S.D-P.B#36 [My Time]

2.5K 189 12
                                    

Jiyeon hanya bisa menghela napas dalam lipatan tangannya yang berada di atas meja. "Aku tidak memperkirakan jika merekalah yang mengikuti sampai kemari..."

Perlahan, Jiyeon menegakkan punggungnya, berhasil membuat keempat orang yang seruang dengannya tersentak. Gadis itu melirik ke kiri, dan juga ke kanan. Memutar maniknya sebelum menatap seseorang di depannya yang sedang melipat tangannya di depan dadanya.

"Aku rasa... aku perlu ruang untuk sekarang," ucapnya pada akhirnya. "Boleh?"

Jongin mengerjap. "Silakan. Aku akan bilang pada pelayan yang berjaga di lantai atas. Aku pamit."

Jongin memutar tubuhnya. Bermaksud untuk mengiyakan permintaan Jiyeon, dia memilih untuk keluar dari ruang VIP. Namun sebuah panggilan membuatnya diam sejenak.

"Kim Jongin." Tangannya yang sudah ampai pada gagang pintu pun mengeras. "Terima kasih, untuk waktumu."

Jongin memejamkan matanya. Tersenyum sejenak sebelum benar-benar keluar dari ruangan itu. Pria itu menghebuskan napasnya dengan kasar sebelum menghampiri seorang pelayan yang tidak jauh darinya, memberitahu agar tidak mengganggu ruangan yang ia tempati tadi.

Mari kita kembali ke posisi Jiyeon sekarang-

BRAK!

Hyera hampir berteriak, berhasil ditahan oleh Soojin dengan kedua tangannya. Lutut Jungkook berhasil menghatam meja, sampai pemuda itu membungkuk. Taehyung yang melihatnya, berinisiatif bertanya, namun Jungkook mengibaskan tangannya. Pria Jeon itu memberi kode bahwa dirinya tidak apa.

Jiyeon... baru saja menggebrak meja. Cukup sekali membuat orang-orang yang ada di sekitarnya terkejut.

Jiyeon menepuk tangannya, seolah sedang membersihkan debu yang menempel dari tangannya. "Jadi... ada yang ingin kalian katakan?"

***

Jimin masih setia menenggelamkan wajahnya di atas bantal. Wangi dari bantal itu sangat khas, membuatnya tidak ingin meninggalkan ranjang yang menampung badannya barang sedikitpun. Memejamkan matanya, membayangkan gadis bermarga Lee sudah berada di depannya.

Kalau ia pikir, Jimin kemari hanya untuk meredap emosinya, bukan menyusul Jiyeon sesuai dengan titik pelacaknya. Tapi entah kenapa, otak dan hatinya tidak mau bekerja sama. Dan berujung dengan dirinya yang datang ke rumah kayu, yang memang dibangun untuk mereka berdua.

"Apa yang kupikirkan sekarang..." gumamnya yang teredam dalam bantal.

"Yak."

Jimin membeku. Suara siapa itu?

"Yak, Park Jimin... jika kau tidak bangun dalam hitungan ketiga, aku akan menyirammu dengan sesuatu yang ada di gelasku sekarang. Satu-"

Jimin langsung memperbaiki posisinya menjad duduk bersila. Pria itu menegakkan punggungnya yang memancing untuk kembali merebahkan tubuh besarnya. Jimin berusaha membuat matanya untuk terbuka dengan jelas. Mengerjap sebanyak mungkin sampai fokusnya kembali, mendapati seorang gadis yang sedang membawa sebuah gelas.

"Akhirnya, dasar kerbau."

"Jiyeon?"

Jiyeon menggelengkan kepalanya, memilih untuk memberikan gelas yang dibawanya ke Jimin. "Habiskan."

Jimin menerimanya dengan kaku. "Apa ini?"

"Teh madu," jawabnya. "Kau tidak bisa memakan banyak makanan manis, kenapa kau masih nekad, huh?"

Jimin mengerutkan dahinya. "Aku tidak-"

"Tidak perlu berbohong," potong Jiyeon dengan cepat. "Bungkus choco pie yang ada di tong sampah sudah menjadi bukti."

[1] S. Daddy - P. BabygirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang