S.E.P.U.L.U.H

4.7K 483 108
                                    

Pukul enam pagi, Sehun turun ke bawah dan menemukan Amy yang sibuk menyiapkan beberapa peralatan makan di atas meja. Ia mengerutkan dahi melihat Amy yang tiba-tiba berbalik lalu segera menyembunyikan piring lainnya ke belakang tubuh. Amy dengan gugup menyapa Sehun, “Pagi, Pak.”

         “Pagi, Amy. Apa yang kamu lakukan?”

            Amy mengeluarkan piring dari balik tubuh dan berkata, “Mbak Jo minta disiapin piring untuk tempat donut-donutnya.”

            “Donut?”

            “Iya.”

            “Dimana Jo sekarang?”

            Amy sekali lagi menjadi gugup hanya karena Sehun yang menanyakan keberadaan Jo. Bagi Amy dan semua orang yang ada di rumah, hubungan mereka tidak terlalu baik dan Amy juga bukan satu-satunya orang yang akan mengkhawatirkan Jo kalau Sehun bertanya tentang keberadaan wanita itu. Tapi Amy juga bukan orang yang berani untuk tidak memberikan jawaban kepada Sehun. “Di luar, Pak,” kata Amy lemah.

            Sehun mengangguk lalu ia berbalik dan berjalan ke luar. Ia akan memastikan kalau wanita yang akan menjadi adiknya itu memang benar di luar. Beberapa pelayan yang berjaga di luar saling berpandangan terlebih saat Sehun berjalan melewati mereka begitu saja. Ketika ia membuka pintu pagar dan melihat Jo sedang berjongkok dan sibuk membuat gambar abstrak dengan lidi di atas tanah, ia terdiam. Sejak kapan pemandangan seperti ini menjadi begitu menyenangkan, Sehun?

            “Apa yang kamu lakukan?”

            Jo menoleh lalu menyapa Sehun dengan melambaikan lidi yang dipegangnya, “Hai.”

            “Apa yang kamu lakukan?” tanya Sehun sekali lagi.

            “Gambar.”

            Sehun berjalan mendekat dan ia memperhatikan gambar abstrak yang dibuat Jo dengan dahi mengerut. “Jelek,” kata Sehun dengan datar.

            Jo mendengus lalu ia mendongak karena Sehun yang berdiri di sampingnya dan berkata, “Enggak usah komentar bisa?”

            Sehun hanya mengendikkan bahu lalu melihat ke segala arah. Sepi, tentu saja karena dia memilih rumah yang jaraknya berjauhan. Dari ujung belokan ia bisa melihat seorang pria paruh baya mengayuh sepedanya dan Jo berteriak, “PAK MAMAT...”

            Sehun semakin bingung terlebih saat pria paruh baya yang dipanggil Pak Mamat berhenti tepat di depan mereka dan tersenyum ke arah Jo. Jo mulai menyibukkan diri dengan memilih beberapa donut lalu Amy yang datang dan memberikan piring yang tadi dilihat Sehun. Terlalu pagi bagi Sehun untuk mengerti apa yang terjadi sekarang.

            “Siapa neng?” tanya Pak Mamat yang sedari tadi memperhatikan Sehun.

            Jo melihat Sehun sebentar lalu berkata, “Kakak saya, Pak. Ini donutnya saya beli sepuluh ya, Pak. Bonusnya satu kan ya?”

            “Iya, Neng. Kakaknya ganteng loh. Sudah nikah?”

            “Belum, Pak.”

            Pak Mamat yang mendengarnya langsung tersenyum dan dengan malu-malu ia berkata, “Mau saya kenalin sama anak saya, Mas?”

            Jo melirik wajah Sehun dan ia menahan tawa terlebih saat Sehun berkata, “Belum ada niatan mau nikah dalam waktu dekat saya, Pak.”

            Pak Mamat mengangguk. Jo memberikan beberapa uang untuk membayar dan Sehun yang melihatnya sedikit terganggu karena beberapa alasan. Pertama, Jo tidak memintanya untuk membayar donut-donut itu. Kedua, Jo mengatakan kalau dirinya mungkin akan bersiap nikah dalam waktu dekat. Ketiga, Jo tidak meminta bantuannya untuk membawa donut-donut itu masuk ke dalam rumah.

            Sehun menghela napas lalu berkata, “Kamu bisa meminta bantuan aku untuk membawa donut-donut itu, Jo.” Dan tanpa menunggu jawaban Jo, Sehun langsung merebutnya. “Kita sepakat untuk menjadi kakak-adik dari tiga hari yang lalu.”

            Jo tersenyum lalu ia mengikuti langkah Sehun dari belakang. Dan apa yang dilakukan mereka menjadi perhatian untuk beberapa orang, tidak terkecuali Amy dan Albert yang sekarang saling berpandangan.

            Pukul enam lewat empat puluh lima, Jo sudah duduk di kursi dan ia menunggu Sehun karena pria itu meminta Jo untuk sarapan bersama. Sekali lagi, Amy yang yang melihatnya merasa bingung dan bertanya, “Mbak Jo lagi akur sama Pak Sehun?”

            Jo yang mendengarnya langsung mengangguk, “Kita sepakat untuk menjadi kakak-adik.”

            Amy yang mendengarnya semakin bingung tapi ia tidak ingin bertanya lagi karena Sehun yang sudah datang dan duduk di depan Jo. Amy segera pergi dan memberikan privasi pada keduanya. Jo yang melihat Sehun kali ini memakai batik menganggukkan kepala lalu berkata, “Kamu beli dimana batiknya?”

            “Kayafas yang beli.”

            “Kaos tadi pagi yang kamu pakai, beli dimana?”

            “Albert yang beli.”

            Jo menggelengkan kepalanya tidak mengerti dan hal itu membuat Sehun berkata, “Hampir semua pakaian aku, orang lain yang beli. Aku tidak ada waktu untuk beli kalau itu yang ingin kamu tahu.”

            “Minggu depan, aku akan bantu kamu beli beberapa pakaian.”

            “Kenapa?”

            “Karena aku juga orang lain.”

Black PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang