#R31'Ucapan yang tak Nyata'

161 10 0
                                    

Saat pagi menjelang Risa sudah siap dengan barang - barang yang sudah dia bereskan kedalam ranselnya. Kini dia tengah duduk di depan rumah menikmati udara segar khas pedesaan dipagi hari. Hari ini dia berniat untuk pulang ke Jakarta, dan Paris yang akan menjemputnya. Subuh tadi sekitar pukul 3 Paris memberi kabar bahwa dia telah berangkat, jika tidak ada kendala apa - apa dia akan tiba sekitar pukul 7 pagi. Sekarang waktu sudah menunjukan pukul 06 : 30 itu berarti Paris akan datang sekitar setengah jam lagi.

"Teteh mau kemana ko bawa bawa ransel segala, gede banget lagi" Ujar Rifqo yang baru saja muncul dengan wajah bantalnya.

"Mau pulang dulu ke Jakarta qo ada perlu".

" Apa? ko pulang sih, yah teh gagal dong rencananya" keluh Rifqo membuat kening Risa berkerut bingung.

"Rencana apaan ko?" tanya Risa bingung.

"Engg.. engg.. Rencana apaan ya Rifqo juga bingung" Ujara sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Ko, kamu gak jelas sih, aa kamu mana ?" tanya Risa membuat Rifqo gelagapan.

"Aa ,, aa .. Gak tau subuh tadi Rifqo liat udah keren aja terus berangkat dia" ujar Rifqo gelagapan.

'Dia tuh lagi ke Jakarta teh minta izin sama mamah dan bapak buat lamar teteh' Batin Rifqo.

"Udah ah, ayo mending temenin teteh jalan - jalan kepantai, mumpung masih ada waktu setengah jam lagi" Ujar Risa sambil melangkah meninggalkan Rifqo yang masih mematung ditempatnya.

Sadar dengan Risa yang sudah berjalan sedikit jauh dihadapannya Rifqo segera berlari agar dapat menyusul langkah Risa. Perjalanan dari rumah nini menuju pantai hanya mencapai sekitar 5 menit, selama perjalanan Risa atupun Rifqo lebih memilih diam tenggelam dalam pikirannya masih masing.

Sesampainya di pantai Risa duduk mendudukan tubuh nya di atas sebuah pasir, dia juga sengaja membuka sepatunya sehingga membiarkan kakinya yang terbalut kakalian"i itu menyentuh lembutnya pasir pasir pantai. Pandangan Risa menerawang jauh seiring akhir dari pandangannya menatap ujung warna biru lautan, pandangannya seakan tenggelam dalam birunya air laur yang membuatnya merasa terhipnotis.

'Kenapa kamu pergi disaat aku menginginkan pertemuan terakhir sebelum aku pergi Muhammad Raga Angga' Batin Risa .

"Jangan sedih teh, teteh harus yakin bahwa sekarang nanti dan selamanya aa tengah berjuang untuk bisa segara bersama teteh" Ujar Rifqo tanpa menolehkan pandangannya pada Risa.

"Langit tak pernah marah pada matahari, langit tak pernah marah pada bulan, karena langit tahu kala ada yang pergi pasti akan datang yang tepat untuk mengganti posisi yang telah pergi" Ujar Rifqo seakan dia tahu apa yang tengah mengganggu pikiran tetehnya itu.

"Mungkin aja besok aa datang kerumah teteh di Jakarta buat lamar teteh langsung sama tante oma dan kak Paris, kan Rifqo seneng" Ujar nya sambil tersenyum dan memandang langit pagi yang cerah seakan menerawang masa depan.

Tante oma itulah panggilan yang Rifqo sematkan pada oma yang juga merupakan ibu dari Paris. Mereka sempat bertemu sekali tapi dari pertemuan singkat itu Rifqo dan oma bisa langsung akrab karena sang oma menyukai sikap Rifqo yang supel dan lucu.

"Kamu ini, bukannya fokus buat belajar tahun inikan kamu kuliah, udah kepikiran belum mau kanjut dimana? Malah mikirin yang aneh aneh" Tanya Risa pada laki laki yang telah dianggapnya adik itu.

"Eh udah dong, target Rifqo itu harus masuk salah satu kampus yang ada di jogja minimal Rifqo harus tembus UGM lah" Ujarnya dengan penuh pecaya diri, Risa tersenyum mendengar coletehan remaja laki laki yang tengah duduk disampinya, meskipun dia terlihat acuh dengan pelajaran tetapi tak dapat dipungkiri targetnya untuk masa depan diluar perkiraan, dan Risa tahu seberapa keras anak itu belajar kala malam menjelang, karena sering kali Risa mengetuk pintu kamarnya untuk sekedar memperingati bahwa hari telah larut. Meskipun tak pernah masuk ke jajaran siswa terbaik tapi otaknya tak dapat diragukan.

Waktu Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang