18. Pupuskah rasa itu?

2K 120 1
                                    

...

        Apa gadis itu baik-baik saja? Apa dia sudah berkumpul lagi dengan keluarganya dan bertemu dengan Tristan? Tapi ... siapa Tristan? Viola tak menjelaskan apapun tentang lelaki itu.

Meskipun begitu, tidak ada alasan bagi Noe untuk berharap bisa bertemu lagi dengan Viola. Tugasnya sudah selesai. Gadis itu pasti baik-baik saja karena sudah berkumpul dengan keluarganya.

"Ah ... melihat kau datang, aku jadi ingin pulang." Seorang lelaki menyodorkan secangkir kopi ke tangan Noe, "jangan-jangan kau mau menjemputku," ucapnya terkekeh.

"Salahmu sendiri kenapa tidak pernah pulang ke kampung halamanmu." Noe menyesap Capuccino dari cangkirnya.

"Eh, tapi ... apa yang membuatmu datang kemari?" lelaki itu duduk memperhatikan.

"Aku menengokmu, memangnya gak boleh?"

"Hah?" Lelaki itu kembali tertawa, "biasanya, ya, kau itu gak pernah datang dadakan! Seenggaknya memberi kabar jauh-jauh hari. Tapi, kadang gak jadi datang," kritiknya lalu melenggang menaruh cangkir kopinya ke atas meja dekat dapur.

"Karena kau sudah jauh-jauh datang kesini, jadi jangan buru-buru pulang dulu!" perintahnya.

"Aku masih banyak kerjaan," sahut Noe memandangi mulut cangkirnya setengah melamun.

"Heh! Buat apa kau punya anak buah kalau pekerjaan saja masih kau yang tangani?"

"Karena aku gak mau hanya mendengar laporan lewat telepon saja. Apalagi sebulan ini aku di rumah Itak."

"Kenapa? Terjadi sesuatu padanya?" tanya lelaki itu cemas.

"Enggak. Beliau baik-baik saja."

"Ckckck! Perasaan dari tadi bengong terus. Ada apa?" selidik lelaki itu mulai curiga. Namun tak berapa lama ia langsung heboh dan tertawa keras sambil menepuk-nepuk tumitnya sendiri. "Aku yakin pasti ada kaitannya dengan perempuan. Iya, kan?" gelaknya tak berhenti.

Noe menoleh dengan wajah sebal. Lelaki itu bangkit lalu menyimpan cangkir miliknya ke atas meja yang sama. "Tingkahmu membuatku tambah pusing," ujar Noe meninggalkan saudaranya itu di kursi kayu.

"Hey, Noe! Kalau soal perempuan, kau perlu bantuanku ...!"

🍀🍀🍀

          "Kamu harus bisa bertahan, La. Kamu saksi hidup, saat dengan nyata ... Juno mencelakaimu. Aku akan bantu kamu. Aku juga akan cari tahu tentang Tristan, supaya kalian bisa merencanakan sesuatu untuk perusahaan, sama kayak dulu."

Kalimat yang dilontarkan Senna, masih diingat jelas oleh Viola saat dirinya memasuki bandara. Ia berniat untuk segera berangkat ke Jogja, menemui pamannya.

Dalam perjalanan, Viola sempat menghubungi kediaman pamannya itu. Memastikan mereka ada di rumah.

Roy sempat tak percaya kalau yang melakukan panggilan itu adalah Viola, keponakannya yang sudah berbulan-bulan menghilang dan terakhir malah dianggap sudah tiada.

Adik dari ayah Viola itu menyambut kehadiran Viola dengan takjub. Ia tak menyangka bahwa keponakannya itu benar-benar masih hidup, bahkan terlihat sehat. Perbincangan panjang pun berlanjut, dari Viola menanyakan tentang orangtuanya.

"Semoga saja mereka ada di Jakarta, gak menghilang lagi," ucap pria itu ragu.

"Maksud Om?"

"Mereka seperti gak mau apapun lagi setelah kamu menghilang. Mereka hanya mau kamu ditemukan. Mereka gak pernah kehilangan akal untuk tetap mencarimu meski kasusmu sudah ditutup dari pihak kepolisian. Namun orangtuamu tetap bersikeras. Jadi mereka ikut-ikutan menghilang beberapa minggu lalu. Mengelilingi semua pulau di Indonesia pun, sepertinya akan mereka lakukan."

Falling for You (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang