"Terima kasih, Sayang."
Jiyeon tersenyum. Diam-diam, dia terkagum dengan rumah di depannya. Rumah Nyonya Park dua kali lebih besar dari rumahnya. Jika dilihat, rumah ini adalah rumah yang sangat bagus dan terkesan elegan.
"Ah, iya. Bagaimana dengan Ayah?"
Jiyeon pun menundukkan kepalanya. Bayangan sang ayah mengamuk kembali terputar. Nyonya Park pun menepuk bahunya. "Kenapa?"
"Ayah berubah, Ma," jawab Jiyeon. "Beliau menahanku untuk tidak kuliah sejak Ibu meninggal."
Nyonya Park membulatkan matanya. "Astaga. Maaf, Sayang. Mama tidak tahu apa-apa tentang keadaanmu."
Jiyeon menggeleng. "Aku memberitahu Mama saja, aku sudah tenang."
"Ma, jangan beritahu siapa-siapa, ya?" pinta Jiyeon. "Aku belum siap jika anak Mama tahu soal diriku."
Nyonya Park pun mengangguk pasrah. "Kalau boleh tahu, kenapa Mama tidak boleh mengatakannya?"
Jiyeon menghela napas. "Anak Mama itu... orang yang bersungguh-sungguh dengan perkataannya dan juga nekat. Aku bisa perkirakan, anak Mama pasti akan membawaku kabur setelah tahu perlakuan Ayah padaku."
"Benar juga. Dulu, dia pernah menyembunyikan bonekamu," celetuk Nyonya Park yang membuat Jiyeon tergelak. "Kau masih suka choco pie? Mama ada satu di tas."
"Jangan ditanya lagi, Ma." Jiyeon menggaruk tengkuknya. "Jelas aku masih menyukainya."
Nyonya Park yang gemas pun hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil mengeluarkan sebungkus choco pie dari tasnya. "Pulanglah. Hati-hati di jalan."
"Terima kasih, Ma. Titip salam untuk anak Mama!"
***
"Astaga, Park Jimin. Apa yang kau lakukan?"
Nyonya Park terkejut saat mendapati anak semata wayangnya, Jimin sedang menumpukan dagu di jendela dekat pintu utama. Perlahan, kepalanya menoleh dengan keadaan mata membulat.
"Ma, itu tadi Jiyeon?"
"Siapa lagi?" tanya balik Nyonya Park. "Sepertinya, dia belum sadar jika ketua komite sekolahnya adalah pemuda yang dulunya senang sekali memanjakannya."
"Ma... hentikan." Jimin menutup wajahnya. "Mengingatnya saja membuatku malu."
"Ya, ya. Terserah." Nyonya Park melepaskan syal birunya. "Mama setuju jika kau dengannya. Jangan bermimpi untuk kembali pada Seulhee. Dari awal, Mama sudah curiga dengan wanita ular itu."
"Seulhee sudah diasingkan, Ma. Aku sudah lama melupakannya," jawab Jimin dengan datar. "Untung saja kakaknya tidak mirip dengannya. Sekarang, kakaknya bekerja sebagai sekretarisku."
"Ah, Seulgi?"
"Yap," jawab Jimin dengan singkat. "Dia sudah menikah."
"Anak itu telaten. Tidak seperti adiknya."
Diam-diam, Jimin menyeringai. "Aku sering memberinya tugas yang banyak."
"Astaga. Kau tidak berubah, ya!"
***
Jiyeon bingung. Ada seorang wanita berpakaian formal di rumah Taehyung. Hyera tidak ada di ruang tamu, dia sedang mandi. Taehyung kikuk saat Jiyeon sudah berada di ambang pintu.
Taehyung mendekati Jiyeon sambil menggaruk tengkuknya. "Wanita ini ingin menemuimu."
Jiyeon mengerjap. "Oke. Kau bisa pergi sekarang."
![](https://img.wattpad.com/cover/165218415-288-k974069.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] S. Daddy - P. Babygirl
Fanfiction[BACA TERLEBIH DAHULU TRILOGY = SD + BG] S. Daddy [Sexy Daddy] P. Babygirl [Princess Babygirl] Lee Jiyeon -Siswa tingkat akhir- tidak pernah diberi kebebasan dalam mengejar cita-citanya oleh ayahnya. Kerja, kerja dan kerja. Ayahnya selalu saja menek...