4 -Feel

2.5K 217 7
                                        

Angin yang berhembus menerbangkan helaian rambutku. Dedaunan berguguran menimpa puncak kepalaku. Langkahku berhenti di halte untuk menunggu bus.

Sambil menunggu bus datang, kuambil novel berjudul "Dare" yang kutemukan kemarin dari dalam ranselku. Kubuka lembaran sekian yang telah kutandai dengan sticky note bertuliskan "Kim Taehyung" tersebut.

Siapa Kim Taehyung itu aku benar-benar tidak mengenalnya. Kami bertemu dan tersesat bersama tanpa sengaja. Dan aku tak dapat melupakan seringai kotaknya sejak saat itu.

Setiap aku melihat lembaran buku ini, kata-kata aneh yang Kim Taehyung buat berhasil membuatku tersenyum. Lalu memoriku kembali memutar kejadian beberapa waktu yang lalu.

Saat si Kim itu duduk dan menguap disampingku. Membalas tatapanku kosong. Dan sedetik kemudian ia menyandarkan kepalanya dibahuku. Dengan santainya ia menjadikan bahuku sebagai penyangga tidurnya yang nyenyak siang itu.

"Memikirkanku, nona?"

Aku mendongak. Kepalaku menoleh ke samping. Kudapati seorang pria bertopi hitam duduk sembari tersenyum padaku. Sosok yang sama dengan pria yang memenuhi pikiranku sejak tadi.

Dengan cepat aku memasang wajah datarku dan menatapnya dingin "Tidak"

Matanya menyipit "kau tidak bisa berbohong dengan wajah datarmu sekarang"

Dia mendekatkan wajahnya kearahku "Kau tersenyum saat  membaca kata-kata yang kubuat"

Oh God. Pipiku memanas saat kedua mata itu menatap mataku yang terlapisi kacamata bingkai hitam. Beruntunglah klakson bus yang berhenti menyadarkanku.

Ia kembali duduk disampingku saat berada dalam bus. Menatapku dengan tatapan yang tak dapat kuartikan.

Aku memandang keluar kaca jendela guna menghindari kontak mata dengannya. Sebisa mungkin aku berusaha untuk tidak menatapnya. Namun bola mataku melirik ke samping. Seakan penasaran dengan apa yang dilakukan orang ini.

"Bolehkah aku meminjam buku yang kemarin?" ijinnya. Aku menyerahkan buku yang sedari tadi kupegang padanya.

Ia nampak membolak-balikkan lembaran buku itu dengan tatapan bosan. Mengeluarkan bolpoint dari saku jaketnya, lalu mulai menggoreskan benda itu pada sebuah halaman.

Rasa yang kutahan sedari tadi akhirnya keluar juga. Bibirku membentuk senyum tipis. Bola mataku terus mengamati apa yang pria itu lakukan. Mimik seriusnya seakan mencerminkan bahwa apa yang digambarnya merupakan sesuatu yang rumit.

Ya, rumit. Bahkan lebih rumit dari benang yang sering kugambar waktu kecil.

"Apa gambarnya bagus?" tanyanya penuh harap.

Aku mendecih "apa yang bagus dari benang kusut seperti itu?"

Ia membalik lembar selanjutnya "bagaimana dengan yang ini?"

Aku melepaskan tawaku saat pemuda ini menunjukkan gambar makhluk bermata satu layaknya minion, namun kurang mirip karena bola didalam mata makhluk itu ada tiga. Ia mengerucutkan bibirnya ketika aku terbahak.

Namun aku menghentikan tawaku saat ia mengatakan "Akhirnya kau tertawa juga"

Seringai kotaknya muncul lagi. Spontan aku kembali memasang wajah datarku. Bola mataku kembali bekerja untuk mengamatinya.

"Tawamu sangat enak didengar, nona. Sering-seringlah tertawa" ucapnya.

Dahiku mengerut "Apa maksudmu?"

"Aku menyukai tawamu.."

Dia berbakat merayu rupanya. Mungkin gadis lain akan lebih mudah untuk digoda dengan aegyo serta kata-kata manisnya. Tapi tidak berlaku bagiku.

"Jangan mengatakan omong kosong padaku" aku beranjak dari tempat dudukku saat bus berhenti di halte dekat kampusku.

"Hei, nona! Aku tidak mengatakan omong kosong apapun!" sangkalnya sambil berlari kecil menyusulku.

Pemuda itu terus mengikutiku sampai memasuki gedung kampus. Aku berbalik menatapnya tajam. Ia nampak kaget dengan gerakanku yang cepat. Terlebih lagi karena hidung kami saling menempel sekarang.

Aku menjauhkan hidungku dari wajahnya "ekhm. Maaf, aku tidak sengaja"

Matanya mengerling nakal "bilang saja kau ingin menciumku, ya kan?"

"Jangan mimpi!" aku berjalan menuju kelasku. Tentu saja bersama pemuda gila yang terus mengikutiku.

Aku menoleh ke samping kiri dan kananku. Beberapa mahasiswi menatap kami disepanjang koridor kampus. Ah, ralat. Lebih tepatnya, mereka menatap pemuda yang mengumbar senyum ramahnya pada semua orang.

Gadis-gadis genit itu mulai bereaksi saat pria aneh ini melayangkan flying kiss nya. Respon mereka benar-benar memalukan. Sebagian membulatkan matanya sambil menutup mulut mereka yang menganga lebar. Bahkan tak sedikit yang berteriak.

Dimana sikap 'jual mahal' yang  mereka tampilkan seperti biasanya?

Aku berhenti tepat di depan pintu kelas. Menghadang pemuda itu agar tak dapat masuk.

"Untuk apa kau terus mengikutiku?!" tanyaku ketus.

Dahinya mengkerut "aku tidak mengikutimu"

"Lalu? Untuk apa kau disini?"

"Kuliah" ia menunjukkan ransel hitamnya padaku.

"Jurusan?"

"Bisnis"

Aku mengukir senyum kemenangan sambil melipat tangan di dada "ini bukan kelas bisnis"

Mati-matian aku menahan tawaku begitu melihat ekspresi blank yang dipasangnya sekarang. Ia mengusap wajahnya gusar.

"Bisakah kau mengantarkanku ke kelas? Aku baru disini"

"Pergi saja sendiri" ia mencekal tanganku saat aku berbalik hendak meninggalkannya.

"Tolong antarkan aku. Kumohon.."

Heol? Sekarang dia memohon padaku.

"Kumohon.. Hanya kau yang kukenal saat ini" ia menunjukkan puppy eyes nya untuk meluluhkanku "kalau tidak, aku akan  terus mengikutimu walaupun kau pergi ke kamar mandi sekalipun"

Senyumku memudar seketika. Lelaki ini benar-benar membuatku kesal. Mau tak mau aku mengiyakan permintaannya dengan terpaksa. Apapun itu yang penting ia segera lenyap dari pandanganku.

"Kamsahamnida. Kau sangat baik, cantik pula" pujinya.

"Sudah kubilang tidak perlu mengatakan omong kosong"

Ia mencekal tanganku lagi saat aku berjalan meninggalkannya "Ya Tuhan apalagi?!"

Kesabaranku benar-benar terkuras menghadapi pria ini.

Suara beratnya membisikkan sesuatu di telingaku dengan nada yang dilembut-lembutkan "sebenarnya aku tidak baru di kampus ini. Bahkan bisa dibilang aku mahasiswa lapuk disini"

Lalu kenapa dia memintaku mengantarnya? Kenapa aku tidak pernah bertemu dengannya? Atau setidaknya melihat wajahnya dari jauh.

"Kau pasti bertanya kenapa aku memintamu mengantarku kesini" lanjutnya.

"Aku ingin selalu berjalan disampingmu. Aku suka"

Damn. Napasku tertahan saat hembusan udara yang keluar dari hidung mancungnya menerpa lembut daun telingaku.

Sesuatu yang padam kembali bergejolak dalam hati. Sebuah rasa yang kukubur dalam-dalam kini bangkit kembali karena pria asing ini.

PREPOSSESSING [KTH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang