"i will await, dear
a patience of eternity, my crush."| Black Veil Brides |
..."Lo datang-datang main sambar aja!" Jale tampak bersungut-sungut saat Leon mengambil keripik singkong di tangannya, kemudian memakannya tanpa dosa, seolah-olah makanan tersebut miliknya sejak awal.
"Entar gue ganti," kata Leon tak ingin berdebat.
Jale berdecak. Dia memilih menyalakan rokok di sela jarinya.
"Katanya lo udah berhenti ngerokok, Jal." Kila menegur.
"Kecut nih mulut abis ngomong sama Singa." Ucapannya itu membuat Leon langsung menyikut rusuknya.
"Gue tadi udah minta izin sama Pak Robi supaya kita bisa tampil lagi buat nyanyi di acara ultah sekolah."
Mereka berempat menepi setelah Guntur mengatakan hal tersebut, berusaha lebih dekat pada cowok itu karena suasana warung Bi Eti sangat berisik.
"Jadi nih kita?" tanya Jale.
Guntur mengangguk, tetapi dari raut wajahnya tampak sesuatu yang mengganjal. Benar saja beberapa detik dari itu, dia melirik ke arah Kila dan Tio. "Kalian bisa?"
"Gue nggak tahu guru bakalan ngizinin apa nggak. Lo tahu sendiri tiap tahunnya kelas 11 nggak dibolehin dateng." Tio tampak lemas mengatakannya.
"Kalian kabur kek, nggak usah sok jadi siswa baik ngikutin aturan sekolah," imbuh Leon sembari melempar bungkus keripik singkong di tangannya ke tempat sampah.
Leon hanya bercanda, itulah kenapa dia tak mendapat semprotan dari Kila maupun Tio, sebab masalahnya bukan terletak di sana. Sama seperti Iko—pentolan STM Taruna. Kila dan Tio juga termasuk murid teladan—telat datang pulang duluan—di sekolahnya, mereka berdua bukan siswa yang patuh terhadap aturan, sering ikut tawuran, dan pembuat rusuh di jalanan. Yang jadi masalahnya adalah, saat ini Kila dan Tio sedang disibukkan oleh kegiatan pembekalan untuk melaksanakan Prakerin, karena tentu saja STM berbeda dengan SMA. Di samping itu, mereka juga harus mulai latihan dari sekarang kalau memang ingin tampil. Sementara Kila dan Tio pasti tak punya waktu untuk itu. Sejak dua minggu lalu saja, mereka sudah jarang latihan bersama.
"Dua minggu lagi?" Kila memastikan.
Guntur mengangguk mengiakan. "Iya, tanggal 31."
"Tanggal 1 kan kami udah mulai prakerin." Tio berujar kencang seolah baru tersadar.
Kila berdecak. "Otomatis gue gak bisa."
"Kan kalian tanggal 1 prakerinnya. Minta izin ke pembimbing satu hari aja gitu." Jale memberi saran. Dia mematikan rokoknya yang masih setengah dengan menginjaknya.
"Lo prakerin di mana emang?" tanya Leon.
"Daerah Puncak, gue indekos di sana."
Ketiga temannya langsung mendesah kecewa, terkecuali Tio karena sudah tahu.
"Lo di mana, Yo?" Guntur bertanya.
"Deket sini, di perusahaan mobil punyanya temen bokap."
"Lo milih tempat sendiri?"
Tio menaikkan kedua alisnya sembari menjawab pertanyaan Leon. "Yoi."
"Kenapa lo gak bareng si Tio juga, La? Nggak bisa ngumpul kita kalau lo di Puncak."
"Gue sama Tio 'kan beda jurusan, geblek. Lo kenal gue kapan hari dah?" Kila menoyor Jale. Dia menyingkir dari sana, mengambil satu bungkus keripik—sama dengan yang dimakan oleh Leon tadi—dan kembali duduk di samping Guntur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incomplete | 1 ✓
Teen FictionCompleted✓ . Tentang sepasang remaja yang berusaha mengejar impian dalam kungkungan moral dan tekanan. Sepasang hati yang saling mengobati luka. Sepasang jiwa yang saling merindu dalam lara. Serta sepasang anak manusia yang dipertemukan dan dipisahk...