E.M.P.A.T P.U.L.U.H T.U.J.U.H

409 89 11
                                    


"Hai."

Jo mengerutkan dahinya saat melihat Sehun sudah berdiri di depannya dengan kemeja berwarna putih dan celana bahan berwarna cream. Ia menoleh ke arah Alette lalu kembali menoleh ke arah Sehun, "Mas, ngapain disini?"

"Jemput kamu."

"Aku pulang sama Alette. Aku sudah memberitahu kamu tentang itu tadi pagi."

Alette yang merasa namanya disebut langsung menggeleng,"Jo, aku pulang sama Theo."

Jo menoleh dan merasa bingung,"Bukannya kamu lagi marahan sama Theo?"

Alette menggeleng,"Sudah baikan." Lalu Alette membereskan semua barang-barang nya dan kembali menatap Jo, "Aku pergi duluan ya. Permisi Pak."

Jo dan Sehun mengangguk. Lalu Sehun mengambil alih barang bawaan milik Jo. Ia menarik tangan kanan Jo dan membawanya ke arah mobil. Semua orang yang saat ini berada di sekitar perpustakaan memperhatikan itu lalu saling berbisik. Jo menunduk dan merasa malu karena itu.

Sehun membuka pintu mobil depan untuk Jo setelah menyimpan barang-barang Jo di kursi belakang. Lalu ia berjalan memutar dan duduk di kursi kemudi. Ia menghidupkan mesin mobil lalu melirik sebentar ke arah Jo. Jo sendiri membenarkan pakaiannya yang terlihat kusut di beberapa tempat.

"Makan di luar mau?"

"Makan apa?"

"Sate?"

Jo mengangguk, "Boleh."

Sehun menurunkan kaca mobilnya lalu menyapa beberapa satpam yang bertugas mengecek kendaraan yang masuk dan keluar kampus. Pak Slamet-satpam paling lama yang bekerja di kampus ini tersenyum dan mengerlingkan matanya saat melihat Jo di samping Sehun. "Antar jemput Ibu ya Pak?"

Sehun tertawa sedangkan Jo hanya mengulum senyum malu. Jo menoleh kepada Jo lalu kembali menoleh kepada Pak Slamet, "Masih muda kok Pak istri saya. Panggil mbak aja."

Pak Slamet mengangguk, "Hati-hati Pak. Kalau datang kesini lagi kita main catur ya Pak."

"Boleh. Kita pergi dulu ya Pak."

Lalu Sehun menaikkan kaca mobil dan membelokkan mobil ke arah kiri setelah keluar dari kampus. Mobil terus berjalan melewati lampu lalu lintas yang berubah warna menjadi hijau. Jo menyerongkan tubuhnya ke arah Sehun, "Mas kenal sama Pak Slamet? Akrab banget."

Sehun mengangguk, "Pak Slamet paling lama kerja di kampus. Aku kenal dia karena sikapnya yang baik dan pekerjaannya yang profesional banget."

"Sering main catur sama Pak Slamet?"

Sehun mengangguk,"Kalau lagi senggang sering ke Pak Slamet. Duduk di ruangan satpam sambil main. Beberapa mahasiswa juga kadang ada yang ikut main."

Jo tersenyum,"Kamu dekat sama mahasiswa kamu."

Sehun menoleh sebentar lalu menggeleng,"Tidak terlalu. Aku hanya ingin dekat sama kamu."

Jo mendengus lalu menghadap ke depan. Ia mengerutkan dahinya saat melihat salah satu sepeda motor melaju kencang tanpa memakai helm. "Kamu tahu kalau kamu semakin aneh kan Mas?"

"Karena bicara seperti tadi?"

"Iya. Geli tahu kalau aku dengar kamu bicara seperti itu terus."

Sehun tertawa lalu menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Ia membuka seatbelt lalu menoleh ke arah Jo, "Makan di pinggir jalan nggak papa kan?"

"Ga masalah kok."

Jo juga melakukan hal yang sama, membuka seatbelt lalu membuka pintu mobil. Ia mengikuti langkah Sehun mendekati gerobak penjual sate lalu ia mendengar Sehun yang memesan dua puluh tusuk sate dan dua nasi putih. Ia juga memesan es jeruk. Selesai memesan makanan dan minuman, Sehun mengajak Jo ke meja kosong.

"... Istrinya..."

"... Aku setuju dengan mereka. Mereka manis..."

"... Mantan Rektor kita membawa istrinya..."

"... Istrinya satu fakultas sama aku..."

Sehun tersenyum sedangkan Jo hanya menunduk. Mereka berdua mendengarnya. Saat mereka berdua duduk berhadapan dan menunggu pesanannya datang, Jo menoleh ke sekitar dan mendapati hampir semua yang berada di tempat ini mahasiswa di kampusnya. Ia bisa mengenali nya karena almamater yang dipakai.

"Jo, aku berniat membuka restoran sate."

Jo menoleh,"Kenapa sate?"

"Kamu ga mau?"

"Ya nggak papa sih, kan kamu yang mau buka restoran."

"Restorannya jadi milik kamu kok."

Jo memutar matanya malas, "Berhenti melakukan hal aneh deh. Kemarin mau buka restoran padang, sekarang mau buka restoran sate. Besok mau buka restoran penyetan?"

Sehun mengendikkan bahu, "Ya kalau kamu maunya restoran penyetan, aku ga masalah kok."

Kemudian mereka berhenti berbicara saat seorang pria mengantarkan pesanan mereka. Sehun menata makanannya lalu menyuruh Jo untuk memakan makanannya terlebih dahulu. Lalu Sehun mengikutinya.

Mereka berdua diam dan sibuk makan. Beberapa orang yang masih betah melihat mereka memilih untuk memotret keduanya. Jo mengangkat sebelah tangannya lalu mencoba memindahkan anak rambut yang menghalangi pandangannya. Sehun yang melihat Jo kesusahan lalu membantunya, "Kenapa ga diikat rambutnya?"

"Aku lupa bawa ikat rambut."

Sehun kemudian berdiri dan berjalan ke arah tempat cuci tangan. Jo hanya diam dan kembali memakan sate nya. Sehun mencuci kedua tangannya lalu berjalan ke arah penjual sate dan bertanya, "Ada karet gelang Pak?"

"Ada Mas."

"Boleh minta satu Pak? Istri saya lupa bawa ikat rambut." Lalu penjual sate memberikan karet gelang kepada Sehun sambil tersenyum,"Sayang banget sama istrinya ya Pak?"

Sehun mengangguk,"Iya Pak, sayang banget. Terimakasih Pak."

Kemudian Sehun pergi dan berjalan ke arah Jo. Ia tersenyum saat menyadari sate di atas piring sudah tinggal setengah. Ia berdiri di belakang Jo dan menarik semua rambut Jo ke dalam satu tangannya sedangkan tangan satunya memegang karet gelang, "Kamu masih lapar? Aku bisa pesan sate lagi." Sehun mengikat rambut Jo dan setelah selesai ia berjalan memutar untuk kembali duduk di depan Jo. "Jo, mau nambah?" tanya Sehun sekali lagi.

Jo menggeleng, "Kamu kok ga bilang kalau mau ambil karet gelang?"

"Kenapa memangnya?"

"Kamu tahu nggak kalau apa yang kamu lakukan membuat semua orang disini melihat kita. Kamu mengikat rambut aku, Mas."

"Iya, terus kenapa?"

"Kamu membuat semua orang melihat kita."

Sehun mengangguk. Dan ia merasa tidak ada yang salah dengan itu. "Jo, aku hanya mengikat rambut istri aku yang terganggu makannya. Aku hanya ingin membuat kamu nyaman saat makan."

"..."

"Kalau semua orang memperhatikan kita, aku hanya memperhatikan kamu."

Black PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang