13. Jangan Pergi

2.3K 112 2
                                    

...

Membicarakan bayi mungkin terlalu awal. Seperti morning sickness saat pertama masa kehamilan. Membuat Viola murung. Oke, perempuan itu murung bukan soal ia tak ingin memiliki bayi dari Tristan. Tapi justru karena candaan Tristan yang mengatakan, mungkin Tristan harus berada jauh dulu dari Viola, maka Viola akan memikirkan soal anak.

Sebenarnya itu hanya celetukan Tristan saja, tapi Viola menanggapinya terlalu serius. Takut kalau ucapannya itu benar-benar terjadi. Bukankah mereka baru bersama, seharusnya kata 'pergi' itu tidak muncul diantara perbincangan mereka.

Memang jika membicarakan soal bayi Viola belum mau. Cobalah pikir, Viola baru saja menemukan cinta, tidakkah ia bisa menikmati masa-masa pacaran sesudah menikah?

Tristan membukakan pintu taksi untuk Viola. Gadis itu sudah duduk nyaman di kursi penumpang. Tristan berjalan memutari badan taksi dan masuk dari pintu sebelahnya.

Tristan memberikan alamat tujuannya pada sang supir taksi.

"Mau kemana, sih?" tanya Viola bingung. Tristan sama sekali tak memberitahukan kemana tujuannya.

"Endroit calme pour se datant. Ca vous plaira."

Delikan mata Viola membuat Tristan terbahak. Bukan karena Viola tahu artinya, malah justru karena perempuan itu tak mengerti sama sekali apa yang dikatakan Tristan.

...

Tristan menggenggam tangan Viola. Menggenggamnya erat seperti itu, membuatnya teringat pada kejadian di pesta Juno. Bodohnya Tristan, melepaskan genggaman tangan Viola, padahal ia sendiri yang bilang, jangan pernah melepaskan itu apapun yang terjadi di sana.

Malu rasanya.

"Kenapa?" Viola menangkap seraut wajah sesal.

Tristan menggeleng. Ia tidak akan mengatakan hal yang sama, bukan takut ia atau Viola yang pergi melepaskan genggamannya, Tristan hanya ingin mengucapkannya dalam hati saja. Sebuah tekad bahwa ia tidak akan melepas tangan itu sampai kapanpun.

Viola dan Tristan berjalan menyusuri jalan di sebuah kota kecil bernama Ribeauville'. Mata gadis itu berputar melihat rumah-rumah cantik yang ada di sekitarnya.

"Sebenarnya kita mau kemana, sih, Trist?"

"Besok lusa, kan, kita pulang ke Indonesia. Jadi hari ini aku mau membawamu ke suatu tempat."

"Terus besok kita kemana?"

"Di apartemen saja. Berduaan ...," bisik Tristan genit.

Viola lantas berdecih. Ia lebih tertarik mengedarkan pandangannya. Suasana kota itu sangat damai dan tak begitu ramai. Malah sangat cocok untuk menyepi. Embusan anginnya segar, menerpa wajahnya dengan lembut.

"Aku pikir, kamu akan membawaku jalan-jalan ke kota Strasbourg. Menikmati kanal-kanal air yang cantik di sana."

"Sejak bulan madu kita waktu itu, aku jadi gak suka tempat-tempat ramai," bisiknya lagi menggoda.

Ah, terserahlah! Viola sedang tidak ingin termakan godaan Tristan. Mereka melanjutkan langkah ke arah benteng tua. Dan mata Viola terbelalak menikmati hamparan ladang anggur, terlihat sangat hebat dari tempatnya.

"Hah? Ini ... Alsatian vineyard route?!" seru Viola girang. Ingin rasanya ia meraup buah-buah anggur yang ranum itu untuk memuaskan dahaganya. Secara, Viola si gadis pecinta anggur.

Dengan mata berbinar, Viola menatap Tristan. Lelaki itu mengangguk, seolah tahu apa yang diinginkan perempuan itu.

Viola berlari di medan yang sedikit menurun, meninggalkan Tristan.

Falling for You (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang