5 - Dan Kemudian....

343 27 0
                                    

Terdengar derak puluhan kaki turun dari lantai tiga melewati kelasku dilantai dua, sedikit riuh suara perbincangan siswa juga terdengar tak jelas.  Di menghentikan penjelasannya tentang bagaimana karakter melekat pada diri orangnya dan bagaimana perilaku dan sikap bisa sangat dikendalikan,  tergantung siapa dan dimana seseorang berada.
Di menarik nafas panjang.  Sungguh saat ini dirinyalah yang harus melaksanakan teori yang baru saja disampaikannya itu.  Di menggelengkan kepalanya dua kali berusaha menepis pikirannya tentang betapa menyebalkan tingkah RV,  harusnya lelaki itu duduk disini mendengarkan kuliahnya.  Agar bisa lebih santun tentunya. 
"baiklah,  class,  do you have any questions? " tanya Di sebagai penutup perkuliahannya, Di menatap ke seluruh ruangan,  menyapunya dengan tatapan mata bulatnya yang hitam.

Seorang siswa pria mengangkat tangannya.  Name tag nya terbaca namanya yuda.

"ya yuda, silahkan mau bertanya apa?" Di memberikannya kesempatan.

"miss adia berumur berapa? "

" hmm...  Harusnya pertanyaan ini muncul diawal,  disesi perkenalan kita yuda?"

"jawablah miss, saya mewakili pak Arfi menanyakannya pada miss"

Kelas riuh sejenak.  Di tersenyum sampai bibir bilatnya benar-benar tipis.

"sampaikan pada pak Arfi untuk lebih beretika dan menanyakan langsung pada saya" jawabnya kejam., "serius, ada pertanyaan menyangkut materi?" Di melihat kembali kelas yang hening, para siswa tersenyum saja,  beberapa menunduk.  "ok kalau tidak ada pertanyaan saya anggap semuanya sudah paham.  Jangan lupa praktekkan yang saya sudah sampaikan hari ini. Saya terus memantau kalian semua.  Terimakasih.  Selamat pagi"  Di langsung merapikan barangnya.  Para siswa tidak ada yang bergerak.

"please, all of you are free to move from the
Is class" Di menawarkan. 

"tidak miss, kami ada kelas lagi setelah ini.  Miss duluan saja" kata siswa yang duduk paling depan,  sinta namanya.

"ok class,  see you next time.  Saya duluan ya" Di melangkah santai keluar dari kelas.  Heels nya berderap disepanjang langkahnya menuruni tangga.  Melewati ruang Irna,  Di memutuskan untuk masuk dan permisi. Setelah ini dia harus rapat dengan teman-temannya sesama pendiri biro jasa psikologi,  muda mandiri counsulting.  Dia pemegang 50% saham disitu. 

"mbak Irna" sapanya sambil melongokkan kepala masuk keruangan.  Didalam dia melihat RV  sudah cengar cengir menatapnya seolah menunggunya masuk.

"sini Di,  masuk saja" panggil Irna,  Di menghampiri dan melihat RV memegang lembaran kertas berisikan CV nya.  "pak Arfi minta nomor telfon kamu,  jadi saya berikan dia berkas CV kamu buat dibaca nya.  Gak masalah kan Di?"

Di menggeleng,  kemudian berkata "kenapa kamu gak cukup gentleman buat bertanya langsung?"

"really?  Do you will feel happy to answer all of my questions?" tanya RV tersenyum mengejek.
.
"kalau sopan,  pasti saya ladenin." jawab Di.  Irna sudah melipat tangannya kembali didada sambil menatap tontonan drama didepannya.

"ok.  Pertanyaan pertama" RV berdiri mendekati Di, "kapan saya boleh melamar, dan berjumpa calon mertua?" , tanya nya konyol sekali, Di pingin mencabik wajah itu.  Irna sudah menutup mulut menahan tawanya.  Wajah Di sudah memerah. Tapi dia tersenyum

"silahkan datang kapan Anda mau pak.  Keluarga saya dengan senang hati menyambut" tantang Di.  Dia melangkah ke depan RV, dan tersenyum menantang.  Heels 7cm nya membuat RV sedikit manaikkan garis pandangnya ke mata Di.

"sudah saya bilang jangan pakai Heels kalau bersama saya" kata RV menghela nafas. Tangannya terulur ke rambut Di,  menarik jepitan kecil dan melepaskan gelungan rambutnya. Wajah Di sudah merah menahan emosi.

MISS Versus MASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang