10 -Shoulder

1.7K 164 1
                                    

Ternyata dia tidak bohong.

Dapat kulihat Kim Taehyung sibuk melangkah dari satu meja ke meja yang lain mencatat pesanan pelanggan. Topi hitam yang dipakainya membuat ia nampak mencolok karena hanya dialah yang memakai topi saat bekerja. Bibi pemarah itupun tak memprotes penampilannya. Mungkin wanita paruh baya itu juga terpesona dengan ketampanan pria itu.

"Hey? Kenapa melamun?"

Aku terperanjat saat wajahku bertemu dengan wajah Munhee yang tiba-tiba berada didekatku. Ia terkekeh pelan sambil menutup mulutnya dengan nampan.

Ia menyikut lenganku "Ck, aku tahu kau memandangi Kim Taehyung sejak tadi"

"Tidak kok!"

"Halah, dasar pembohong. Kau tahu? Kim Taehyung itu giat sekali bekerja. Kemarin aku melihatnya sedang bekerja disebuah bengkel"

Bekerja disebuah bengkel? Memangnya dia tidak istirahat?

Perkataan Seokjin beberapa waktu lalu terdengar kembali. Taehyung dpenuhi pikiran-pikiran berat. Telat sarapan. Lalu, Taehyung sendiri yang mengatakan bahwa ia membutuhkan uang tempo hari.

Apa yang membuat Taehyung memaksakan dirinya?

Andai aku tahu.

Munhee menjentikkan jarinya didepan wajahku "aku tahu kau mengkhawatirkan Kim Taehyung, tapi pekerjaan memanggil kita. Kajja!"

Benar juga. Dapur terasa sangat ramai. Panci-panci besar yang digunakan lebih banyak dari biasanya. Kurasa pengunjung tidak terlalu ramai, namun koki-koki itu bergerak cepat memasak makanan mereka. Cucian piring Suji juga menumpuk. Pantas saja gadis itu tak ikut menyambut kedatanganku seperti biasanya. Suasana hari ini benar-benar membuatku bingung.

"Munhee-ya, ada apa sebenarnya?" tanyaku pada Munhee.

"Ya ampun, bagaimana bisa kau lupa? Hari ini cafe berulang tahun yang ke lima!"

Mulutku membulat begitu mendapat jawaban Munhee. Sejak kapan aku menjadi pelupa seperti ini? Mungkin kosakata bahasa Jerman menguras sebagian memori dalam otakku.

"Makanya, jangan terlalu sering memikirkan Taehyung!"

Ah. Gadis ini selalu tepat sasaran. Barangkali senyum Taehyung lah yang mengambil penyimpanan besar dalam memori otak. Aku merotasikan bola mataku malas, mengabaikan celetukan Munhee dengan memulai pekerjaanku mengantar pesanan ke meja pelanggan.

"Selamat pagi, Yoorae-ya" seperti biasa, sapaan aneh itu datang dari penghuni  pluto. Kim Taehyung.

"Ini siang bukan pagi"

"Ya.. Tapi aku selalu melihat matahari terbit dari matamu"

Bahuku berjengkit "Terdengar aneh"

"Tentu saja. Hanya aku yang paham soal itu"

"Ck, diamlah. Lakukan saja tugasmu" sungguh, rayuannya hanya mengganggu konsentrasiku bekerja.

"Baik, nona Kim! Laksanakan!"

Aku tersenyum kecil sambil meletakkan dua gelas capucino di meja pelanggan. Si perayu itu telah kembali. Rayuannya siang ini membuat hari yang panas terasa lebih sejuk.

"Nona, kau sangat dekat dengan pria itu" ucap gadis berambut merah yang memesan capucino tadi.

"Nona, menurutku dia unik. Apa dia sering mendekatimu?" tanya pria berambut pirang yang duduk di samping gadis itu.

"Entahlah. Dia selalu mengikutiku kemanapun aku pergi. Dia memang aneh, dan lucu" seringai kecil menghias wajahku saat menggambarkan polah Taehyung.

"Kalau dia benar-benar sayang padamu, dia pasti tak akan meninggalkanmu nona. Sama seperti kami yang bertemu saat masa orientasi siswa sewaktu SMA" gadis itu menggenggam erat tangan kekasihnya sembari tersenyum kecil ke arahku.

"Jangan sia-siakan lelaki yang mau repot-repot demi mendapatkanmu"

Aku membungkuk sopan, lalu pergi mengambil pesanan lainnya. Yah, lagipula apa yang kutahu tentang Kim Taehyung? Aku hanya tahu dia tinggal dan bersahabat dengan Jungkook. Kuliah jurusan bisnis yang terpaksa mengulang satu mata kuliahnya, serta cucu termuda dari Kim bersaudara. Selebihnya aku tidak tahu. Ia datang dengan sendirinya padaku, misterius.




                       &&&


Suara Bibi Seo memandu kami—para karyawan yang lelah bekerja untuk berkumpul di ruang khusus setelah menutup Cafe. Kim Jisoo, istri Seokjin menyampaikan beberapa patah kata untuk membuka acara makan-makan yang diselenggarakan setiap Cafe bertambah umur. Sedangkan Seokjin pasti tengah menuju ke panti asuhan lebih dulu untuk membawakan anak-anak itu makanan. Keluarga Kim benar-benar dermawan.

Tapi kenapa Kim Taehyung merasa kesulitan?

"Yoorae-ya? Apa kabar?"

"Oh? Jisoo sunbae. Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"

"Aku baik. Tidak perlu memanggilku sunbae. Aku kan bukan kakak kelasmu lagi" ia terkekeh pelan.

"Nuna, apa yang kau dapatkan dari Seokjin malam itu?" aku dan Jisoo saling pandang, lalu kembali menatap heran Kim Taehyung dengan mimik anehnya.

"Apa maksudmu?" Taehyung mengerling nakal tanpa menjawab pertanyaanku.

Jisoo membulatkan mulutnya. Ekspresi bingungnya pun berganti dengan pipi yang memerah. Terserah lah. Aku mengabaikan mereka yang sepaham dengan menyantap tteobbokki yang hangat.

"Ya! Ini milikku!" Taehyung mengambil piring lebarku yang berisi tteobbokki.

"Hei!" aku berusaha untuk mengambil tteobokki milikku dari Taehyung. Namun pria itu terus menepis tanganku yang hendak merebut piring itu darinya.

"Woah.. Kalian terlihat sangat dekat, ya? Atau kalian berpacaran?"

Belum sempat aku melayangkan protes lagi untuk Taehyung, perkataan Jisoo membuatku memilih untuk menyangkalnya "tidak, tidak. Itu tidak benar"

"Akwui saja. Twidak perlu berbwohong" ucap Taehyung dengan mulut penuh.

Apa ini?! Manusia pluto itu terus menghabiskan tteobbokkinya sedangkan aku terus-terusan menyangkal bahwa aku ini bukan pacarnya. Imej kalemku didepan Jisoo berubah karena ulah Taehyung.

"Sudahlah. Tidak perlu ditutup-tutupi. Aku pergi dulu, ya. Seokjin menungguku" aku menghela napas pasrah ketika Jisoo berlalu tanpa mempercayai satupun argumenku. Mungkin Taehyung dan Jisoo memiliki kemiripan. Sifat aneh mereka, aku sangat mengenal karakter Kim Jisoo sejak SMA. Kepribadian empat dimensi. Benar-benar unik.

Taehyung mengusap mulutnya menggunakan serbet "hah, kenyang sekali. Ayo kita pulang"

"Pulang? Setelah kau menghabiskan tteobbokkiku?!"

Ia menggaruk kepalanya "Iya maaf. Aku akan menggantinya lain waktu"

"Saat hari itu tiba, aku akan minta dua kali lipat!"

Kusumbat telingaku menggunakan headset yang memperdengarkan lagu-lagu sendu milik BTS. Suasana malam kota Seoul nampak dari balik kaca jendela bus. Kesunyian dalam bus membuatku mengantuk.

"Lagu apa yang kau dengar" Taehyung melepas sebelah headsetku.

Aku merebutnya kembali namun kalah cepat dari tangannya "kembalikan itu padaku!"

"Aish, pelit sekali. Aku kan ingin mendengar lagu juga" ucapnya santai, ia memasang sebelah headsetku ke telinganya. Matanya terpejam, sesekali bersenandung mengikuti lagu yang didengarnya.

"Saebyogeun jinagago, jeo dari jame deulmyon~"

Suaranya semakin lirih seiring dengan berakhirnya lagu yang kuputar. Sedetik kemudian, kurasakan kepala Taehyung bersandar dibahuku. Ah, ini terjadi lagi.

"Yoorae-ya~ bangunkan aku saat bus berhenti di halte berikutnya, hm"








My shoulder always ready for you, Mr. Kim.

PREPOSSESSING [KTH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang