Sebuah tangan yang memukul-mukul pelan pipiku membuatku terbangun dari alam bawah sadar. Seorang anak laki-laki berambut hitam tersenyum saat kedua mataku terbuka.
"Nuna, maafkan aku. Ahjussi yang duduk disebelah Nuna tadi yang menyuruhku membangunkan nuna" bocah kecil ini memiliki suara yang indah, membuatku tak dapat menahan senyum untuknya.
"Dimana pria itu?" tanyaku sambil mengusap kelopak mataku yang menyipit.
Dia menggeleng "sudah pergi"
Tak lama setelah aku bangun, bus berhenti di sebuah halte. Tempat dimana aku berada sebelum akhirnya bertemu dan tersesat bersama pria itu.
Kulangkahkan kakiku menuju tempat dimana aku bekerja kurang lebih lima tahun ini. Bahu yang pegal serta kaki yang lelah terus berjalan tak dapat menggoyahkan semangatku menjemput rejeki.
Oke, oke. Kurasa itu nampak buruk untukku. Kenyataannya tak sesulit itu hingga melakukan apapun agar dapat memenuhi kebutuhanku.
Alasanku bekerja bukan untuk membiayai kuliah, atau semacamnya. Ayahku selalu mentransfer uang bayaran untuk itu tepat waktu. Walaupun aku tinggal jauh dari keluarga, kakakku selalu mengunjungiku tiap bulan. Membawakan makanan ringan, memberiku uang jajan ataupun menghabiskan waktu bersamaku setiap ia berkunjung.
Entahlah. Aku.. Hanya merasa kesepian.
Yah, kesepian.
Beberapa orang mungkin mau dekat denganku seperti Munhee—teman kerjaku yang jarang sekali lembur— ataupun Na Kyungmi, satu-satunya teman wanitaku di kampus.
Kalau dipikir-pikir lagi bekerja hanya akan menambah lelahku setelah kuliah. Tetapi, aku menikmati pekerjaan yang kutekuni selama ini. Selama aku dapat mendengarkan lelucon yang rekan-rekan kerjaku lontarkan sambil melepas lelah usai menutup cafe. Hal itu cukup membuatku senang walaupun jarang bergabung dengan mereka.
"Annyeong Yoorae-ya" aku membalas sapaan Munhee dengan senyuman.
"Ai!" pekikku saat seseorang menepuk bahuku dari belakang.
"Yoorae-ya! Apa kau sudah membeli ensiklopedi titipanku?"
Kuambil kembali papper bag cokelat yang telah kumasukkan ke dalam loker. Suji merebutnya dengan cepat, lalu membuatku kekurangan pasokan udara karena pelukannya yang begitu erat.
"Yaaa! Lepaskan! Aku tak dapat bernapas!" tubuh Suji sedikit terhempas ke belakang karena aku mendorongnya.
"Maaf, maaf. Aku sangat senang dibelikan buku ini. Gomawo, Yoorae-ya" ucapnya sambil menyeringai lebar.
Aku menghela napas "kalau kau terus menepuki bahuku, buku itu tidak jadi gratis!"
"Iya, iya! Aku tidak akan melakukannya lagi!"
"HEI, GADIS-GADIS! BERHENTI MENGOBROL DAN KEMBALILAH BEKERJA!"
Suji mencebik kesal "Ya Tuhan. Apa dia tidak bisa berhenti berteriak? Aku tidak tuli!"
Munhee mengusap dahinya "Sudahlah, ayo kita kembali bekerja. Atau bibi Seo akan melaporkan kita pada Sajangnim"
&&&
Beruntung bus terakhir berhenti tepat ketika aku berlari dari tempat kerja menuju halte. Cepat-cepat aku masuk ke dalamnya sebelum bus ini melaju tanpaku.
Akhir-akhir ini Yoongi disibukkan dengan tugas akhirnya di kampus. Berulang kali ia menelponku untuk memita maaf karena tidak bisa menjemput seperti biasa. Sebenarnya itu tidak perlu, toh aku bisa melindungi diriku sendiri kalau-kalau ada bahaya mengancam.
Hah..
Aku melepas lelah sejenak dengan duduk di kursi sofa yang sengaja kuletakkan dekat jendela apartemen. Meregangkan otot-ototku yang bekerja ekstra hari ini.
Tanganku merangsek ke dalam ransel mengambil buku kuliahku, membuka kembali catatan yang kuperoleh dari dosen. Mencoba mengulas kembali apa yang telah kupelajari kemarin.
Ngomong-ngomong soal buku, entah kenapa aku kesal sendiri. Buku yang diperlukan tak kudapat walau aku pergi ke toko buku dan merelakan novel bercover peach itu. Yah, setidaknya buku ensiklopedi yang kubeli membuat Suji memelukku hangat. Aku senang melihat orang tersenyum karenaku. Hitung-hitung berbaik hati pada kawan.
"Apa ini?"
Buku dengan judul "Dare" di cover peach-nya membuatku mengerutkan dahi. Entah sejak kapan buku ini mendekam didalam ranselku. Mungkinkah pemuda gila tadi yang memasukkannya saat aku tertidur?
Sticky note warna hijau terjatuh di pahaku saat aku membuka lembaran pertama buku tersebut.
Kim Taehyung.
Nama itulah yang tertulis di sticky note. Mungkinkah itu nama pemuda tadi?
Hai, salam kenal. Namaku Kim Taehyung. Orang-orang selalu memanggilku "Taehyung" atau cukup dengan "Tae". Namun tak jarang juga yang tak menyapaku.
Aku membuka lembaran berikutnya.
Siapa yang tidak mengenalku? Aku Kim Taehyung. Nama yang kudapat dari keluargaku. Bagaimana mungkin keluargaku tak mengenaliku?
Dahiku mengerut. Coretannya sangat-sangat tidak bermutu. Mulutku menggerutu menyayangkan novel baru yang harus ternodai karena ulah pemiliknya sendiri. Sedangkan otakku sibuk mencerna kata demi kata yang ia turahkan disetiap halaman.
"Hidup itu sulit ya? Sangat sulit kalau tak ada satu orangpun disamping kita. Kita makhluk sosial, tidak dapat hidup sendiri. Kalau kau dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, itu berarti kau bukan manusia"
Bibirku menyeringai dengan sendirinya. Mulai menikmati apa yang si Kim tulis disini.
"Kau itu seperti mawar. Nampak cantik dari jauh, namun akan terasa sakit bila disentuh. Karena aku menyentuh duri di batangnya!"
Sangat-sangat tidak bermutu. Tapi aku terus membacanya hingga lembaran kesekian dimana catatan terakhir ditulis.
"Bagaimana ini? Sungguh aku tak dapat mengungkapkan semua isi hatiku padamu. Aku bukan ahli bahasa, ataupun sastra sepertimu. Untaian kata yang ada dalam benakku seketika hilang karenamu. Wajah datar nan dingin, namun tetap cantik bagi yang mencintainya. Seperti aku yang mencintaimu"
Mulutku sedikit terbuka. Beberapa kata dalam tulisan ini seakan mendeskripsikan pribadiku. Wajah datar nan dingin. Jurusan sastra, itu adalah jurusanku di kampus!
Siapa sebenarnya Kim Taehyung ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
PREPOSSESSING [KTH]
Fanfic"Aku datang untuk menawan hatimu" Hidupku terasa datar dan hambar setelah melupakan sebuah masa lalu cinta. Berbekal kacamata dan buku tebal, kututpi sisi burukku dihadapan umum. Hingga seorang pria datang padaku, dan membuatku memperjuangkannya de...