah dan lari menghampiri Iqbaal. Setelah sampai, Aiden melepar jauh pisau cutter yang sudah Iqbaal gunakan untuk mengiris pergelangan tangannya. Iqbaal menunduk saja, membiarkan darah segar mengalir bebas. Tidak ada ringisan dari bibir Iqbaal.

Aiden mencengkram kerah baju Iqbaal, dengan wajah marah dan kesal Aiden berkata. "LO GILA HA? Bisa bisa nya lo lakuin hal ini lagi, lo udah pernah janji kan ke gue kalau lo gak akan ngelukain diri lo sendiri."

Rasa khawatir bukan main menyeruap di benak Aiden melihat kondisi sang sahabat. Ditambah darah tak henti hentinya mengalir dari tangan Iqbaal.

Iqbaal tersenyum tipis, matanya sayu. "Aiden." Iqbaal meneguk salivanya. "Udah tiga bulan Ayah gak nemuin gue, Ayah tinggal sama istri barunya.. dan Gue ditolak (Nama kamu) lagi.. hari ini (Nama kamu) bilang dia risih sama gue.. gue.."

Tubuh Iqbaal melemas, ia tertawa seperti orang gila. "HAHAHA, gak ada yang peduli sama gue Aiden. Gak ada. Mereka menolak gue, Bunda pergi Ayah pergi dan (Nama kamu). (Nama kamu) seolah menolak kehadiran gue. Hahaha kenapa Aiden, gue selalu di tolak mentah mentah sama orang yang berarti dalam hidup gue!!! "

Meski tertawa namun kedua ujung mata Iqbaal menitihkan air mata kepedihan. Perlahan lahan cengkraman Aiden mengendur. Iqbaal menangis. "Ayah udah ngebuang gue Aiden, apa gue udah nyusahin Ayah selama ini? (Nama kamu) juga nolak gue Aiden, cewe yang jadi semangat idup gue. Menolak kehadiran gue. GUE BOSEN SAMA HIDUP MENYEBALKAN GUE INI, GUE MAU MAT-."

BUGH

Satu bonggeman mendarat tepat dipipi tirus Iqbaal. Napas Aiden terdengar tersengal sengal, menahan amarah akan kondisi Iqbaal juga khawatir dengan sahabatnya itu.

"GUE, SETAN. GUE PEDULI SAMA LO."

"LO GAK PERNAH NGANGGEP GUE HA? JADI SELAMA INI APA ARTINYA GUE DALAM HIDUP LO? BENALU? APA ARTINYA PERSAHABATAN KITA SELAMA INI BANGSAT." Aiden mengatur napasnya. "BIARPUN SELURUH DUNIA NGEJAUHIN LO, MUSUHIN LO SEKALIPUN. GUE AKAN TETAP DISAMPING LO SEBAGAI SAHABAT LO, BAAL. "

Aiden melepaskan cengrkraman di kerah baju Iqbaal, ia melihat Iqbaal menunduk terdiam. Aiden menjadi terpancing emosi atas perkataan Iqbaal. Bagi Aiden, Iqbaal seperti saudara baginya. Melihat Iqbaal begini, Aiden merasa sudah menjadi sahabat yang tidak berguna dalam menjaga sahabatnya sendiri.

Tubuh Iqbaal bergetar, ia menangis. Emosi Aiden meredam, dirangkulnya pundak Iqbaal dan mengusap kepala Iqbaal layaknya saudara kandung.

"Gue kangen Bunda." Lirih Iqbaal

Kini Iqbaal sudah tenang, bahkan ia sudah tertidur pulas setelah meminum obatnya. Wajah Iqbaal pucat dan tubuhnya dingin. Aiden menarik selimut sebatas dada setelah selesai membalut pergelangan tangan Iqbaal dengan perban.

Aiden melirik lantai yang masih kotor dengan darah Iqbaal. Aiden menghela napas, ditatapnya lagi Sang sahabat. Lagi lagi begini

Aiden sudah cukup lama mengenal Iqbaal, tepatnya sejak keduanya duduk di bangku SMP. Aiden juga paham betul akan sikap dan sifat Iqbaal. Namun beberapa tahun belakangan Iqbaal berubah mejadi aneh, tepatnya semenjak Ibunda Iqbaal meninggal akibat depresi berat.

Love ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang