11 -Bad Girl

1.8K 162 1
                                        

Ini terjadi lagi.

Mata kuliah pertamaku telah dimulai seperempat jam yang lalu. Dan, tentu saja aku tak akan mengikutinya. Membolos di jam pertama tidak masalah bukan? Lagipula, aku berjanji pada diriku sendiri akan mengikuti mata kuliah selanjutnya.

Rooftop adalah tempat pertama yang kupikirkan untuk bersantai pagi ini. Kulangkahkan kakiku menuju tangga yang membawaku ke atas.

Dengan hati-hati, kubuka pintu rooftop yang tetap berderit. Sepi. Kurasa tak ada siapapun yang 'bermain' saat ini. Kuputuskan untuk duduk bersandar menikmati pemandangan sambil menghafalkan beberapa kosa kata bahasa Jerman yang tertulis didalam kamus.

"Y-yeaah! Disitu! Mhhh"

"Mhh ahh"

Oh God. Darimana suara itu berasal? Aku yakin aku benar-benar sendirian saat ini.

Atau mungkin, tidak.

Aku baru tahu kalau ada tumpukan kardus yang menggunung disudut ruangan. Suara desahan itu semakin terdengar jelas ketika aku mencoba mendekati tumpukan kardus itu.

Damn. Sebuah kepala manusia muncul dari balik tumpukan kardus. Lelaki itu mengusap rambut merah mudanya ke belakang. Hingga akhirnya manik mata kami bertemu.

"Pertemuan yang tak terduga. Benar kan nona Park?"pria itu berjalan mendekatiku.

"Mati saja kau. Dasar maniak sex"

Kakiku sama sekali tak berniat untuk berjalan mundur menjauhinya. Tatapan sombongnya selalu berhasil membangkitkan amarahku.

"Lalu kau apa? Mantan maniak? Terdengar aneh"

"Aku bukan maniak! Aku tidak pernah melakukan hal-hal seperti itu!" perkataannya benar-benar membuatku geram.

"Itu karena aku menjagamu. Tapi sekarang, mungkin.." aku menepis tangan kekarnya yang mengusap leherku. Ia selalu bernafsu meninggalkan luka lebam disana.

"Kau memang tidak ditakdirkan untuk berubah, Jim. Maka dari itu" aku menjeda kalimatku. Tetap berusaha mengontrol pikiran "tidak akan ada yang berubah. Aku tidak akan pernah mau bermain denganmu!"

"Jangan melewati batas, Jim!" aku memukul perut Jimin saat tangannya meraba pahaku yang tertutupi hotpans.

Alis Jimin terangkat. Ia menaikkan sudut bibirnya. Aku sangat benci pemandangan ini. Dapat kurasakan deburan napas panasnya menerpa telingaku. Suara lembut Jimin yang sering ia gunakan untuk bernyanyi membisikkan sesuatu ditelingaku.

"Kau bisa berkata begitu. Bukan masalah bagiku, kau yang rugi karena tak dapat bermain denganku"

Hah, dia memang gila.

"Apa yang harus kuubah? Aku terlahir dengan keadaan seperti ini. Kau tahu itu kan?" Jimin menyemburkan napasnya ditelingaku. Membuatku menahan rasa geli dengan mengepalkan tangan.

"Jangan pernah mengundang nafsu lelaki dengan hotpans. Atau aku.. akan melampaui batas bersamamu" Jimin menyelipkan anak rambutku ke belakang telinga. Sedetik kemudian, tawa renyah keluar dari mulutnya sebelum ia pergi meninggalkanku.

"Aku ingin membalas kekalahanku, Jim. Kita akan bertemu di tempat biasa" Jimin berbalik menatapku. Ia mengedikkan bahunya, lalu melangkah santai menuruni rooftop.

"Ck, dasar pengganngu!" bahuku berjengkit ketika seorang mahasiswi berambut mint menatap tajam ke arahku, dan berlari menyusul Jimin sambil memanggil-manggil pria itu dengan sebutan spesial.

Baby.

Sejenak aku termenung. Kali ini aku benar-benar sendirian. Aku tak dapat fokus untuk menghafal kosa kata satupun. Tanganku memeluk erat kedua kakiku yang tertekuk. Rasa sesak memenuhi dadaku saat panggilan manis itu menggema di ruangan ini.

PREPOSSESSING [KTH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang