24 | Billio

1.2K 174 0
                                    

"don't you know,
true friends stab you
in the front?"

| Bring Me The Horizon |
...

Leon sama sekali tidak menceritakan permasalahannya pada Oni, dan dia cukup lega menyadari bahwa Oni bukan tipe pacar yang selalu ingin tahu urusannya. Bukannya Leon tak mau jujur, hanya saja dia belum sanggup menceritakan semua hal yang masih menjadi bayang-bayang baginya.

Malam tadi, ketika Oni menyuruhnya pulang, Leon tidak tahu harus pergi ke mana lagi, sampai kemudian matanya menangkap keberadaan Tio yang tengah menyender pada motornya di samping motor Leon. Selepas kepergian Leon di Rental, Tio langsung mengikutinya dan memaksanya untuk ikut ke Pub. Awalnya Leon menolak karena masih marah dengan sikap teman-temannya. Tetapi karena dia tak punya pilihan, mau tak mau dia mengiakan.

Tio bilang dia takkan membicarakan apa pun dan dia masih menganggap Leon sebagai temannya. Melihat keterbukaan cowok itu, akhirnya Leon mengatakan yang sejujurnya. Bahwa dia baru saja mengetahui jika selama ini keluarganya membohonginya. Leon meminta Tio untuk tidak membicarakan hal tersebut pada teman-teman mereka karena dia belum siap orang lain mengetahuinya.

Dan di sinilah dia sekarang, di rooftop sembari meminum bir sisa semalam. Tio sempat mengajaknya pergi ke sekolah tadi pagi, namun karena alasan paling klise di kamusnya; malas, alhasil Tio memilih menemaninya di sana. Cowok itu tampak menyetel gitar akustiknya dengan anteng supaya tidak fals.

"Bukannya lo harus ikut pembekalan buat Prakerin?"

"Itu cuma formalitas sekolah aja, gue gak butuh pembekalan, toh ujung-ujungnya gue bakal jadi babu di perusahaan."

Leon menelengkan kepalanya ke samping. Dia memperhatikan temannya itu yang belum berganti pakaian sejak kemarin, masih mengenakan seragam sekolah, sama seperti dirinya. Semalam ketika Leon meminjam baju, Tio mengatakan bahwa semua pakaian yang ada di Pub kotor, dan dia malas pulang untuk sekadar mengambil pakaian.

"Kila udah berangkat?" tanya Leon lagi. Meskipun dia marah, jauh di dasar hatinya, dia masih menganggap Billio adalah teman-temannya.

Tio mengangguk.

Dari yang Leon dengar sebelumnya, hari ini Kila akan ke Puncak untuk membayar sewa kos, karena di hari pertama Prakerin, dia takkan masuk demi tampil di acara ulang tahun Gemilang. Leon merasa sedikit bersalah, gara-gara dirinya yang tak bisa mengontrol emosi, semuanya menjadi kacau.

"Sorry, Yo. Sifat gue emang jelek."

Di saat itulah Tio mengangkat wajah, mengalihkan perhatiannya dari gitar untuk menatap temannya yang tengah frustrasi itu.

"Seharusnya semalam gue gak nonjok Kila, seharusnya semalam gue gak marah-marah."

Tio menyimpan gitarnya di samping. "Bukan lo aja yang salah. Seandainya gue ada di posisi lo, gue juga pasti akan marah. Bener kata Guntur, Kila semestinya nggak nyuruh lo keluar dari Billio gitu aja. Dan Jale, meskipun dia merasa lo menomorduakan teman-teman, gue masih gak habis pikir kenapa dia bisa bersikap brengsek."

Leon mengusap wajahnya dengan kedua tangan. "Tapi gue emang pantas keluar dari Billio."

"Shut up, dude! Gue tahu separuh diri lo ada di dalam Billio."

"Gue ngerasa gak pantes jadi vokalis band, gue ngerasa gak pantes jadi apa-apa, gue cuma sampah."

"Bullshit! Berhenti ngomong nggak guna kayak gitu! Gue masih inget hari di mana Billio lahir, di antara kita berlima, lo yang paling antusias. Lo yang nyari-nyari nama serta maknanya, sampe lo datang ke Abah dan dengan semangatnya bilang, 'gue punya nama buat band kita; BILLIO! Karena kita punya keinginan dengan cara yang jantan, men! Kita cowok-cowok jantan!'"

Incomplete | 1 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang