Epilogue

3.9K 260 47
                                    

"i know young loves is
just a dream,
we were only seventeen
but you're the only
love i've known."

| Crown The Empire |
...

Berhubung malam itu malam minggu yang berarti Kila pulang ke Jakarta, dan ayah Tio pergi ke luar kota, dan Leon sedang muak berada di rumah karena Monica datang bersama Farel, jadi mereka berlima memutuskan untuk berkumpul di Bar&Pub Bliss. Mereka memilih duduk di kursi yang melingkari meja bundar paling ujung. Seorang DJ memutar musik nge-beat, membuat para pengunjung berjingkrak-jingkrak penuh gairah di area dance floor.

Keadaan di sana tampak berbeda, apalagi dengan diundangnya seorang DJ. Biasanya ayah Tio akan mengundang band rock indie untuk mengisi acara. Dan suasananya tentu saja tidak akan sepanas ini.

"Tumben banget lo ngundang DJ," kata Kila setelah Tio mengambil tempat duduk di antara mereka. Tio baru saja menyerahkan tugasnya untuk menjaga Bar ke seorang pegawai yang baru berusia 23 tahun.

"Bokap yang undang, mau ada perubahan katanya. By the way, kalian tahu siapa dia?" Tio menunjuk DJ di depan sana yang seakan menghipnotis orang-orang untuk bermandikan keringat malam itu.

"Harus banget tahu tentang dia?" sahut Guntur tak acuh.

Tio langsung mencondongkan wajah secara berlebihan, "Namanya Orion, DJ terkenal. Kalo lo pecinta musik EDM, lo nggak mungkin melupakan satu nama itu. Dia bahkan pernah tampil dengan Alan Walker di Los Angeles!" terangnya tak menghiraukan ucapan Guntur barusan.

Keempat temannya itu langsung memutar bola mata.

"Kayaknya ada yang mulai pindah aliran nih," kata Jale.

Tio menyeringai. "Nope, Bud! Bokap gue mau memperluas bisnis, dan ini sebagai langkah awal buat narik minat orang-orang yang datang."

Ketika tak ada tanggapan berarti dari teman-temannya, Tio berdecak. "Okay, forgot it! Itu urusan bokap karena dia pasti lebih memprioritaskan duit banyak ketimbang mempertahankan ciri khas." Tio menghentikan kalimatnya, memandang keempat cowok itu satu persatu, kemudian berseru lantang, "Jadi ini kabar baiknya, di hari ulang tahun gue kemarin bokap ngasih Pub ini ke gue."

"Anjir, lo serius, kan?" tanya Jale tak yakin dengan yang didengarnya barusan.

Tio mengangguk bangga sembari meminum koktail-nya, kemudian menyilangkan lengan di dada. "Gue bakal ubah Bar&Pub Bliss jadi studio musik Billio."

"Terus bisnis Pub ini gimana?" tanya Kila.

Tio memasang wajah congkak. "Bokap bakal bangun Night Club di daerah Selatan."

Mereka langsung bersorak heboh.

"Mungkin setengah tahun lagi kelar, sabar sedikitlah setelah itu kita bakal punya studio sendiri dan nggak perlu latihan di Abah, atau rooftop, atau rumah Leon lagi," jelas Tio. "And you know what, men ... waktu ultah Gemilang, bokap datang. Setelah dia lihat kita tampil, dia mau ngenalin kita ke temannya yang bekerja sebagai produser rekaman. Kalo kita bisa sukses dalam beberapa tahun, dia sendiri yang bakal turun tangan soal biaya, nggak nanggung-nanggung sampe mendunia. Keren gak tuh?"

"Damn it!" Jale langsung berdiri dan menghambur memeluk Tio, membuat cowok itu nyaris terjengkang dari kursinya.

"Geli, kampret! Lepasin!" gerutu Tio sembari mendorong Jale sekuat tenaga.

Jale malah terbahak-bahak, wajahnya dipenuhi rona kegembiraan. "Tinggal sedikit lagi, mimpi kita tercapai! Nama Billio bakal dikenal banyak orang!"

Sebetulnya tidak heran, mengingat ayah Tio adalah salah satu pengusaha sukses di Indonesia yang sudah membangun bisnis di berbagai kota.

"Gila! Gue bakal jadi vokalis beneran!" seru Leon girang.

"Dan Lian bakal jadi istri gitaris terkenal nantinya," gurau Guntur dengan intonasi sedatar ekspresinya. Mulai kembali pada tabiatnya.

Keempat cowok itu langsung mengeroyok Guntur hingga menimbulkan keributan yang cukup nyaring sampai-sampai beberapa orang menoleh ke arah mereka.

Leon berdiri tegak dari posisinya. Dia menjulurkan lengan ke depan dengan posisi telapak tangan ke bawah. Diikuti oleh teman-temannya. Kemudian mereka menyorakkan nama Billio di tengah-tengah kebisingan musik malam itu.

Mereka kembali duduk di kursi masing-masing dengan wajah cemerlang seperti baru mendapat hoki. Mulai mengobrol mengenai rencana masa depan dan harapan-harapan yang tinggal di ujung mata. Sampai sedetik kemudian, Leon merasakan ponselnya bergetar di saku celananya. Dia mendapati satu pesan masuk. Ekspresinya langsung berubah seratus delapan puluh derajat. Lagi-lagi Leon dihadapkan pada kenyataan, dia tak bisa mendapatkan dua hal yang diinginkan secara bersamaan.

Aku tahu sekarang kita berpisah. Tapi, aku masih ingin percaya kalau kisah kita belum berakhir, karena kadang-kala perpisahan merupakan satu dari sekian banyak cara untuk kembali bersama. Terima kasih telah menjadi penguatku di saat-saat terburuk dalam hidupku.

Happy Sweet Seventeen, Leonil.

From: Cewek Hoodie.

Leon melirik waktu di ponselnya; 00.01 a.m.

Incomplete | 1 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang