#R25'Pergi'

172 10 0
                                    

Satu minggu sudah Kina dirawat di rumah sakit tapi belum ada sedikitpun tanda tanda dia akan segera bangun. Selama itu Risa tak pernah sekalipun absen meninggalkan ibunya, dia hanya akan meninggalkan ibunya hanya saat akan membersihkan tubuhnya itupun di kamar mandi yang ada di ruang perawatan ibunya lebih dari itu waktu Risa dihabiskan untuk menemani sang ibu.

"Risa, sayang makan dulu nanti sakit" Ujar seseorang sambil membelai kepala Risa yang tertutup kerudung.

Sesaat Risa menolehkan kepala

nya menatap perempuan yang masih terlihat cantik walaupun usianya telah berkepala lima.

"Engga eyang Risa belum lapar , eyang saja duluan makan" Ujar Risa membuat perempuan berusia senja yang berdiri disamping Risa menghembuskan nafas pertanda dirinya khawatir pada keadaan Risa.

"Ayolah sayang ibumu pasti akan sedih saat bangun nanti dan mendapati putri cantiknya tak ingin makan" Ujarnya lagi mengelus kepala Risa. Mendengar itu Risa bangkit dari posisi duduknya dan berjalan menuju sofa yang ada di ruang rawat ibunya. Tangannya memilih sebuah roti yang dibawakan perempuan yang disebutnya eyang tadi.

"Engga makan nasi aja" Tanyanya hanya mendapat gelengan lemah dari Risa.

"Maafkan Paris ya Risa jika saja dia tidak tergesa gesa ke bandara mungkin semua ini tidak akan terjadi, tapi hari itu dia benar - benar telah terlambat karena pada saat itu keadaan eyang mendadak drop yang akhirnya waktu dimana seharusnya Paris pergi ke bandara malah harus mengantarkan eyang ke rumah sakit dahulu" Ujar Wita perempuan yang Risa panggil eyang.

"Jangan meminta maaf terus pada Risa eyang, Risa sudah ikhlas dan sudah memaafkan kak Paris" Ujar Risa sambil menatap perempuan di hadapannya.

Wita ya itulah dia perempuan berusia senja yang telah melahirkan Paris ke dunia. Setelah mendengar kabar Paris menabrak seseorang dia kerap kali berkunjung dan menemani Risa menunggu ibunya.

Dia memiliki wajah yang cantik meskipun usianya telah berkepala 5, wajah yang putih, alit tipis, matanya bulat dan hidung mancung serta rambut berwarna hitam legam yang panjangnya sebahu benar benar terkesan cantik, dan satu hal lagi Paris dan ibunya non muslim.

"Kamu memang anak baik sayang, Paris telah bercerita tentang kamu, bagaimana jika kamu melanjutkan pendidikan kamu, kemanapun kamu mau melanjutkan sekalipun itu keluar negeri biar eyang yang membiayai, kamu mau ?" Ujar Wita sambil membelai kepala Risa dan menatap wajah gadis remaja yang putih bersih tapi kini terlihat sembab.

"Tidak eyang Risa tidak ingin merepotkan siapapun" Jawab Risa .

"Tidak sayang kamu tidak merepotkan, ini murni permintaan eyang" Ujar eyang sambil membawa Risa kedalam dekapannya.

Risa mengulas senyum tipis di balik wajahnya yang terlihat masih menyiratkan rasa sedih, hatinya senang karena dia akan diberikan fasilitas pendidikan tetapi hatinya sedih karena sang bunda tak bisa mendengar kabar bahagianya itu.

"Makasih eyang" Ujar Risa memeluk tubuh Wita dengan rekah senyuman dari keduanya.

Tetapi tak berlangsung lama, suasana haru itu berubah menjadi tegang kala tubuh sang ibu Kina tiba tiba terlihat kejang -kejang dan terlihat kelsulitan menghirup udara.

"Bu ibu kenapa bu, ibu kenapa bu ini Risa bu, bangun" Ujar Risa yang kini sudah berdiri di samping tubuh sang ibu sedang sangat dia segera menekan bel untuk memanggil dokter.

®®®

"Mohon maaf mbak, kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan pasien , tapi pasieun dinyatakan meninggal" Ujar sang dokter yang baru saja keluar seusai memeriksa Kina dan keluar menemui Risa dan Wita.

Sesaat tubuh Risa hanya mematung, tubuhnya tak bergerak sedikitpun dia masih berusaha mencerna maksud dari perkataan dokter, tetepi sebelum otak nya singkron dengan hatinya yang sudah lebih dulu merasakan kesedihan mata Risa merespon. Tangisnya luruh dalam bisu, kemudian setelah itu barulah dia benar benar menangis histeris saat hati dan pikirannya telah singkron.

Saat mayat sang ibu di dorong diatas sebuah blankar oleh kedua orang suster Risa benar benar tak mampu menahan tangisnya. Dia hanya mampu memeluk tubuh perempuan yang sangat dicintai dan dihormatinya kini dalam keadaan yang terbujur kaku. Sesaat Risa memcium kening sang bunda, sebagai bukti bahwa ia teramat sangat mencintainya. Kemudian ciumannya berpindah pada kedua mata sang bunda yang kini terkantup rapat untuk selamanya, ciuman itu untuk perpisahan mereka didunia, dan sebagai permintaan maaf Risa karena dia belum bisa membuat sang bunda melihat dirinya menjadi orang sukses seperti apa yang di inginkan kedua orang tuanya.

Tubuh Risa terduduk diatas lantai rumas sakit, dengan tangis yang masih berderai membasahi kedua pelupuk matanya. Tubuhnya terduduk di lantai lorong rumah sakit, kakinya benar - benar tak mampu untuk di gunakan berdiri, dia benar - benar tak masih belum mampu mencerna dan berpikir dengan baik setelah mendengar pernyataan dari dokter. Dia belum sempat membahagiakan ayahnya tetapi allah telah mengambilnya, dia juga belum sempat membahagiakan ibunya kini allahpun mengambilnya. Berbagai bayang bayang yang pernah di laluinya bersama dengan sang ibu berputar menari nari memenuhi otaknya.

"Mah ada apa, apa yang terjadi, kenapa Risa menangis" Tanya seseorang dengan suaranya yang terdengar berat khas seorang lelaki namun menyiratkan sebuah kekhawatiran.

"Ibunya dinyatakan meninggal 15 menit yang lalu Ris " Ujar Wita yang masih setia berada disamping Risa dan berusaha memberi ketenangan pada gadis yang masih tergugu dalam tangasannya.

"Astagaa, kenapa secepat ini ya tuhan" Ujar Paris sambil mengacak rambutnya frustasi, bahkan dia datang masih menggunakan seragam dinasnya.

Ujar Paris terhenti.

"Tidak jangan meminta maaf pada Risa kak, Risa yakin kakak melakukannya tanpa sengaja, jadi jangan meminta maaf kak, semua adalah rencanya dan segala yang hidup di dunia ini pasti akan mengalami kematian, dan mungkin ini adalah saat terbaik untuk ibu pergi yang telah Allah gariskan padanya" Ujar Risa dengan suaranya yang masih diiringi isak tangis.

Wita membawa tubuh Risa kedalam dekapannya dia berusaha memberikan ketenangan pads Risa dan menyalurkan kekiatan untuk gadis remaja yang ada dalam dekapannya, dia benar benar bangga pada Risa yang memiliki kebesaran hati untuk bisa memaafkan kesalahan putranya.

®®®

Pemakaman ibu Risa telah selesai dilaksanakan, kini hanya tinggal Risa, Rifqo , nini Rifqo , Wita dan Paris yang masih menemani Risa yang nasih enggan untuk kuburan ibunya yang masih basah.

"Sudah neng hayu atuh kita pulang, ibumu teh pasti udah bahagia diditu jangan di tangisan terus atuh neng" Ujar nini berusaha meredakan tangisan Risa.

"Teteh harus sabar ya teh, harus kuat, Rifqo yakin teteh pasti bisa" Seakan tahu keadaan anak itu kini berbicara lebih dewasa tidak seperti biasanya yang selalu banyak bercandanya.

#R05

Waktu Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang