02.00 PM.
"AYAAAAAAAAAAAAAHH!"
baru aja jiyong ngebuka pintu rumah, jisoo yang lagi belajar di ruang tamu itu langsung menyambutnya dan menghambur ke pelukan ayahnya.
"halo, adek. gimana empat hari tanpa ayah?"
"gimana apanya? biasa aja tuh," jisoo mengedikkan bahunya, berlagak sok cuek kemudian kembali melanjutkan belajarnya.
"nggak kangen ayah?"
"enggak, ngapain kangen?"
jisoo nggak bisa menahan tawanya lagi saat melihat raut muka kecewa yang tergambar di wajah jiyong. "HAHA IYA IYAA AKU KANGEN AYAH BANGET! ayah jangan pergi-pergi lagi,"
jiyong ikut ketawa, lalu mengacak rambut putrinya. sebenarnya dia tau jisoo cuma bercanda, dan jiyong masang wajah kecewa gitu juga cuma akting doang.
"iya-iya, ayah nggak pergi lagi."
"mana sini aku bantuin bawa kopernya, yah." jisoo menawarkan bantuan, tapi ditolak jiyong.
"nggak usah, ayah bisa sendiri."
setelah memasukkan koper dan melepas jaketnya, jiyong duduk di sofa, di sebelah jisoo yang udah melanjutkan belajarnya lagi.
"belajar apa dek?" tanya si ayah sambil memperhatikan jisoo.
"matematika wajib sama sejarah,"
"oh, kalo tadi ujiannya apa? susah nggak?"
"tadi ekonomi sama pkn. lumayan susah sih, ada beberapa yang lupa tapi masih bisa dikarang jawabannya, hehe,"
"iya kalo udah mentok sih dijawab asal aja, yang penting gak dikosongin lembar jawabannya," kata jiyong. "ini kok sepi banget? pada ke mana?"
"mas bobby masih di kampus, mas jaewon belajar di kamarnya, mas mino nganterin mbak irene pulang."
"irene? dia habis ke sini?"
jisoo menoleh ke ayahnya, "loh ayah gak tau? kan selama ayah di australia, mbak irene nginep di sini,"
jawaban jisoo sontak membuat mata jiyong membulat. "MASA?! KOK AYAH GAK DIBILANGIN?!"
"ya nggak tau?! tanya aja sendiri sama mas mino?!"
"nah terus kok—"
"stop, ayah. kalo ayah ngajak ngobrol terus aku kapan belajarnya?!" jisoo nggak bermaksud untuk ngebentak ayahnya, tapi emang dari tadi pak jiyong ini cerewet dan berisik banget. jisoo jadi nggak konsentrasi belajarnya.
"iya-iya ayah diem nih."
daripada kena marah jisoo lagi, jiyong memilih untuk diam dan mainin HP-nya. jiyong membuka aplikasi yang barusan dia instal ulang, mobile legends.
gapapa dong main lagi, kan istrinya gak tau.
"loh ayah kok main mobile legends lagi?! ntar dimarahin bunda lagi gimana?"
"ADEK TAU DARIMANA AYAH HABIS DIMARAH BUNDA?!"
"dikasih tau bunda. kata bunda, ayah gak boleh main mobile legends!" ucap jisoo. "laporin bunda ah."
"HEH JANGAN, ADEK!" teriak jiyong panik. "jisoo anak ayah yang paling cantik, jangan laporin ayah ke bunda ya, sayang?"
yak ini bapak jiyong lagi ngerayu anak ceweknya biar jisoo nggak ngelaporin dia ke sandara. gawat kalo sandara tau, bisa-bisa dia marah terus nggak mau ngangkat telepon dari jiyong.
"iyalah aku paling cantik. anak ayah yang lainnya kan cowok," sahut jisoo enteng.
"adek mau apa? ayah beliin tapi jangan bilang ke bunda."
"kemaren aku liat jaket bagus di shopee, beliin ya yah?" jisoo tersenyum licik sambil mengangkat kedua alisnya.
"beli di distronya ayah aja kenapa sih?"
"nggak mau. lemari aku udah penuh baju dan jaket peaceminusone, ayah!"
oke lemarinya jisoo penuh baju bermerek gais.
"yaudah-yaudah. berapa harganya?"
"700 ribu."
jiyong langsung melotot dan teriak, "JISOO ARE YOU KIDDING ME? jaket merek apa yang harganya dua kali lipat lebih mahal dari uang spp sekolah kamu, dek?"
"bodo amat pokoknya beliin."
jiyong terlihat berpikir sebentar, sesaat kemudian dia memutuskan dengan senyum liciknya, "oke, ayah beliin. tapi kamu gak jadi liburan ke aussie,"
"oh yaudah. aku sih tinggal pencet send ini mumpung bunda lagi online whatsapp-nya, pasti langsung dibaca." balas jisoo membuat jiyong panik, tapi dia berusaha sebisa mungkin untuk berekspresi tenang.
"yaudah kirim aja. paling nanti kalo butuh transferan bunda langsung ngajak ayah baikan,"
"LOH AYAH KOK GITU SIH?" protes jisoo nggak terima.
jiyong menghela napasnya. nggak akan selesai debat kayak gini kalo dia nggak ngalah. "ayah beliin kalo kamu dapet ranking 10 besar."
"SERIOUSLY, YAH?! oke kalo gitu tunggu aja pas terima rapot nanti, aku bakal dapet sepuluh besar!" ucap jisoo dengan optimisme tinggi.
"yah?" panggil seseorang yang ada di ujung tangga. "aku kalo dapet sepuluh besar beliin hadiah juga!"
"dih? kalo kamu sih udah pasti masuk tiga besar, one. bisa-bisa mas mino gak jadi nikah gara-gara duit ayah habis buat nurutin kemauan kalian semua," cerocos jiyong.
"yaudah batalin aja pernikahannya biar duit ayah nggak habis. udah dibeliin apartemen seisinya, dibayarin sewa gedung, enak banget deh jadi mas mino,"
mampus lah ini jiyong baru beberapa menit yang lalu sampe di rumah, tapi udah dipalak sama anak-anaknya sendiri.
"bukan gitu, dek. dari dulu kan mas mino gak pernah minta apa-apa ke ayah, dia selalu beli yang dia mau pake uangnya sendiri. jadi sekarang ayah mau kasih hadiah buat mas mino, itu aja. adek-adeknya nggak usah pada ngiri, ya." jiyong berusaha memberi penjelasan ke adek-adeknya mino biar mereka nggak pada iri. jisoo dan jaewon hanya bisa mendesah kecewa karena penjelasan ayah mereka.
"yaudah kalian lanjutin belajarnya, ayah mau main ml."
"WEH AYO MABAR YAH!" jaewon yang tadinya lesu jadi semangat lagi dan ngajak ayahnya mabar.
"kuy lah yakali gak kuy!" sahut jiyong nggak kalah semangat.
"yah, maaf ini chat-nya jisoo udah dibaca bunda, ayah siap-siap diceramahin ya malam ini."
MAMPUS AYAH NTAR DIAMUK SI BUNDA WKWK
KAMU SEDANG MEMBACA
the dirgantara✔
Fanfictiondaily life of jiyong, sandara and their children: mino, bobby, jaewon, and jisoo. ©geezdragon, 2018