...
Cuaca siang itu memang sangat cerah, hingga beberapa burung laut pun berterbangan diantara ombak untuk mencari makan. Namun Tristan tak begitu menikmati alam yang tersaji di hadapannya. Ia termenung seorang diri di sebuah batu karang dimana dulu ia pernah memarahi Viola di sana. Ah, rasanya sakit jika mengingat itu.
Tristan memandangi kalung yang berada di tangannya dengan tatapan kosong. Entah kenapa ia harus berada di tempat itu lagi, tanpa Viola. Tristan memang berniat menemui Naina di sana. Dua hari lalu ia datang kembali ke tempat di mana ia menemukan cinta yang hilang. Tapi, semenjak dari bandara, di pesawat maupun saat tiba di pantai itu, ia malah merindukan Viola. Ia pernah menghabiskan waktu yang terasa sia-sia bersama gadis itu di sana.
Ah, kenapa sekarang pikirannya malah dijejali oleh sosok yang masih menjadi istri sah-nya itu, bahkan ketika ia berjumpa dengan Naina.
Menemukan cinta lama tak membuatnya melepas cinta barunya. Ya, ia menyadari kekosongan lain saat Viola tak ada di sampingnya.
...
Semalam.
Di sebuah kapal pesiar, Tristan termangu sendiri di haluan kapal ketika Naina datang untuk mengajaknya makan malam.
"Trist ... ayo!" ajaknya.
"Iya, La. Sebentar." sahut Tristan masih tenggelam dalam lamunannya. Wajah Naina langsung berubah. Gadis itu bergerak lebih mendekati tempat duduk Tristan.
"Tristan ...?" panggilnya pelan.
"Iya ... Viola." sahut Tristan dengan gemas, namun saat tatapnya terarah pada mata gadis di depannya, ia langsung terlonjak. "N-naina ...."
Sepertinya pemuda itu baru sadar ia sudah mengucapkan nama yang salah. Dan ia kira Naina akan marah padanya, namun tiba-tiba gadis itu tersenyum.
"Tristan, aku sadar betul kita udah pisah lumayan lama. Dan mungkin yang membuat kita sama-sama ingin bertemu lagi karena kita sama-sama belum tahu kejelasan hubungan kita seperti apa." Naina masih dalam senyumannya. "Dan aku sudah tahu jawabannya apa sekarang."
"Apa maksudmu, Na?"
"Sudah berapa kali, kamu memanggilku dengan nama Viola sejak kamu tiba disini, Trist? Kamu hampir tidak menyebut namaku sama sekali," terang Naina mengingatkan Tristan akan kekeliruannya.
Tristan bisu. Ya, dia hanya bisa bungkam mengetahui kecerobohannya itu.
"Aku bisa ketemu sama kamu di sini bikin aku sadar satu hal. Dulu ... kita berpisah tanpa kejelasan dan membuat kita sama-sama merasa kehilangan. Sekarang kita ketemu lagi di sini ... mungkin Tuhan sedang mengizinkan kita untuk memperjelas hubungan kita dengan cara mengakhiri semuanya. Itulah kejelasannya sekarang, Trist."
"Naina ...," Tristan tercekat. "Dengar, Naina! Aku gak akan memaafkan diriku sendiri kalau sampai kamu terluka." Betapa masih melekat dalam ingatan Tristan, siapa Naina. Sosok gadis lembut namun ketegarannya mengalahkan apapun. Bisa kuliah di Paris adalah mimpi yang paling besar untuknya meski hanya lewat beasiswa.
Tristan tahu kegigihan perempuan itu, sampai ia tak pernah mengeluhkan ketika ia lelah atau sakit. Maka Tristan lah yang akan berperan sebagai pelindungnya.
Naina menghela napas. "Aku yang gak mau bikin kamu terluka, Trist.", tukas Naina lembut. "Aku gak mau kamu tersakiti, jadi ... kamu pulanglah pada Viola, aku yakin pernikahan kalian adalah takdir Tuhan yang tidak bisa digoyahkan. Dan aku gak mau, akulah yang menggoyahkan kalian."
Tristan masih tak percaya gadis di hadapannya itu masih saja terlihat tegar. Meskipun begitu, Tristan bisa tahu jauh di lubuk hati gadis itu, ia tengah menahan luka. Namun, jika benar kini hati Tristan hanya dimiliki Viola, jadi untuk apa ia harus membohongi Naina atau bahkan membohongi dirinya sendiri ... cinta di hatinya sudah bukan milik Naina lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for You (COMPLETED)
RandomViola dan Tristan tidak pernah menyadari bahwa mereka sudah mendapatkan chemistry sejak balita. Cinta yang tersembunyi, harus disuguhi dengan rasa cemburu dan cerita masa lalu Tristan Hanggono. Cinta juga yang menyatukan banyak tragedi hingga hilang...