20. Rasa tak Biasa

2.1K 122 0
                                    

...

      Senna menarik pintu mobil dan terpaksa duduk di sebelah Noe. Gadis itu langsung mengacungkan telunjuknya tajam ke wajah pemuda itu. "Jangan menganggapku perempuan gampangan karena mau ikut denganmu!" ujarnya judes.

Noe geleng-geleng kepala kemudian melajukan mobilnya. Di sepanjang jalan, Noe terus melirik ke jok kiri, di mana Senna hanya membisu. Pemuda itu cukup bingung juga mendapati gadis itu hanya terdiam, basanya 'kan, dia sewot.

Terdengar gadis itu mendengus. "Aku sudah bilang, aku bukan perempuan gampangan, jadi berhenti melirikku terus seperti itu!" komentarnya pedas.

"Kau itu kenapa, sih?" tanya Noe heran. "Aku sama sekali gak menganggapmu seperti itu," tambahnya lagi tetap fokus ke jalanan.

"Bagus, lah!" sahutnya masih terkesan galak. Noe menyeringai, gadis aneh di sampingnya itu sempat membuatnya ilfil karena berkali-kali melontarkan kalimat yang sama.

Sementara Senna masih berkutat dengan pikirannya. Bukan tanpa alasan ia sok galak, atau bisa dikatakan ia terlalu paranoid. Sebuah kejadian yang pernah menimpa kakak sepupunya, melekat erat di dinding otaknya. Itu yang membuat Senna selalu jutek pada banyak pemuda, dan pemuda yang berada di sampingnya itu, tak termasuk pada pengecualian.

Kakak sepupunya adalah wanita karir dengan segudang prestasi. Karena sebab kemalaman dari acara kantornya, sepupunya itu mau saja saat ditawari menginap di tempat seorang lelaki, yang memang sudah dikenalnya dengan baik. Dia tidak menaruh curiga apapun, tapi ternyata perempuan itu hampir diperkosa saat tengah malam. Ya ... meskipun hal itu tidak terjadi karena lelakinya akhirnya sadar, tapi tetap saja ngeri. Sepertinya semua lelaki menganggap para perempuan itu gampangan saat mereka mengajaknya menginap dengan dalih kemalaman. Aih, dan Senna tidak mau lelaki di sampingnya itu menganggapnya sama. Lalu harus bagaimana? Apa dia harus bermalam di depan pagar rumah paman Viola? Harusnya ia mempersiapkan banyak uang ketika bepergian ke luar kota, jadinya ia tidak perlu bingung-bingung harus tidur dimana jika keadaannya seperti itu? Harusnya ia bermalam di hotel saja. Tapi bicara tentang hotel, kenapa Noe malah membawanya ke sebuah motel di pinggiran kota.

"Eh, kenapa kamu malah membawaku ke sini?" tanya Senna mengedarkan pandangannya dengan gusar.

"Bukannya kamu sudah setuju menginap di tempatku." Noe memarkirkan mobilnya.

"Tapi apartemenmu ...." Ucapan Senna menggantung.

"Itu apartemen sepupuku dan istrinya, memangnya kamu mau menginap di sana?" ujarnya turun dari mobil. Lelaki itu membukakan pintu untuk Senna, karena gadis itu masih duduk bingung di dalam sana.

Senna turun dan Noe langsung menyodorkan kunci kamar miliknya. "Kamu tidurlah, nanti aku akan pergi lagi," ucapnya.

Karena Senna sudah sangat mengantuk, jadi ia tak berpikir ulang untuk segera mengambil kunci tersebut dari tangan Noe. Lelaki itu kembali pergi setelah mengantar gadis itu sampai di depan kamarnya.

Senna langsung membanting tubuhnya ke atas kasur kemudian memeluk bantal guling yang berada di sampingnya. Lampu kamar ia biarkan menyala, karena itu akan membuatnya bisa tidur tenang di tempat asing.

Baru beberapa menit Senna terlelap, tubuhnya terasa tak nyaman. Ia bangkit terduduk dan meraba-raba tubuh bagian belakang. Gadis itu melepaskan pengait bra yang membuat tubuhnya agak sesak. Kebiasaannya yang tak bisa dilupakan, menanggalkan bra saat tidur sebelum, gadis itu kembali terlelap.

...

Di tempat lain, tepatnya di dalam kamar Viola, gadis berbaju merah maroon itu duduk termangu sambil memeluk kedua lututnya di lantai kamar. Punggungnya melekat tersandar pada tempat tidur. Viola beberapa kali mengulum bibirnya. Rasanya masih bisa dia rasakan bibir Tristan hinggap di sana beberapa waktu lalu. Viola membenamkan wajahnya di kedua lututnya. Pelukan Tristan terasa begitu hangat, seolah telah mengisi kehampaan dalam hatinya secara perlahan.

Falling for You (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang