Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
♡♡♡
Tiga hari berlalu dan Aaron masih melarang (Nama kamu) untuk menemui Iqbaal yang masih berada dirumah sakit. Selama tiga hari itu pula Aaron yang mengantar jemput adiknya kesekolah, takut takut jika (Nama kamu) berpikiran kabur untuk menemui Iqbaal.
(Nama kamu) melaksanakan perang dingin dengan kakak sulung nya itu, ia selalu mengabaikan Aaron atau bersikap cuek pada kakak sulungnya. (Nama kamu) kesal tentunya dengan alasan yang tak jelas Aaron melarang (Nama kamu) menemui Iqbaal. Minta tolong pada Azka pun cowo itu tak banyak membantu.
(Nama kamu) menghela napas memikirkan nasibnya. Aiden berjalan beriringan disebelah (Nama kamu) memberi gadis itu sebotol air mineral
“Diminum dulu” suruh Aiden
(Nama kamu) menegak setengah air dari botol tersebut lalu beralih ke Aiden “Iqbaal gimana? Keadaannya belum juga membaik? Ini udah hari keempat lo Ai”
“Begitulah, tifusnya udah sembuh tapi dokter belum ngizinin Iqbaal pulang. Masih perlu adanya pengecekan katanya”
“Gue heran sebenernya Iqbaal sakit apaan sih?” tanya (Nama kamu)
Aiden tersenyum “Satu dan lain hal”
“Lo bener bener gak mau ngasih tau gue Ai hm?”
“Entahlah gue ragu (Nama kamu)” Aiden menatap kedepan “Kakak lo udah jemput tuh, sana gih”
“Lo mau kerumah sakit?” tanya (Nama kamu) dibalas anggukan mantap dari Aiden
“Salamin ke Iqbaal ya, bilangin cepet sembuh. Gue kangen direcokin” kata (Nama kamu)
Aiden hanya diam sambil tersenyum mengiyakan ucapan sahabatnya. Sesuatu sudah tumbuh dalam diri sahabat Aiden itu dan Aiden tidak bisa mencegah itu meski dia berupaya sekalipun mungkin akan sia sia saja hasilnya.
“Loh Koko Azka?”
Aiden ikut melihat arah pandangan (Nama kamu). Azka tersneyum hangat menyambut remaja remaja itu.
“Aiden lo mau kerumah sakit? Jengukin Iqbaal?” tanya Azka dari dalam mobil
“Iya gue ada mau kesana, kenapa Ko?”
Azka tersenyum kepada adik bungsunya “Yaudah lo naik bareng kita aja Ai, gue sama (Nama kamu) juga mau kerumah sakit jenguking Iqbaal”
♡♡♡
Sesampainya dirumah sakit Azka hanya mengntarkan adiknya bersama Aiden, Azka sendiri punya keperluan dikampusnya jadi ia menitipkan adiknya bersama Aiden.
(Nama kamu) berjalan menunduk sambil mengikuti langkah Aiden, kedua tangannya meremas dasi sekolahnya. (Nama kamu) merasa bersalah besar pada Iqbaal karna tidak menemani remaja pria itu kala ia terbaring dirumah sakit. Mendadak ia gugup bertemu Iqbaal, apa yang akan ia ucapkan pertama kali, ekpresi apa yang akan ia tunjukkan pada Iqbaal dan apa Iqbaal menerima kehadirannya?
Seolah tahu kecemasan yang dialami gadis remaja itu, Aiden memundurkan langkahnya mengambil tangan (Nama kamu) untuk ia genggam
“Gak usah cemas” Aiden senyum “Nanti lo akan tau jawaban atas pertanyaan lo selama ini, lo selalu nuntu gue untuk ngasih suatu hal tentang Iqbaal dan nanti lo akan tau semuanya”
“Bersiaplah”
(Nama kamu) hanya mengangguk kecil tak mengerti, tubuhnya ditarik pelan untuk mengikuti Aiden kembali. (Nama kamu) terheran ketika mereka melewati ruangan yang seiingat (Nama kamu) adalah ruangan Iqbaal
“Ai, ruangan Iqbaal bukannya udah lewat? Kita mau kemana”
“Ketemu Iqbaal lah, dia ada ditaman rumah sakit ini”
Sesampainya disebuah taman rumah sakit, (Nama kamu) mengedarkan pandangannya. Taman tersebut cukup cantik dan menenangkan. Baik (Nama kamu) maupun Aiden berdiri berdampingan, telunjuk Aiden mengarah pada seseorang yang mengenanakan pakaian rumah sakit berwarna biru muda tengah duduk dikursi roda. Orang sendirian dan hanya diam mematung, pandangannya kosong.
“Itu Iqbaal”
(Nama kamu) mengikuti arah telunjuk Aiden. (Nama kamu) seperti melihat mayat hidup, tubuh Iqbaal bertambah kurus wajahnya sangat pucat dan tatapan kosong itu menyedihkan
“Sejak Iqbaal siuman tiga hari yang lalu, Iqbaal gak mau ngomong. Dia hanya diem dan melamun. Respon Iqbaal pun gak banyak, anggukan dan gelengan. Lo bisa bayangin betapa sedihnya gue dan keluarga Iqbaal sendiri liat Iqbaal kayak gitu. Iqbaal memang disini, sama kita tapi entah kemana fikirannya. Mungkin itu satu dan lain hal dokter belum ngizinin Iqbaal pulang”
Kedua mata (Nama kamu) sudah berkaca kaca mendengar penjelasan Aiden, ia menggigit bibir bawahnya mengepalkan kedua tangannya menyalahkan dirinya atas semua kelakuan aneh Iqbaal ketika sakit ini
“Apa—apa Iq—Iqbaal punya gangguan mental” dengan suara bergetar (Nama kamu) menanyakan sesuatu yang ia tangkap dari cerita Aiden
Aiden menatap (Nama kamu) dan dia hanya diam membiarkan (Nama kamu) menlajutkan ucapannya. Air mata gadis itu sudah jatuh dikedua pipi nya
“Gu—gue pernah gak sengaja dulu pernah liat luka sayatan di kaki Iqbaal dan itu gak Cuma satu Ai, banyak. Dan kejadian ini sama, gue nemuin lagi ditangan Iqbaal sayatan sayatan seperti.. seperti disengaja. Tolong Ai, perjelas maksud semua ini”
“Iya lo benar, Iqbaal punya gangguan mental yang diturunkan dari almarhum bundanya. Iqbaal akan mengiris bagian tubuhnya apabila dia merasa sedih berlebihan”
“Dan lo tau (Nama kamu), Iqbaal pernah dengan seenaknya dan entengnya mengiris pergelangan kakinya saat lo nolak dia, berulang kali lo nolak Iqbaal maka berulang kali pula Iqbaal nyakitin dirinya sendiri. Lo berharga bagi Iqbaal, Iqbaal hanya gak mau ditolak”
(Nama kamu) merasa kedua lututnya lemah, bibirnya bergetar dan ia mematung sendiri. Kenyataanya (Nama kamu) begitu berharga dan begitu dibutuhkan dalam hidup seseorang. Dan (Nama kamu) secara gamblang menunjukkan ketidaksukaannya pada orang itu. Dua puluh tujuh kali (Nama kamu) menolak Iqbaal dan itu berarti dua puluh tujuh kali juga Iqbaal menyakiti dirinya sendiri.
Tidak heran tubuh Iqbaal mengurus dan wajahnya pucat. (Nama kamu) menyeka sisa air matanya dan berjalan perlahan mendekati Iqbaal.
(Nama kamu) berjongkok dihadapan Iqbaal, tatapan pria masih sama. Kosong. (Nama kamu) jadi merindukan tatapan Iqbaal yang penuh rasa sayang kepadanya, tatapan memuja, tatapan yaang menunjukkan bahwa hanya (Nama kamu) satu satunya wanita yang Iqbaal cinta.
(Nama kamu) menunjukkan senyum terbaiknya meski dalam diri ingin menangis melihat kondisi buruk Iqbaal.
“Hai Baal” (Nama kamu) menunjukkan cengiran
Iqbaal diam saja seolah (Nama kamu) tidak ada
“Oh gitu lo ya, jarang jarang bahkan jarang banget gue nyapa lo gini malah lo cuekin” (Nama kamu) cemberut tidak lama ia merubah raut wajahnya menjadi tenang “Baal jawab omongan gue, gue pengen kita ngobrol, berbagi satu sama lain”
Iqbaal masih diam dengan tatapan kosong nya. dan itu semakin membuat (Nama kamu) sedih hingga ingin kembali menangis namun ia tahan, ia harus membuat Iqbaal kembali untuk menebus kesalahan (Nama kamu)
(Nama kamu) meraih kedua tangan Iqbaal mencium punggung tangan cowo itu yang dingin. Lama hingga (Nama kamu) kembali menitihkan air matanya, (Nama kamu) menempatkan kepalanya dilutut Iqbaal.
“Gue kangen lo baal. Gue kangen, gue kangen lo gangguin, gue kangen tatapan mata lo baal, gue kangen Iqbaal Achilles. Ngghh iya gue sadar sekarang semua salah gue, gue yang goblok gak sadar bahwa lo bener bener sayang dan cinta ke gue nghh gue patut dipersalahkan atas kondisi lo baal.. hiks hiks gue buta gue buta atas semua cinta yang lo kasih, atas semua hal yang udah lo beri nghh plis gue kangen lo baal, jangan kayak gini gue gak bisa”
“Gue sayang sama lo baal, gue cinta nghh”
(Nama kamu) menangis sejadi jadinya, menumpahkan seluruh unek uneknya. Ada perasaan lega setelah mengatakan bahwa (Nama kamu) pun memiliki rasa yang sama terhadap Iqbaal, perasaan bodoh pun ada ketika (Nama kamu) baru menyadari perasaannya sekarang setelah melihat kondisi terburuk Iqbaal dan bukan dari dahulu
Momen momen kebersamaan bersama Iqbaal terputr dalam otaknya. Saat (Nama kamu) bersikeras menolak kehadiran Iqbaal, justru pria itulah yang selalu ada untuk (Nama kamu) menemaninya bahkan menjaga gadis itu dengan benar. (Nama kamu) merindukan lelucon garing yang entah mengapa (Nama kamu) bisa tertawa dibuatnya. Merindukan hal hal yang cukup manis dari Iqbaal untuk (Nama kamu). semua momen itu terputar begitu saja membuat rasa bersalah (Nama kamu) semakin kuat
I’m not okay baal
(Nama kamu) berhenti menangis ketika kepalanya seperti di belai. (Nama kamu) mendongak dengan wajah bersisa air mata
“Jangan menangis”
Dua kata yang diucapkan Iqbaal sudah mampu mengembalikan kesadaran (Nama kamu). tangan Iqbaal tergerak kepipi (Nama kamu) membersihkan bekas air mata disana dengan ibu jarinya.
“Jangan menangis (Nama kamu)”
Dan akhirnya Iqbaal bicara setelah selama beberapa hari berdiam diri. Dan Iqbaal masih mengingat nya, mengingat namanya. Dengan cepat (Nama kamu) segera memeluk tubuh Iqbaal. Memeluk pria itu erat dan bahkan secara tidak sadar (Nama kamu) merindukan aroma tubuh Iqbaal
“Gue sayang sama lo baal gue cinta sama lo.. tolong jangan kaya gini lagi. Ayo sembuh baal, ayo lakuin hal sama sama lagiiii”
Iqbaal melepaskan pelukan (Nama kamu), meski tatapan Iqbaal tidak berubah dan masih sayu (Nama kamu) cukup senang Iqbaal sudah mau bicara. Iqbaal mendekatkan kepalanya dan mengecup kening (Nama kamu) lama
(Nama kamu) menarik sneyum lebar kala Iqbaal melepaskan kecupan dikeningnya. Perasan senangnya memuncak kala Iqbaal tersenyum tipis dan kecil. Tidak mengapa itu sebuah kemajuan yang signifikan.
“Baal, lo tunggu disini gue bakal balik lagi.oke” pamit (Nama kamu) segera berlarian pergi, ia bermaksud untuk memberitahu Aiden dan keluarga Iqbaal bahwa Iqbaal sudah bisa merespon
Iqbaal memandangi punggung (Nama kamu) yang semakin hilang dengan perasaan takut, ia gemetar serta linglung
♡♡♡
“Ini bener kan nak (Nama kamu), Iqbaal mau ngomong. Iya kan” tuntut Mama Yura—Mama tiri Iqbaal, (Nama kamu) membawa sera Ayah, Mama, Geza serta Aiden untuk ketaman menemui Iqbaal
“Iya kita semua percaya sama lo (Nama kamu), dan ada baiknya kita cepat” kata Aiden
Sesampainya ditaman mereka dibuat bingung dengan kericuhan sehingga beberapa orang yang ada dirumah sakit berkumpul disana. Beberapa orang berteriak histeris dan membuat (Nama kamu) segera maju membelas kerumunan
“IQBAAAL” teriak Ayah Luthfy menyaksikan putranya yang berdiri sambil mengacungkan pisau bedah. Pisau itu Iqbaal dapat dari seorang perawat
Pandangan Iqbaal menajam, ia mewanti wanti agar siapapun tidak mendekati dirinya. Rambut Iqbaal acak acakan dan bajunya sudah kotor, nafasnya terengah engah
“Nak, lepaskan pisau itu ayo sini sama Ayah” Ayah berkata selembut mungkin sambil berjalan mendekati sang putra
Iqbaal mengacungkan pisau besad itu kehadapan Ayah nya “JANGAN MENDEKAT, JAUH, JAUH SANA TIDAK BOLEH MENDEKAT”
Ayah Luthfy masih berjalan mendekat tidak peduli akan terjadi apa padanya terpenting sekarang adalah putranya “ Iqbaal, sayang ayah ayo letakkan pisau nya. itu bahaya nak, Iqbaal mau Ayah terkena pisaunya hm?”
Iqbaal menggeleng menarik pisau itu lalu mengarahkan ke pergelangan tangannya. Semua orang menjerit.
“Iqbaal jangan!!” teriak Aiden. Mama Yura menangis melihat putra tirinya ditemani Geza disampingnya. Wanita itu hampir terjatuh
“PERGI!!! ARGGG PERGI!!!!!!!!” teriak Iqbaal. Baik Ayah Luthfy maupun Aiden memundurkan langkahnya. Tingkah Iqbaal sudah menjadi pusat perhatian
(Nama kamu) meneguk salivanya, menepis buliran air mata yang mengalir lalu dengan langkah pasti mendekati Iqbaal.
“(Nama kamu) bahaya (Nama kamu), menjauh.. (Nama kamu)!!! Iqbaal bisa nyakitin lo, (Nama kamu)!!” teriak Aiden namun (Nama kamu) semakin berjalan cepat
(Nama kamu) mengunci tatapan Iqbaal, tangan Iqbaal masih memegang pisau bedah yang Iqbaal letakkan dipergelangan tangan satunya. Iqbaal ketakutan sangat ketakutan, Iqbaal bergerak mundur dan (Nama kamu) bergerak maju
“Iqbaal jangan lagi, jangan lukain diri lo. demi gue baal, lo sayang kan sama gue lo cinta kan. Maka jangan baal ya, gue sedih kalo liat lo gini terus, ayo baal lo harus sembuh dan habisin waktu sama gue. “
“Gue minta maaf udah ninggalin lo tadi, gue pergi Cuma bentar toh sekarang gue balik lagi kan sama lo. hm “ kata (Nama kamu)
Perlahan (Nama kamu) menyentuh tangan Iqbaal berniat mengambil pisau bedah itu dari tangan Iqbaal. Dengan hati hati dan dengan hati yang bergetar
“PERGIIIIIIII!!
Sret
“Arggg”
“(Nama kamu)!!”
Aiden segera menghampiri (Nama kamu) kala (Nama kamu) terduduk dengan luka dipergelangan tangannya, tangan (Nama kamu) mengalir darah segar bibir gadis itu meringis sakit.
Iqbaal menjatuhkan pisau bedah itu, memundurkan langkahnya. Ia menjambak sendiri rambutnya hingga Iqbaal terjatuh, Iqbaal melihat kearah (Nama kamu) yang sudah ditolong beberapa perawat.
Iqbaal menangis “Apa Iqbaal membunuh (Nama kamu)? Dia terbunuh, aku seorang pembunuh, akh membunuh aku membunuhhhhhh!"