"it's a violent world
but today i'm still
alive."| Black Veil Brides |
..."Kenapa manyun?" tanya Leon ketika melewati saudara kembarnya yang masih berdiri memberengut di ambang pintu.
"Kenapa enggak menelepon kalo lo bakal pulang hampir tengah malam?" Lian bertanya sedikit jengkel. Bukan tanpa sebab, tentu saja, dan sebentar lagi Leon akan tahu alasannya.
"Heh, bukannya lo lagi marah sama gue? Nggak boleh numpang mobil, dan—"
"Dan lebih marah lagi ketika Papa datang lo gak ada di rumah! Dia nunggu lo selama berjam-jam, Leon, dan gue kehabisan alasan untuk bilang ke mana lo pergi," selanya setengah berteriak melepas kekesalan.
Ya, itu yang membuat Lian dongkol setengah mati. Kini cowok itu telah masuk ke kamarnya, melempar tas sekenanya di tempat tidur tanpa mengatakan sepatah kata untuk menanggapi kalimatnya. Lian masih mengamati saudara kembarnya itu dengan saksama lantaran khawatir.
"Lo gak penasaran kenapa Papa datang?" tanyanya seketika setelah kegondokan hatinya mulai berkurang.
Leon hanya mengembuskan napas sebagai jawaban bahwa dirinya tak minat mendengar apa pun yang berkaitan dengan papanya. Lian ikut-ikutan mengembuskan napas, bukan karena alasan yang sama dengan Leon, melainkan karena dirinya tak senang melihat kakaknya itu bersikap seolah tak pernah peduli terhadap hidup papa mereka. Padahal Lian tahu, jauh di dasar hati cowok itu, sebetulnya dia amat peduli.
"Le, Papa tadi—"
"Mending lo keluar," potongnya.
"Gue belum beres ngomong main usir aja," gerutu Lian.
"Gue mau ganti baju." Setelah mengatakan itu, Leon membuka kancing seragamnya.
Spontan Lian mengalihkan pandangan. "Apa-apaan sih lo? Bikin gue malu."
"Malu kenapa? Lagian masing-masing dari kita udah tahu apa yang ada di balik pakaian—"
"Stop!" sergah Lian. Dia beringsut dari duduknya. Kemudian, gadis itu berjalan tanpa menengok ke belakang.
Biasanya ketika melihat Lian menggerutu seperti itu, Leon akan tertawa. Tapi sekarang tidak. Suasana hatinya langsung buruk setelah Lian menyebut-nyebut papa mereka.
***
Ini sih salah ceweknya.
Lihat deh mirip Pecun.
Ibunya Pecun ya anaknya juga Pecun.
Wajahnya sok polos banget, eh aslinya pengin dielus-elus.
Oni tak tahan lagi melihat komentar-komentar pedas yang masuk di akun instagramnya, membanjiri foto-foto lama yang dia unggah. Maka, tanpa berpikir panjang, Oni langsung menghapus semua foto tersebut, tanpa terkecuali.
Setelah selesai, dia melemparkan benda pipih itu dengan asal ke tempat tidur. Kemudian merebahkan punggungnya di atas kasur. Matanya menengadah ke langit-langit kamar yang dihiasi glow in the dark berbentuk benda-benda langit; bintang, bulan sabit, matahari, planet-planet, dengan berbagai ukuran. Namun, pikirannya melayang kepada hal lain.
Apa yang sudah Oni lakukan hingga orang-orang itu begitu jahat padanya?
Oni ingin menanyakan hal tersebut kepada mereka, namun dia rasa percuma. Itu takkan mengubah apa pun, terlebih dia sadar betul bahwa dirinya—meskipun tak ingin—hidup berdasarkan cerminan orang.
Gadis itu beringsut dari tempat pembaringan. Menyalakan lampu meja dan menarik kursi kayu untuk segera diduduki. Oni membuka laptopnya, mulai mengetik pada lembar kerja microsoft word.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incomplete | 1 ✓
Teen FictionCompleted✓ . Tentang sepasang remaja yang berusaha mengejar impian dalam kungkungan moral dan tekanan. Sepasang hati yang saling mengobati luka. Sepasang jiwa yang saling merindu dalam lara. Serta sepasang anak manusia yang dipertemukan dan dipisahk...