Kuusap dahiku yang berkeringat menggunakan sehelai tisu. Mataku menatap kosong ke arah jam dinding cafe yang telah menunjukkan pukul sebelas malam. Sebentar lagi. Sebentar lagi aku akan pulang.
"Park Yoorae! Antarkan cokelat panas ini ke meja nomor 12!"
Aku beranjak dari tempat duduk. Mengambil nampan berisi menu yang telah disiapkan, lalu melangkah menuju meja dengan nomor yang telah ditujukan.
Malam semakin larut, namun pelanggan seakan tak henti-hentinya berdatangan. Mulai dari muda-mudi yang tengah berkencan, sepasang suami istri yang telah lanjut usia, hingga para gadis sosialita yang sibuk dengan ponsel mereka masing-masing di satu meja.
Mungkin alasan mereka datang malam-malam begini karena malam ini adalah malam minggu. Menghabiskan waktu bersama pasangan, atau sekedar berkumpul bersama teman.
Betapa beruntungnya mereka yang memiliki teman. Bagiku teman adalah seseorang yang sangat berharga dalam kehidupan. Mereka yang membuat kita tertawa karena berbagai candaan, mereka yang selalu ada disamping kita, menyemangati kita, dan menghibur kita dikala duka.
"Yoorae-ya, kau belum pulang?" tanya Munhee.
Aku menggeleng "sebentar lagi. Pelanggan sedang ramai, Bibi Seo pasti akan mengadukanku pada Sajangnim kalau pulang sekarang"
"Hah, nenek tua itu memang orang yang pemarah. Lagipula, Sajangnim kan sudah menganggapmu adik. Jadi apa masalahnya?"
"Aku hanya mencoba profesional" ucapku sambil tersenyum tipis padanya.
Munhee mengangguk mengerti. Ia mengambil tas jangkatnya, lalu pamit pulang lebih dulu padaku.
Huft..
Tepat pukul dua belas malam. Jam kerjaku sudah selesai disini. Begitu juga dengan karyawan lain yang duduk bersamaku di halte menunggu angkutan umum.
Mereka saling bertukar cerita, tak lupa diselingi candaan yang membuatku ikut tertawa mendengarnya. Aku hanya dapat menyimak topik pembicaraan mereka. Aku sama sekali tak berniat nimbrung dengan mereka. Entah itu karena badanku yang capek, atau sifatku yang pemalu.
Satu persatu rekan-rekan kerjaku pulang dengan jemputan mereka masing-masing. Kulirik jam tangan hitam yang mengikat lembut pergelangan tanganku. Waktu telah menunjukkan pukul satu dinihari. Karena aku yakin tak satupun bus akan datang, kuputuskan untuk berjalan kaki menyusuri trotoar yang di terangi oleh lampu-lampu bulat di pinggir jalan.
Namun, belum aku melangkahkan kakiku untuk menyebrang, seorang pengendara motor berhenti tepat didepanku. Lelaki berkulit putih dengan rambut yang di cat pirang itu tersenyum padaku. Ia merapatkan jaket motif 'army' nya, lalu mengusap rambutnya ke belakang. Sebuah bandana warna hitam menutupi tampilan dahinya yang sedikit condong ke depan.
Ia menilik jam tangannya "kau baru akan pulang jam segini?"
"Ya.. Aku butuh uang tambahan untuk membeli sebuah buku" ucapku.
"Kau bisa bilang padaku bukan? Kenapa harus memaksakan diri begitu?" ucapnya datar. Namun aku tahu dia mengkhawatirkanku. Sorot matanya menampilkan isyarat kekhawatiran tersebut.
"Aku hanya tidak ingin merepotkanmu, Yoongi-ya"
Ia menyalakan mesin motornya "baiklah. Ayo kita pulang, kau harus istirahat"
Yoongi melajukan motornya setelah aku duduk di belakangnya dan berpegangan erat padanya.
Aku menghela napasku perlahan. Kurebahkan kepalaku ke punggung Yoongi. Mataku menatap jalanan yang kami lewati saat ini. Gedung-gedung tinggi yang nampak gelap, serta beberapa toko makanan yang masih buka.
"Kau ingin mampir terlebih dahulu?" tawar Yoongi.
"Kemana?"
"Makan. Kau pasti lapar bukan?" tanyanya.
"Hm.. Tidak. Aku ingin pulang" aku menggosokkan pipiku ke punggungnya. Nyaman. Itulah yang kurasakan saat ini. Yoongi memang kakak yang baik.
Kami bersahabat sejak kecil. Aku bertemu dengannya ketika ia melempariku dengan bunga mawar yang entah ia dapat darimana. Saat itu aku masih tergolong baru di perumahan Kota Daegu. Ayahku membawaku ke Daegu untuk tinggal bersama istri barunya. Dan Yoongi adalah tetangga rumahku.
Persamaan nasiblah yang membuat kami semakin dekat. Aku dan Yoongi tumbuh bersama ditengah-tengah sepasang suami istri yang mengisi hari-hari mereka dengan bisnis dan pertengkaran. Walaupun begitu, kami tetap bahagia dengan masa kecil yang kami lewati bersama layaknya adik dan kakak.
"Yoon, apa kau mau menginap di apartemenku malam ini?" tanyaku sambil menekan-nekan password pintu apartemen.
Yoongi mengangguk "boleh kan? Telingaku panas mendengarkan debat yang tiada ujungnya itu"
"Tentu, bukan masalah"
Yoongi menghempaskan dirinya di sofa. Meraih remote lalu menyalakan televisi. Sedangkan aku bergegas mengambil handuk dan melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Lima menit kemudian aku keluar dari kamar mandi dengan piama ungu. Kudapati Yoongi yang tertidur pulas di sofa dengan televisi yang menyala.
Kalau begini, dialah yang ditonton oleh benda elektronik ini.
Aku mengambil remote yang dipegangnya, lalu mematikan televisi. Kuambil selimut tebal warna cokelat, lalu kusampirkan ke tubuh Yoongi. Wajahnya nampak polos saat tidur.
Terimakasih, kau selalu ada untukku. Terimakasih karena mau berteman dengan gadis sepertiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
PREPOSSESSING [KTH]
Fanfiction"Aku datang untuk menawan hatimu" Hidupku terasa datar dan hambar setelah melupakan sebuah masa lalu cinta. Berbekal kacamata dan buku tebal, kututpi sisi burukku dihadapan umum. Hingga seorang pria datang padaku, dan membuatku memperjuangkannya de...