"you taught my heart
a sense i never knew i had."| Silverstein |
...
"Le, tunggu!" seru Lian ketika keluar dari ruang UKS, sementara Oni dibiarkan bersama Bu Siska di dalam.
Cowok jangkung itu langsung menghentikan langkah kaki dan siulannya yang membentuk sebuah lagu. Dia berbalik sambil menaikkan sebelah alis menatap Lian. "Apa, Sayang? Lo kangen Abang lo yang ganteng ini? Kalo gitu sini gue peluk."
"Geli!" kata Lian. Dia berjalan lebih cepat hingga sampai tepat di depan Leon. "Lo nggak punya maksud macam-macam sama Oni, kan?"
Leon bersedekap, menimbang-nimbang pertanyaan Lian yang menyinggungnya. "Bentar, bentar, maksud lo apaan nanya gitu?"
"Gue bukan bermaksud nuduh, ya, cuma lo tahu sendiri sikap Oni ke lo kayak gimana. Bisa aja lo nyimpen dendam ke dia."
"Sinting lo!" seru Leon sambil menoyor kepala Lian, membuat cewek itu mendengus, tapi meskipun begitu, dia bisa sedikit membuang kekhawatirannya. Memang bukan tanpa sebab Lian menuduh saudara kembarnya itu, Leon bukan bad boy berhati malaikat seperti tokoh fiksi yang sering dia baca.
Leon boleh sayang pada Lian karena cewek itu adalah adiknya, tapi dia masih tidak bisa berpikir dewasa untuk membalas perbuatan orang lain yang menurutnya kurangajar dengan merencanakan aksi balas dendam. Karena berapa kali Lian melihat Leon berlaku jail seperti itu.
Leon melanjutkan kembali langkahnya, diikuti oleh Lian di sampingnya hingga mereka jalan beriringan. "Pokoknya kalo lo nyakitin dia, lo sama aja nyakitin gue."
"Kalian udah jadi perfect match, ya?" tanya Leon skeptis.
"Lo harus tahu, hidup Oni lagi pelik."
"Kita juga."
Lian terdiam, jawaban itu membuatnya mengingat kejadian kemarin.
Tahu bahwa dia sudah keterlaluan, Leon langsung mengoreksi perkataannya. "Lo bisa percaya sama gue. Lo tahu gue gak akan usil sama orang baik? Gue lihat Oni cewek baik, gue cuma pengin nganter dia pulang dan lo pasti paham kenapa gue ngedeketin cewek yang jelas-jelas kelihatan takut sama cowok." Leon menaik-turunkan alisnya, membuat Lian akhirnya menerbitkan tawa.
"Jadi itu alasan lo?"
"Kok lo gak peka sih sama sikap gue?"
"Lo kan emang sering ngusilin cewek-cewek!" seru Lian masih terkikik.
Leon meringis. "Kali ini nggak. Gue beneran tertarik sama dia."
Lian tertawa. "Cantik, ya? Kayak boneka mukanya."
Cowok itu setuju. Dia merangkul pundak Lian, kemudian menyeretnya di koridor. "Jangan kasih tahu Oni, oke?"
"Siap. Tapi gue saranin buat nggak terlalu buru-buru."
"Kenapa?"
"Emangnya lo beneran cinta sama dia? Ketemu aja baru beberapa kali."
Leon terdiam. Dia melepaskan rangkulan di pundak Lian. "Gak tahu, tapi kayaknya Oni jadi cewek tercantik yang pernah gue lihat."
Lian langsung tergelak mendengarnya.
***
Leon pikir Oni tidak akan menepati janjinya. Sudah lewat 10 menit dia berdiri di depan gerbang sambil bersandar pada tembok. Sudah beberapa kali pula dia menjawab sapaan dari teman-temannya yang lewat. Terakhir dari Irwan—anak kelas XI-IPS-4.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incomplete | 1 ✓
Teen FictionCompleted✓ . Tentang sepasang remaja yang berusaha mengejar impian dalam kungkungan moral dan tekanan. Sepasang hati yang saling mengobati luka. Sepasang jiwa yang saling merindu dalam lara. Serta sepasang anak manusia yang dipertemukan dan dipisahk...