23 | Stay gone

1.2K 183 0
                                    

"i need you to tell me
everything will be alright,
to chase away the voices in the night
when they call my name,
have i gone insane?"

| Black Veil Brides |
...

Pagi itu, Leon tidak menjemputnya. Oni sudah menghubunginya beberapa kali, tetapi nomornya tidak aktif. Oni pikir Leon telat, namun ketika melihat Lian tergesa-gesa masuk kelas dan menodongnya dengan berbagai pertanyaan mengenai keberadaan Leon, Oni merasa benar-benar cemas, apalagi dia mengingat wajah Leon yang dipenuhi memar tadi malam.

"Coba tanyain ke pacar kamu," kata Oni.

Lian tampak mengeluarkan ponselnya, menghubungi Guntur, tak ada jawaban. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk mengirimi kekasihnya itu pesan, namun dia tak kunjung mendapat balasan.

"Kita samperin Billio!" ujar Lian.

Oni mengangguk.

Mereka langsung berjalan di sepanjang koridor menuju kelas 11-IPS-1, tetapi tidak ditemukannya keberadaan cowok-cowok itu. Akhirnya, mereka berkeliling dari lantai satu sampai tiga. Masih juga tidak ditemukan.

Oni menatap Lian yang tampak frustrasi, wajah gadis itu memerah menahan tangis. "Ini semua salah gue," ucapnya.

Oni tak mengerti maksudnya, tetapi dia tidak menanyakannya.

Bel masuk berbunyi, membuat pencarian kedua gadis itu tertunda. Mereka kembali ke kelas tanpa membuahkan hasil.

Sepanjang mata pelajaran, Oni sama sekali tidak bisa berkonsentrasi pada apa yang dipelajarinya. Bahkan berulangkali dia ditegur oleh guru karena banyak melamun.

Ketika bel istirahat berbunyi, tangis Lian pun pecah. Oni berusaha menenangkannya dengan mengusap-usap punggungnya, meski dia sendiri tidak bisa tenang sebelum mendapat kabar dari Leon.

"Gue takut, Ni. Gue takut banget."

"Kita belum periksa warung Bi Eti, mungkin Leon lagi di sana."

Lian menggeleng. "Nggak ada. Guntur baru bales chat gue barusan, dia bilang gak lihat Leon di mana-mana."

Oni tak mengatakan apa-apa lagi. Dia menyodorkan botol minumnya ke arah Lian, tetapi cewek itu langsung menolaknya.

Ketika kelas sudah kosong karena murid-murid memilih untuk istirahat di luar, Lian kembali bersuara, "Gue dan Leon kembar, meskipun nggak mirip, tapi kadang-kadang kami merasakan hal yang sama."

Lian menatap Oni yang tak berpaling sedikit pun.

"Waktu lo nanya kenapa gue nggak punya temen, itu karena gue nggak pernah mau berteman. Kita sama, Oni ..." Lian menghentikan kalimatnya, mengamati raut wajah Oni yang kebingungan. "Kita adalah kesalahan orang tua kita," lanjutnya berat hati.

Oni benar-benar tidak mengerti apa yang baru saja dikatakan oleh temannya itu. Seakan bisa mengetahui isi pikirannya, Lian menjelaskan dengan napas yang terputus-putus. "Mama dan Papa... mereka melakukan kesalahan, mereka hanya terikat oleh pernikahan, oleh kami."

Jantung Oni terasa diremas oleh tangan-tangan tak kasat mata yang berusaha menghancurkannya. Dia sama sekali tidak menyangka kalimat tersebut akan sampai di telinganya.

"Dan Leon baru tahu kemarin. Dia langsung marah."

"Kamu udah tahu hal ini sejak lama?" Suara Oni mengecil, merasakan lehernya yang tercekik.

Lian mengangguk. "Iya. Mama dan Papa larang gue buat cerita, lagi pula gue juga nggak sengaja mengetahuinya, dan gue gak mau bikin Leon terluka. Rasanya sakit banget."

Incomplete | 1 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang