...
Karena hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam, Viola dan Tristan sudah tiba di Jogja. Hari mulai petang saat keduanya tiba di bandara. Mereka gak membuang banyak waktu saat sebuah taksi yang melintas di hadapan mereka, langsung diberhentikan. Viola langsung menyebutkan alamat pada sang supir, orang yang berada di belakang kemudi itu langsung mengangguk dan melajukan kembali taksinya ke tempat tujuan.
Sejak dari pesawat tadi, Viola tak bisa duduk tenang. Wajahnya dirubungi kecemasan yang hampir membludak di setiap gerak tubuhnya. Setiap detik waktu, seolah ia hitung untuk memastikan bahwa perjalanannya tak memakan waktu lama. Padahal, tiap kali ia mendesah entah pada hitungan detik ke berapa, membuat waktu itu terasa sangat lama untuknya.
"Harusnya kamu bisa lebih tenang sekarang. Kamu akan bertemu mereka sebentar lagi," ucap Tristan memperhatikan kegusaran Viola.
Viola mengangguk cepat tapi tatapan matanya tetap gusar dan sama sekali tak beralih dari jalanan yang sudah mulai gelap dan cahaya-cahaya lampu di jalanan sudah menyambut kedatangan mereka.
Tristan menggapai tangan Viola yang terkepal dan nampak sedikit bergetar di pangkuannya. Barulah Viola menoleh ke arah lelaki yang kini sedang tersenyum menenangkan. Gadis itu bergeser mendekat dan merebahkan kepalanya di bahu Tristan.
"Harusnya kamu lakukan ini sejak dari pesawat tadi," goda Tristan melingkarkan tangannya di tubuh Viola. Kali ini Viola tersenyum.
"Iya. Aku lupa kalau aku punya tempat paling nyaman di sini," sahutnya.
"Akhir-akhir ini kamu jadi sering lupa," protes Tristan mencibir. Viola langsung mencubit pipi lelaki itu dengan gemas.
"Ya, ampun. La ...! Sakit!"
"Ah, rasanya aku udah lama gak melakukannya. Rasanya melegakan." Viola cekikikan.
"Aku malah belum pernah melakukan ini," balas Tristan menggelitik tubuh perempuan itu. Viola langsung melawan. Mereka tak sadar sepasang mata tengah memperhatikan tingkah mereka lewat kaca sambil geleng-geleng kepala. Sadar mereka sedang berada di tempat umum, Viola buru-buru melototi Tristan dan melirikan matanya pada sopir yang kini fokus pada jalanan.
"Kamu ini 'kan, istriku ...," sahut Tristan cuek.
"Memangnya kamu harus mengumumkannya pada semua orang apa?"
"Tentu saja iya," gumamnya tertawa sumbang. Viola kembali mencibir, tatapan matanya beralih memandangi jalanan yang ternyata sudah hampir memasuki area perumahan pamannya.
Tristan hanya tersenyum melihat kelakuan Viola yang terus mengintip keluar kaca mobil. Gadis itu sudah seperti anak kecil yang baru pertama kali di ajak jalan-jalan.
"La ...!" Tristan kembali menarik Viola, tubuh perempuan itu melayang jatuh ke pelukannya lagi. "Jangan jauh-jauh, dong!"
"Kamu jadi genit gini, ya, akhir-akhir ini?" tilai Viola tak bergeming.
"Hei ...!"
Viola menyerah. Ia diam kali ini, membiarkan Tristan mendekapnya erat.
"Aku gak akan pernah puas. Ketika kamu berhasil aku peluk, lalu pergi sebentar saja, dadaku terasa kosong."
Viola mendongakan wajahnya. Tristan sedang menatapnya penuh cinta.
"Berbulan-bulan aku seperti raga tanpa ruh. Aku sempat berpikir, sepertinya aku sedang dihukum Tuhan, dan aku takut. Takut kamu gak akan kembali lagi dan membuatku layaknya orang mati. Jadi mulai sekarang, aku gak akan pernah membiarkanmu jauh lagi dariku, La. Meski itu hanya berjarak satu meter."
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling for You (COMPLETED)
RandomViola dan Tristan tidak pernah menyadari bahwa mereka sudah mendapatkan chemistry sejak balita. Cinta yang tersembunyi, harus disuguhi dengan rasa cemburu dan cerita masa lalu Tristan Hanggono. Cinta juga yang menyatukan banyak tragedi hingga hilang...