2 -Partner

3.8K 262 12
                                    

Sudah lima menit lebih, namun angkutan yang kutunggu-tunggu tak kunjung datang. Orang-orang juga mulai berdatangan dan duduk disampingku. Tak lama kemudian, bus yang kami nanti datang juga. Dengan sigap aku mengambil antrian pertama yang masuk ke dalam bus tersebut.

Hari ini aku berniat mampir ke toko buku sekalian belanja kebutuhan sehari-hari yang mulai menipis di apartemen. Perwakilan Sajangnim membagikan gaji lemburku lebih cepat. Maka dari itu kugunakan uang ini untuk membeli buku sebelum sebagiannya habis untuk keperluan yang lain.

Aku menatap pemandangan kota Seoul siang ini dari balik kaca jendela bus. Musim panas ini baru saja dimulai, dan aku ingin sekali mengakhirinya.

Sepasang mataku melirik pada seorang lelaki berambut pirang gelap yang duduk disampingku. Ia tampak menguap berulang-ulang saat membaca sebuah buku tebal bersampul hijau.

Aku sedikit tersentak saat ia menoleh memandangku. Spontan aku memutus kontak mataku dengannya, membenarkan posisi kacamataku, lalu memandang sepatu kets yang kukenakan.

Ia berhasil membuatku menoleh kembali saat kepalanya bersandar dibahuku. Dengan santainya ia menutup mulutnya yang menganga lebar karena menguap.

"Bangunkan aku saat bus berhenti di halte berikutnya"

Ia memejamkan matanya, lalu diam seakan-akan telah terbawa ke alam mimpi.

Aku menghela napas. Aku sama sekali tak mengenal orang ini. Dan aku cukup terbebani dengan kepalanya yang menyandar di bahuku.

Aku berinisiatif menyingkirkan kepalanya menggunakan telunjukku. Namun, sekuat apapun telunjukku mendorong kepalanya menjauh, tetap saja ia kembali ke bahuku. Hal itu sudah kulakukan berulang-ulang, hingga aku menghentikan usahaku dan membiarkan bahuku menjadi bantalnya untuk beberapa menit kedepan.

Aku membuka mataku lebar-lebar. Dapat kulihat jalanan yang nampak asing dari kaca jendela bus. Kutilik jam tangan hitam yang melingkari pergelangan tanganku. Waktu telah menunjukkan pukul sebelas siang.

Bus berhenti agak lama karena penumpang yang turun tak dapat dibilang sedikit. Aku baru menyadari bus telah sesak oleh penumpang saat aku membuka mataku yang terpejam.

Aku melirik kesebelahku. Pemuda ini masih setia menyandar dibahuku yang mulai kram. Aku berniat untuk turun dari bus tanpa memedulikan lelaki sialan ini.

Namun, aku sangat bodoh. Aku beranjak dari tempat dudukku, seakan-akan tak ada yang menindih pundakku. Sontak namja berkulit putih ini memekik ketika dahinya berbenturan dengan kaca jendela.

Mungkin nasibnya lebih baik dariku saat ini. Kakiku tersandung kakinya yang berbalut sepatu kulit, lalu jatuh membentur kursi penumpang dengan gaya yang kurang elit. Denyut nyeri di kepala rasanya bertambah saat lelaki ini bangkit dari posisinya lalu menegurku.

"Sudah kubilang bangunkan aku di halte berikutnya bukan?"

Ia menjulurkan tangannya padaku, namun kutepis dengan keras. Selama aku dapat berdiri sendiri, aku takkan menerima bantuan orang yang tak kukenal.

Ia meringis "hei, santai sajalah"

Aku hanya mendengus. Aku benar-benar tak ingin mengeluarkan kata umpatanku lada siapapun saat ini.

Dia mengikuti langkahku setelah turun dari bus. Saat aku mempercepat langkah kakiku, iapun menambah kecepatan jalannya. Saat aku berhenti, iapun ikut berhenti tepat disisiku.

"Apa maumu?" tanyaku dingin.

Ia menggeleng polos "tidak, aku tidak ingin apa-apa"

"Lalu kenapa kau mengikutiku?!" tanyaku lagi.

"Aku tidak mengikutimu. Aku berjalan sesuai keinginanku"

Ya Tuhan lelaki ini. Kenapa aku harus tersesat dengannya?!

"Pergilah. Jangan mengikutiku"

Aku melanjutkan perjalananku. Jujur, aku sendiri tidak tahu harus kemana. Karena aku tersesat. Benar-benar tersesat.

"Hei, kurasa kita harus naik bus yang akan lewat beberapa menit lagi"

Ah, benar juga. Bus dari arah yang berlawanan akan membawaku kembali ke tempat asalku. Namun, melihat tempatnya aku ingin jalan-jalan sebentar di sekitar sini.

Aku berhenti melangkah "kenapa kau mengikutiku lagi?!"

"Aku tidak tahu. Hatiku yang menginginkannya"

Aku mendesah pasrah, dan membiarkannya mengikutiku kemanapun aku melangkah. Yah, setidaknya aku memiliki rekan seperjalanan saat ini.

"Hei, lihat! Ada toko buku! Ayo kita kesana!"

Belum sempat aku menolak, ia sudah menarik tanganku terlebih dahulu memasuki toko buku yang nampak megah dari luar.

Ternyata memang megah. Toko buku ini sangat berbeda dari sekian toko buku yang kudatangi. Toko ini terbilang cukup luas. Tembok-tembok  dilukis dengan konsep remaja. Lantai yang tampak seperti kayu inipun ikut menarik perhatianku. Tak lupa dengan buku-buku yang berjajar di rak berbahan kayu tersebut.

Yang membuatku lebih tertarik ialah sebuah cafe kecil di sudut ruangan. Pelanggan dapat membaca buku ditemani secangkir teh atau makanan ringan disana. Aku akan mencobanya lain waktu.

"Nona, kemarilah! Ada buku bagus untukmu!"

Atensiku beralih pada lelaki itu. Ia terus melambaikan tangannya padaku. Melihat sampul buku yang dipegangnya menarik perharian mataku, mau tak mau aku berlari kecil untuk mendekat padanya.

Ia menyerahkan buku itu ke tanganku. Sebuah novel dengan cover warna pink ini membuatku tertarik ingin membelinya. Harga buku inipun sangat terjangkau oleh dompetku yang tengah penuh. Hanya saja, aku tak ingin membuang uangku untuk hal yang tidak kuperlukan. Jadi aku menaruh kembali buku itu ke tempatnya.

"Kenapa kau menaruhnya? Tidak tertarik?" tanyanya.

"Aku ingin mencari buku lain saja" jawabku.

Aku mencari-cari buku tebal berwarna putih seperti yang Munhee perlihatkan padaku. Itu adalah buku yang akan membantu belajarku selain mendengarkan penjelasan dosen. Aku juga ingin membeli kamus bahasa Inggris serta buku ensiklopedi titipan Su-ji.

Ternyata toko buku ini tak selengkap yang kukira. Buku yang kucari-cari tidak ada di rak manapun. Hanya ensiklopedi serta kamus tebal yang kini berada dalam dekapanku. Setelah puas mencari, aku mengantri untuk membayar harga buku ini ke kasir.

Aku melempar pandanganku ke sekitar. Mencari-cari pemuda yang tadinya berjalan dibelakangku, dan sekarang menghilang secara mendadak.

"Ai!" pekikku saat seseorang menepuk bahuku dari belakang.

"Apa kau mencariku, hm?" ia menaik turunkan alisnya.

Dahiku mengkerut "tidak"

"Kau pandai sekali berbohong, nona manis"

"Aku ingin pulang. Kau mau ikut tidak?"

Dia mengangguk "ayo"

Tepat saat kami hendak duduk di halte, bus berhenti di tempatnya. Segera aku dan 'rekanku' naik ke dalamnya.

Aku melirik pada pemuda disampingku. Ia nampak menulis sesuatu dihalaman terakhir sebuah buku. Wajah lugunya membuatku tak ingin berhenti menatapnya.

"Apa ini bagus?" ia menunjukkan sebuah gambar padaku.

"Gambar apa itu?"

"Entahlah, aku juga tidak tahu" ia menyunggingkan senyum aneh  padaku. Rentetan gigi putihnya nampak karena bibirnya membentuk persegi. Ah, senyum kotak.

Cute.

Tidak. Lupakan saja.

Aku beralih memandang jalanan yang kulewati bersama bus ini. Kurasakan sesuatu kembali memberatkan salah satu bahuku.

"Bangunkan aku saat kita sampai di halte tempat kita bertemu"

PREPOSSESSING [KTH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang