Malam ini terasa sangat dingin. Kurapatkan jaket merah ke tubuhku, lalu membuka sebuah kamus tebal. Merapalkan beberapa kosa kata bahasa jerman dengan benar beserta artinya. Ini bahasa ketiga yang kupelajari setelah Inggris dan Jepang.
Waktu kecil, aku pernah pergi berlibur bersama keluargaku ke sebuah pantai yang ada disana. Ayah dan ibu duduk santai diatas karpet sambil bercengkerama. Sedangkan aku dan Hoseok sibuk membangun istana pasir sampai-sampai ibu harus mencapit telinga kami waktu makan siang tiba. Saat itu adalah saat-saat paling indah yang kualami bersama Ayah, Ibu dan Hoseok.
Sejak Ibu dan Hoseok datang, kehidupanku berubah. Bisa dikatakan beruntung, bisa juga tidak. Aku mendapatkan kakak yang sangat menyayangiku layaknya seorang adik, dan Ayah kembali menemukan belahan jiwanya yang telah pergi.
Entah kenapa melihat kebersamaan Ayah dan Ibu baru membuatku ingin menangis saat itu. Hatiku berkata bahwa Ibu Hoseok telah merebut posisi yang ditempati Ibuku semasa hidupnya. Aku masih terlalu kecil untuk memikirkan logika yang sesungguhnya.
Jemariku menekan-nekan angka pada keyboard ponsel. Kutekan tombol berwarna hijau setelah nomor yang kutuju lengkap.
"Oppa, ini aku" ucapku setelah telepon tersambung.
"Tumben sekali kau menelponku duluan. Semalam ini lagi. Kenapa kau belum tidur?!"
"Belum mengantuk"
"Jangan tidur terlalu malam, Yoorae-ya! Kau harus menjaga kesehatanmu!"
Aku terkekeh pelan "ya! Aku ini bukan anak kecil Oppa, aku tahu waktu tidurku sendiri"
"Oke, oke nona manis"
"Oppa, apa kau sibuk di kantor?" tanyaku. Kuharap tidak. Aku benar-benar merindukannya.
"Sangat. Sangat sibuk. Bahkan aku mengangkat teleponmu sambil mengetik di laptop"
Aku menghela napas "baiklah, aku tutup telponnya ya? Lanjutkan lagi kerjamu. Jaga kesehatanmu, Oppa"
"Iya, selamat malam"
Bel apartemen yang berbunyi membuyarkan konsentrasi menghafalku. Siapa gerangan yang datang malam-malam begini?
"Sia-" seseorang mendekap erat tubuhku ketika pintu apartemenku terbuka.
"Ya! Hoseok Oppa! Kau bilang kau sibuk!" ucapku sambil menggoyangkan tubuhnya kekanan dan kekiri.
Hoseok menghempaskan dirinya di sofa sambil menyalakan televisi. Kutaruh barang bawaannya di lemari makan setelah memberinya kopi hitam.
Kulkasku penuh buah-buahan dengan anggur merah yang mendominan. Kucuci sebagian anggur yang Hoseok bawa, lalu aku duduk bergabung bersama Hoseok menonton serial drama yang dimunculkan televisi.
"Ai! Ai!" aku menatap tajam Hoseok yang menepuk pundakku berulang-ulang. Membuatku memekik tertahan layaknya tikus terjepit pintu.
Tangan jahilnya berpindah pada anggur ditanganku. Membuat kami bertingkah seperti bocah yang berperang saling berebut anggur milik satu sama lain.
"Hei, Yoorae-ya!" panggilnya ketika peperangan kami berakhir.
Tak lama setelah aku menjawabnya dengan gumaman ia melanjutkan kalimatnya "Apa pendapatmu kalau aku menikah?"
MWO?!
"Hei, tidak usah menatapku seperti itu" ia menyeringai lebar.
"Huh, dasar kuda!" cibirku.
"Bagaimana pendapatmu, hm?" alisnya bergerak naik turun. Mataku mengerling sambil memasang wajah berpikir.
"Kalau kau sudah menemukan orang yang tepat, kenapa harus menundanya?"
Ia mengacak rambutku "kau memang satu pikiran denganku. Baiklah, aku ingin tidur"
"Oppa, beritahu aku siapa gadis yang telah menarik hatimu, hm? Katakan cepat~"
"Akan kuberitahu kalau dia menerima lamaranku" ucapnya sambil berlari ke kamar tamu.
"Ya! Oppa! Katakan padaku!"
&&&
"Oppa, kau benar-benar harus pergi pagi ini?" tanyaku.
"Ya, begitulah. Atasanku baru saja menelpon, ada meeting mendadak sore ini dan aku diperlukan disana" jawab Hoseok sambil mengikat tali sepatunya.
Aku mengangklek ranselku lalu turun menyusul Hoseok ke tempat parkir. Walau aku kecewa kami tak jadi pergi ke wahana bermain seperti biasanya, itu bukanlah alasn untuk membolos kuliah.
Didalam mobil, aku terus menanyakan siapa calon istri kakakku itu. Bukannya menjawab, ia malah meledekku yang masih sendiri.
Belum ada pengganti posisi Jimin disisiku sejak kami putus setahun yang lalu dan bertingkah layaknya kucing dan anjing. Aku memejamkan mataku sambil menghembuskan napas kuat-kuat. Mencoba menghilangkan saat-saat indah yang kujalani bersama Jimin. Lalu senyum kotak lelaki perayu itu menggantikan senyum manis Jimin.
Ya Tuhan.. Jangan lagi!
Kenapa aku terus menerus memikirkannya, sih?!
Tanganku mengacak-acak isi ransel. Mencari novel 'Dare' bercover peach milik Taehyung. Semua risleting ransel telah terbuka, namun tak satupun kutemukan buku itu didalamnya.
"Apa yang kau cari? Ada yang ketinggalan?" ternyata Hoseok menyadari tingkahku yang kebingungan.
"Eung.. Mungkin. Tapi tidak penting"
Hoseok mengusap puncak kepalaku setibanya kami di gerbang kampus. Seperti biasanya, ia memberiku pesan agar aku menjaga diriku, jangan melewatkan waktu makan, ataupun tidur dengan tepat waktu. Kupandangi mobilnya yang melaju membelah jalan Seoul menuju Gangnam.
"Sampai jumpa, Oppa!" ucapku sambil melambaikan tangan pada mobil Hoseok yang makin menjauh.
"Dia siapa?"
Atensiku beralih pada Taehyung yang melipat tangannya di dada. Pria berjaket biru ini menatapku tajam. Belum sempat aku menjawab, ia melangkah maju mendekatiku. Spontan aku memutuskan kontak mataku dengannya dan berjalan mundur.
Taehyung masih maju mendekatiku. Saat aku berbalik, ia mencekal tanganku lalu menariknya. Membuat hidung kami kembali bersentuhan.
"Siapa dia? Katakan padaku!" ucapnya dingin.
Tatapan dingin Taehyung membuatku nampak seperti wanita yang diciduk selingkuh oleh kekasihnya sendiri. Ya ampun, Hoseok itu kakakku! Lagipula Taehyung tidak berhak untuk menginterogasiku dengan suara mengerikan karena dia bukan teman apalagi kekasihku.
Aku menatapnya garang "kau tidak perlu tahu"
"Auh!" Taehyung melepaskan genggaman tangannya saat aku menginjak kakinya.
"Hei, Yoorae-ya! Jangan marah! Aku tadi cuma bercanda!" aku berhenti berjalan karena ia menarik tanganku, lagi.
Cepat-cepat ia memasang wajah memelas ketika aku berbalik "aku kan cuma bertanya, Yoo"
"Dia kakakku"
"Yoo~"
"Mct, apa lagi?!"
"Umurmu berapa sekarang?"
"Dua puluh dua"
Ia menepuk kedua telapak tangannya "berarti, kau harus memanggilku Oppa juga!"
Alisku bertaut "kenapa?"
"Karena aku mencintaimu"
"Dasar aneh" kini ia tidak mengejarku lagi setelah mengatakan hal itu. Lekas aku pergi ke loker untuk mengambil buku Kyungmi yang kupinjam beberapa hari yang lalu.
Apa yang sebenarnya dia pikirkan? Menyambungkan segala hal dengan cinta. Ah, Hoseok Oppa. Mungkin aku akan memanggil Taehyung dengan sebutan Oppa juga seiring berjalannya waktu.

KAMU SEDANG MEMBACA
PREPOSSESSING [KTH]
Fanfiction"Aku datang untuk menawan hatimu" Hidupku terasa datar dan hambar setelah melupakan sebuah masa lalu cinta. Berbekal kacamata dan buku tebal, kututpi sisi burukku dihadapan umum. Hingga seorang pria datang padaku, dan membuatku memperjuangkannya de...